vatikankatolik.id - Saluran dalam Bahasa Indonesia | |
Iman & Doktrin | Kitab Suci & Apologetika | Video-Video Penting Dogma Katolik Maria Dikandung Tanpa Noda adalah bahwa:
Berikut cara untuk membuktikan dari Alkitab dan dari berbagai pengakuan orang Protestan sendiri, bahwa Maria tidak memiliki kebersalahan atas dosa asal sebelum Putra Allah menjadi manusia di dalam rahimnya. Fakta alkitabiah ini menuntun seseorang kepada kebenaran tentang dogma Maria Dikandung Tanpa Noda. Kami akan memulai di dalam Efesus bab 1. Efesus 1:5-7 mendeskripsikan tindakan pengaruniaan rahmat atau keselamatan awal yang olehnya Allah mengampuni segala dosa dari umat beriman, dosa asal dan dosa nyata. Melalui tindakan yang dideskripsikan oleh ayat ini, Allah merahmati seseorang dengan manfaat-manfaat Penebusan Yesus Kristus yang menyelamatkan.
Tindakan pengaruniaan rahmat itu, yang digambarkan di sini di dalam Efesus 1:5-7, secara khusus dirujuk di dalam Efesus 1:6 dengan kata dalam bahasa Yunani, ἐχαρίτωσεν [echaritosen], yang berarti “ia merahmati”. Kata tersebut, ἐχαρίτωσεν, adalah suatu bentuk dari kata kerja, Χαρίτῶ [charito], yang berarti saya mengaruniakan rahmat, saya merahmati atau saya bermurah hati. Banyak sarjana Alkitab yang beragama Protestan mengakui bahwa penggunaan dari kata kerja Χαρίτῶ [charito] di dalam Efesus 1:6 secara khusus merujuk kepada tindakan Allah yang merahmati jiwa dengan pengampunan dosa secara penuh dan manfaat-manfaat dari Penebusan. Hasil dari tindak pengaruniaan rahmat itu disebutkan di dalam ayat 5-7: pengangkatan sebagai anak-anak-Nya, pengampunan atas pelanggaran-pelanggaran, dan penerapan Penebusan terhadap orang tersebut. Itulah hasil dari tindakan rahmat tersebut, yang dengannya Allah merahmati manusia, ἐχαρίτωσεν, di dalam Ia yang Terkasih. Sebagai contoh, sarjana Alkitab yang beragama Protestan, Peter T. O’Brien, di dalam komentarnya tentang Kitab Efesus, berkata bahwa:
Seperti yang dapat kita lihat, ia mengakui bahwa tindakan rahmat yang digambarkan di dalam Ef. 1:5-7 adalah penyelamatan atau pembebasan umat beriman dari keadaan dosa melalui penerapan manfaat-manfaat Penebusan Kristus kepada orang tersebut. Demikian pula, sarjana Alkitab yang beragama Protestan, Frank Thielman, di dalam komentarnya tentang Kitab Efesus, mengatakan hal ini tentang ayat tersebut:
Sarjana Alkitab yang beragama Protestan, Harold W. Hoehner juga berkata tentang Ef. 1:6:
Dan apakah rahmat itu? Seperti yang ditunjukkan oleh ayat tersebut, dan seperti yang diakui oleh banyak komentator Protestan, itu adalah tindakan rahmat yang olehnya Allah menyelamatkan umat beriman melalui penerapan manfaat-manfaat Penebusan Kristus kepada orang tersebut. Tindak penerapan penebusan kepada orang tersebut menghasilkan pengampunan penuh atas dosa-dosa orang itu dan berhubungan dengan rahmat regenerasi atau kelahiran kembali. Kata kerja yang menggambarkan tindakan itu, Χαρίτῶ [charito], hanya digunakan di sini di dalam Ef. 1:6 dan satu kali lagi di sepanjang Perjanjian Baru. Hanya satu kali lagi kata kerja Χαρίτω digunakan di sepanjang Perjanjian Baru, yakni, di dalam Lukas 1:28, dalam rujukan kepada Perawan Maria, sewaktu sang malaikat berkata kepadanya: “Salam, engkau yang penuh rahmat.” Kata Yunani di dalam Lukas 1:28, yang diterjemahkan menjadi “penuh rahmat” di dalam sebuah Kitab Suci Katolik, adalah κεχαριτωμένη [kecharitomene]. Κεχαριτωμένη [kecharitomene] adalah suatu bentuk partisip perfek pasif dari χαρίτῶ [charito], sedangkan ἐχαρίτωσεν [echaritosen], kata yang digunakan di dalam Ef. 1:6, yang berarti, ‘ia merahmati’, adalah bentuk indikatif aoristus aktif orang ketiga tunggal dari kata kerja χαρίτῶ [charito]. Beberapa terjemahan Protestan menyadur κεχαριτωμένη di dalam Lukas 1:28 menjadi “yang sangat diberkati”. κεχαριτωμένη adalah suatu partisip perfek pasif dalam bentuk vokatif – kasus vokatif adalah kasus linguistik untuk menyapa secara langsung. Itulah mengapa, suatu terjemahan harfiah dari κεχαριτωμένη [kecharitomene] di dalam Lukas 1:28 akan menjadi sebagai berikut “Wahai engkau yang telah dirahmati” atau “Wahai engkau yang dirahmati”. Tetapi, untuk tujuan diskusi yang satu ini, kita sebenarnya bahkan tidak perlu memperdebatkan terjemahan bahasa Indonesia yang persis dari κεχαριτωμένη [kecharitomene]. Seseorang hanya perlu tahu bahwa kata bahasa Yunani κεχαριτωμένη [kecharitomene] yang digunakan untuk Maria di dalam Lukas 1:28, adalah suatu bentuk dari kata kerja χαρίτω [charito] – kata kerja yang hanya digunakan satu kali lagi di sepanjang Perjanjian Baru, yakni di dalam Ef. 1:6. Nah, banyak orang Protestan, serta berbagai individu yang telah membela ajaran Gereja Katolik tentang Maria, menyadari fakta ini: yakni, bahwa kata kerja Χαρίτω [charito] hanya digunakan dua kali di sepanjang Perjanjian Baru: di dalam Efesus 1:6, melalui kata ἐχαρίτωσεν [echaritosen], dan di dalam Lukas 1:28, dalam rujukan tentang Maria, melalui kata κεχαριτωμένη [kecharitomene]. Bagaimanapun, orang-orang Protestan kenyataannya berpikir bahwa fakta ini menentang ajaran Katolik tentang ketidakberdosaan Maria dan Dikandungnya Maria Tanpa Noda Dosa Asal. Banyak dari mereka menggunakan hubungan antara Efesus 1:6 dan Lukas 1:28 sebagai bagian utama dari argumen mereka untuk menentang ajaran Katolik tentang Maria. Mereka mengklaim bahwa χαρίτω [charito], kata kerja yang telah kita diskusikan, tidak mungkin berarti bahwa Maria tidak berdosa dan/atau tanpa dosa asal di dalam Lukas 1:28, karena kata kerja yang sama itu berlaku kepada semua umat beriman sejati dalam Kristus di dalam Efesus 1:6. Contohnya, Eric Svendsen, seorang Protestan, yang serangan-serangannya terhadap ajaran Katolik telah beredar secara luas, berargumentasi demikian.
James White, seorang Protestan, mengutip argumen Svendsen dan mengajukan pendapat yang serupa:
Banyak orang Protestan lainnya, termasuk Norman Geisler dan Ralph MacKenzie, Elliot Miller dan Kenneth Samples, dan lain sebagainya, telah berargumentasi dengan cara yang serupa.
Mereka mensyaratkan bahwa penggunaan Χαρίτω [charito] di dalam Lukas 1:28, dalam rujukan tentang Maria, harus dimengerti sesuai dengan satu-satunya penggunaan yang lain dari kata tersebut di dalam Perjanjian Baru, di Efesus 1:6. Ingatlah hal ini.
Nah, sewaktu menghadapi alur argumentasi ini, banyak pendukung dari posisi Katolik tentang Maria (setidaknya, mereka yang telah mendengar argumen Protestan ini) biasanya telah menghindari Efesus 1:6 dan hubungan ayat tersebut dengan Lukas 1:28. Banyak pendukung dari posisi Katolik tentang Maria tampaknya diyakinkan oleh pernyataan para Protestan bahwa jika kata kerja Χαρίτῶ [charito] di dalam Lukas 1:28 harus dimengerti dengan cara yang sama dengan satu-satunya penggunaan yang lain dari kata itu di dalam Perjanjian Baru, di Efesus 1:6, pandangan semacam itu akan membuat Maria semata-mata sama dengan umat beriman yang lain. Maka, mereka lalu berargumentasi dengan berkata bahwa Χαρίτῶ (kata kerja yang telah kita diskusikan) memiliki suatu makna di dalam Lukas 1:28 dalam bentuk partisip perfek pasif yang berbeda dari makna yang dimilikinya di dalam Efesus 1:6 dalam bentuk aoristus. Tetapi, walaupun banyak dari mereka telah membuat berbagai poin yang amat baik mengenai ajaran Kitab Suci tentang Maria, tanggapan atau pendekatan ini terhadap argumen tersebut tidaklah benar. Tanggapan atau pendekatan ini menunjukkan suatu kesempatan penting yang sangat terlewatkan. Sebabnya, sewaktu para Protestan (seperti mereka yang baru saja kami kutip) berargumentasi bahwa kata kerja Χαρίτῶ di dalam Lukas 1:28 harus dimengerti dengan cara yang sama dengan penggunaannya di dalam Efesus 1:6, para Protestan itu sesungguhnya baru saja membuktikan bahwa Maria bebas dari segala dosa, dosa asal dan dosa nyata, sebelum kelahiran Yesus Kristus, sewaktu sang malaikat memberi salam kepadanya di dalam Lukas 1:28. Sebabnya, seperti yang telah kami tunjukkan, para sarjana Protestan yang telah secara cermat meneliti Efesus 1:5-7 – dan menulis komentar-komentar eksegetis secara resmi tentang kitab Efesus – mengakui, seperti yang ditunjukkan secara jelas oleh konteks ayat itu, bahwa kata kerja Χαρίτῶ di dalam Ef. 1:6 merujuk secara khusus kepada tindakan yang olehnya Allah menerapkan manfaat-manfaat Penebusan Perjanjian Baru kepada seorang individu dan menyelamatkan seseorang dari segala dosanya, dosa asal dan dosa nyata. Orang yang telah menerima tindakan rahmat itu tidak memiliki kebersalahan atas dosa asal. Tindakan penyelamatan itu, di mana sang umat beriman dirahmati dengan manfaat-manfaat dari Penebusan dan diampuni dari segala dosanya, berhubungan dengan rahmat regenerasi atau kelahiran kembali.
Berkenaan dengan hasil dari regenerasi, yang juga disebut sebagai kelahiran baru atau kelahiran kembali, John MacArthur, seorang Protestan menyatakan di dalam The Blueprint For Being Born Again [Cetak Biru untuk Kelahiran Kembali]:
Lihatkah anda arti dari hal ini? Hal ini berarti bahwa sewaktu para Protestan berargumentasi dan mengajarkan bahwa κεχαριτωμένη [kecharitomene] di dalam Lukas 1:28 (bagaimanapun mereka ingin menerjemahkannya, tetapi suatu terjemahan harfiahnya akan menjadi Wahai engkau yang dirahmati), harus dimengerti dengan cara yang sama dengan ἐχαρίτωσεν di dalam Ef. 1:6 (Ia merahmati), satu-satunya penggunaan yang lain dari Χαρίτῶ di dalam Perjanjian Baru, para Protestan itu sedang membuktikan bahwa sewaktu sang malaikat memberi salam kepada Maria, dan berkata, “Salam, wahai engkau yang dirahmati”, malaikat itu sedang menyatakan bahwa Maria sudah berada di dalam suatu keadaan di mana ia tidak memiliki dosa, dosa asal maupun dosa nyata. Maria sudah berada di dalam suatu keadaan di mana manfaat-manfaat dari Penebusan Perjanjian Baru telah diterapkan kepadanya, persis seperti ajaran Gereja Katolik. Maria sudah berada di dalam keadaan yang setara dengan regenerasi.
Sang malaikat menjumpai Maria di dalam keadaan dirahmati itu sebelum dikandungnya kemanusiaan Yesus Kristus di dalam rahimnya. Di samping itu, di dalam Efesus 1:4, yang berada di dalam konteks yang sama dari Efesus 1:5-7 dan yang juga menggambarkan hasil dari tindakan rahmat di Efesus 1:6, kita membaca bahwa Allah “memilih kita di dalam diri-Nya sebelum dunia dijadikan, agar kita menjadi kudus dan tanpa cela di hadapan-Nya ….” Kata dalam bahasa Yunani untuk tanpa cela adalah ἀμώμους [amomus], suatu bentuk jamak dari kata sifat ἄμωμος [amomos]. Menurut leksikon BDAG, ἄμωμος [amomos] berarti “berada tanpa kesalahan dan oleh karena itu tanpa cela secara moral.” Hasil dari tindakan rahmat di Efesus 1:6 adalah bahwa seseorang dijadikan tanpa cela dan/atau tanpa kesalahan. Hal itu membantah lebih lanjut para Protestan yang mengklaim bahwa Χαρίτῶ [charito] tidak menghasilkan atau tidak mengindikasikan ketidakberdosaan. Ya, Χαρίτῶ [charito] menghasilkan ketidakberdosaan. Orang yang dirahmati dengan manfaat-manfaat dari Penebusan diregenerasikan, bebas dari segala dosa, dan berada tanpa cela di hadapan Allah. Itulah kuasa dari Penebusan di dalam Yesus Kristus serta kemujaraban dari rahmat-Nya. Nah, pada saat ini, menarik untuk mempertimbangkan ajaran dogmatis Gereja Katolik tentang hasil dari regenerasi atau kelahiran kembali, dan bagaimana ajaran itu secara sempurna selaras dengan kenyataan alkitabiah yang sedang kita diskusikan. Gereja Katolik mengajarkan bahwa sewaktu seseorang menerima rahmat regenerasi dalam pembaptisan air, yang merupakan sakramen iman, bukan hanya kebersalahan orang itu atas dosa-dosanya dihapuskan, tetapi, setiap hukuman yang menjadi utang akibat dosa-dosa tersebut juga diampuni. Karena jiwa dibuat baru di dalam kelahiran kembali atau regenerasi tersebut, andaikata orang itu langsung meninggal setelah dilahirkan kembali di dalam pembaptisan, ia akan langsung masuk Surga. Mengenai rahmat regenerasi, Konsili Trente menyatakan:
Dan:
Perhatikan, menurut Gereja Katolik, orang-orang yang dilahirkan kembali di dalam Kristus melalui instrumen pembaptisan air, pada saat itu juga sewaktu mereka menerima regenerasi itu, dijadikan tak bernoda. Kata untuk tak bernoda di dalam bahasa Latin orisinalnya adalah immaculati. Itu adalah kata yang persis sama yang digunakan oleh Konsili Trente, di dalam paragraf yang persis selanjutnya dari Dekret tersebut, untuk merujuk kepada Perawan Maria yang Tak Bernoda (immaculatam Virginem Mariam).
Itu adalah kata sifat yang sama, immaculatus, di dalam kedua teks tersebut, hanya dengan akhiran yang berbeda untuk menandakan peran kata itu di dalam kalimatnya.
Perhatikan, tindakan rahmat di dalam Ef. 1:6, yang menerapkan manfaat-manfaat dari Penebusan Perjanjian Baru (seperti regenerasi) kepada jiwa dihubungkan oleh Kitab Suci dengan Lukas 1:28 dan dengan rahmat yang istimewa yang dikaruniakan kepada Maria sebelum Penjelmaan Kristus, dengan menggunakan kata kerja Χαρίτῶ [charito] hanya di dalam kedua ayat tersebut. Hal yang menarik adalah bahwa persis seperti bagaimana Kitab Suci membuat hubungan antara kedua konsep itu, Gereja Katolik demikian pula menghubungkan kedua konsep tersebut, dengan menggunakan kata tak bernoda untuk jiwa-jiwa yang baru saja diregenerasikan dan untuk Maria. Ini bukan semata-mata suatu kebetulan. Sebagaimana Allah mengilhami Kitab Suci sehingga memuat wahyu Kristus yang sejati, Ia juga melindungi ajaran Gereja-Nya yang satu dan sejati; dan sewaktu Gereja Katolik menetapkan ajaran resminya, Gereja secara infalibel menetapkan kebenaran yang secara sempurna konsisten dengan Kitab Suci dan wahyu Yesus Kristus. Faktanya, seseorang yang perseptif seharusnya mampu menyadari bahwa keselarasan ini merupakan suatu bukti yang menakjubkan bahwa ajaran Katolik bersesuaian secara sempurna, dan bahkan secara supernatural, dengan kebenaran Kitab Suci. Sebab, sangatlah kecil kemungkinannya bahwa para bapa dari Konsili Trente berpikir tentang hubungan kata kerja dari Ef. 1:6 dan Lukas 1:28 sewaktu mereka menggunakan kata yang sama untuk mendeskripsikan keadaan dari orang-orang yang baru saja menerima regenerasi dan keadaan jiwa Maria yang tak bernoda. Dan walaupun para Protestan tentunya memiliki suatu pandangan yang berbeda tentang kodrat justifikasi dan bilamana justifikasi mengubah jiwa secara interior (tontonlah dokumenter kami yang penting yang membahas pandangan Protestan tentang justifikasi untuk diskusi penuh tentang perkara tersebut) pandangan para Protestan sendiri tentang justifikasi juga akan membuktikan bahwa Maria tidak memiliki kebersalahan atas dosa asal sewaktu sang malaikat memberi salam kepadanya di dalam Lukas 1:28. Sebabnya, para Protestan mengakui bahwa orang yang dirahmati dengan cara yang dikatakan oleh Efesus 1:6, dengan tindakan rahmat itu, orang itu tidak lagi dituduh atau dianggap bersalah atas dosa asal. Dengan mengakui bahwa Lukas 1:28 menggunakan Χαρίτῶ [charito] seperti penggunaannya di dalam Ef. 1:6, mereka harus secara logis mengakui bahwa Maria bebas dari kebersalahan atas dosa asal sebelum kelahiran Yesus Kristus. Maka seseorang seharusnya dapat mendeteksi kebutaan Eric Svendsen sewaktu ia menuliskan:
Jawabannya, tentunya, adalah bahwa semua orang yang sungguh-sungguh dirahmati dengan cara yang dicatat di dalam Ef. 1:6 bebas dari kebersalahan atas dosa asal. Itulah hasil yang terjadi sewaktu seseorang menerima untuk pertama kalinya penerapan manfaat Penebusan Kristus, seperti yang diklaim dipercayai oleh para Protestan sendiri. Contohnya:
Karena mereka mengajarkan bahwa mereka terbebas dari kebersalahan atas dosa asal, atas dasar tindakan rahmat yang disebutkan di dalam Ef. 1:6, akan menjadi sepenuhnya tidak konsisten bagi mereka untuk berkata pada waktu yang bersamaan bahwa Maria bersalah atas dosa asal sewaktu Kitab Suci secara spesifik mengajarkan bahwa Maria menerima tindakan rahmat Ef. 1:6 Maria terlebih dahulu. Jelas, oleh dari itu, bahwa pernyataan-pernyataan mereka sendiri membuktikan bahwa Lukas 1:28 memang mengajarkan bahwa Maria bebas dari kebersalahan atas dosa asal. Nah, seseorang mungkin bertanya: jika para umat beriman yang baru saja diregenerasikan dijadikan tak bernoda, dan semua dosa mereka dihapuskan, sebagaimana Maria dijumpai tanpa noda dan bebas dari segala dosa sebelum Penjelmaan Kristus, apakah hal itu berarti bahwa para umat beriman yang baru saja diregenerasikan tidak mampu kehilangan cemerlangnya kesempurnaan itu dan jatuh dalam dosa, seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik bahwa Maria mempertahankan keadaannya yang tak bernoda?
Beberapa hal perlu dikatakan tentang perkara tersebut. Pertama, dogma Maria Dikandung Tanpa Noda tidak membahas secara langsung bilamana Maria sesudahnya pernah jatuh ke dalam dosa pribadi. Tetapi, dogma itu menyatakan bahwa Maria dirahmati dengan manfaat-manfaat Penebusan sejak saat pertama keberadaannya, dan bahwa tindakan rahmat itu menjaganya bebas dari segala noda dosa asal. Kebenaran itu secara sempurna konsisten dengan Kitab Suci dan didukung oleh Lukas 1:28, dari antara banyak hal yang lain, seperti yang telah kita lihat dan yang akan terus kita lihat. Maka, terlepas pendapat para Protestan tentang bilamana seseorang dapat kehilangan pengampunan penuh yang dikaruniakan di dalam Ef. 1:6 atau tidak, dengan mengakui bahwa Χαρίτῶ di dalam Lukas 1:28 harus dimengerti seperti penggunaannya di dalam Efesus 1:6, mereka mengakui bahwa Maria tidak memiliki kebersalahan atas dosa asal sewaktu sang malaikat memberi salam kepadanya. Kedua, tindakan pengaruniaan rahmat kepada umat beriman yang baru, yang menghapuskan semua dosa mereka, yang dideskripsikan di dalam Efesus 1:6 dengan kata ἐχαρίτωσεν [echaritosen], berada di dalam kala linguistik aoristus. Kala linguistik aoristus menandakan sesuatu yang terjadi di masa lalu tanpa suatu indikasi yang pasti bahwa dampak-dampaknya terus berlangsung di masa kini. Tindakan rahmat di Efesus 1:6, yang mengampuni semua dosa para umat beriman dan meregenerasikan mereka, adalah sesuatu yang terjadi satu kali. Baik Katolik maupun Protestan setuju bahwa tindakan keselamatan awal yang dilakukan oleh Allah, termasuk regenerasi, adalah suatu hal yang terjadi pada suatu saat di dalam waktu dan menghapuskan segala dosa seseorang. Bilamana seorang umat beriman akan mempertahankan atau dapat kehilangan keadaan pengampunan penuh itu, maka dari itu, adalah suatu perkara yang harus ditelaah dari ajaran lainnya dari kitab Efesus dan Perjanjian Baru. Dan, seperti yang kita pelajari di dalam kitab Efesus sendiri, walaupun para umat beriman sejati diregenerasikan dan diampuni sepenuhnya oleh tindakan rahmat di Efesus 1:6 itu, mereka memiliki suatu kewajiban untuk menjaga keadaan mereka yang baru itu, dan mereka dapat sekaligus kehilangan keadaan rahmat itu serta keselamatan mereka jika mereka melakukan dosa berat.
Hal itu jelas diajarkan di dalam Efesus bab 4 dan 5. Sebagai contoh, di dalam Ef. 5:5-11, St. Paulus memberikan suatu peringatan yang langsung kepada orang-orang yang disebutnya sebagai “terang di dalam Tuhan”, yakni, orang-orang yang telah menerima tindakan rahmat dari Efesus 1:6. Ia memperingatkan mereka agar jangan disesatkan, bahwa mereka dapat ditolak untuk masuk Surga akibat dosa-dosa berat.
Hal itu sangat jelas, dan anda akan menemukan banyak hal lain tentang perkara tersebut di dalam dokumenter kami tentang justifikasi. Ketiga, sewaktu seseorang dirahmati dengan pengampunan penuh yang telah kita diskusikan – dalam kata lain, sewaktu seseorang menerima regenerasi yang, menurut ajaran Katolik, menjadikan jiwa tak bernoda – hal itu bukan berarti bahwa jumlah rahmat yang diterima oleh orang itu sama dengan jumlah rahmat yang diterima oleh orang lain. Efesus 4:7, yang merujuk kepada tindakan yang olehnya seseorang terpanggil atau dibawa ke dalam tubuh Kristus, dan oleh karena itu kepada tindakan rahmat yang telah kita diskusikan, berkata demikian:
Sewaktu seseorang diregenerasikan, jiwa orang itu sepenuhnya dibebaskan dari kebersalahan atas dosa; tetapi, jumlah rahmat yang orang itu terima diberikan kepadanya sesuai dengan ukuran Kristus. Bayangkanlah dua wadah, yang satu lebih besar dari yang lain. Kedua wadah itu dapat dipenuhi dengan air murni, atau, secara analogi, penuh rahmat dan bebas dari segala dosa, tetapi wadah yang satu memiliki suatu kapasitas yang lebih besar dari wadah yang lain. Maka, walaupun seseorang menjadi tak bernoda pada saat regenerasi, dan sepenuhnya terbebas dari dosa, hal itu tidak berarti bahwa jumlah rahmat yang diterimanya sama dengan jumlah yang diterima oleh orang lain. Jadi, seseorang mungkin bertanya, jika para umat beriman yang terbebas dari dosa asal dan dosa nyata oleh tindakan rahmat Efesus 1:6 mampu menodai kesempurnaan itu dan bahkan kehilangan keselamatan (seperti yang diajarkan oleh Efesus 5:5-11 dan banyak ayat lainnya), apakah Maria oleh karena itu, juga mampu jatuh ke dalam dosa, menodai kesempurnaannya, atau bahkan kehilangan keselamatan? Walaupun, seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, dogma Maria Dikandung Tanpa Noda tidak memproklamasikan secara langsung bahwa Maria tidak mungkin telah berdosa di dalam hidupnya, jawaban untuk pertanyaan bilamana Maria telah berdosa dan menodai keadaannya yang tak bernoda berhubungan dengan pertanyaan bilamana Maria memulai hidup dengan dosa asal dan lalu diampuni, atau, bilamana ia dirahmati dengan Penebusan Perjanjian Baru pada saat pertama kehidupannya dan oleh karena itu dijaga sehingga tidak memperoleh dosa asal sejak awal mula kehidupannya. Sebabnya adalah dosa asal melukai jiwa dan raga. Dosa asal bukan hanya menodai jiwa; tetapi juga memperlemah daging dengan suatu kecenderungan untuk berbuat dosa. Kecenderungan untuk berbuat dosa terkadang disebut sebagai konkupisensi. Pada dasarnya, konkupisensi adalah suatu kegagalan dari nafsu jasmani (yang terkadang sederhananya disebut sebagai “daging”) untuk sepenuhnya tunduk kepada intelek serta kehendak, yakni, kekuatan intelektif dan rohani dari jiwa. Konkupisensi semacam itu yang berada di dalam daging dan indra adalah hasil dikandungnya seseorang dalam dosa asal. St. Paulus berbicara tentang konkupisensi, atau kecenderungan untuk berbuat dosa, yang hadir di dalam daging, di dalam Roma 7:23.
Santo Paulus merujuk kepada konkupisensi sebagai suatu hukum lain di dalam anggota-anggota tubuhnya yang menentang apa yang diperintahkan oleh akal budinya kepada dirinya sendiri untuk diperbuat. Sewaktu seorang manusia diampuni di dalam Kristus, jiwanya dibebaskan dari kebersalahan atas dosa asal dan dari segala dosanya; tetapi daging serta indranya tetap mengalami konkupisensi atau kecenderungan untuk berbuat dosa. Dampak-dampak dari konkupisensi dikurangi oleh pembaptisan, tindak-tindak rohani, sakramen-sakramen serta rahmat Allah, tetapi konkupisensi tidak sepenuhnya terhapuskan. Kenyataan bahwa konkupisensi, di samping kecacatan manusiawi yang merupakan hasil dari jatuhnya manusia, seperti penderitaan dan kematian, tidak dihapuskan oleh pengampunan di dalam hidup ini adalah alasan bahwa Penebusan yang dirujuk di dalam Kitab Suci berlangsung di masa kini dan di masa depan: terdapat penebusan bagi jiwa dari dosa yang dapat diterima di dalam iman sejati sekarang, tetapi mereka yang akan diselamatkan harus menantikan penebusan badan di masa depan, seperti yang diajarkan oleh Roma 8:23.
Pengampunan atas dosa asal, melalui darah Yesus Kristus, tidak sepenuhnya menghapuskan di dalam hidup ini cacat atau luka yang telah diakibatkan kepada oleh dosa asal kepada nafsu jasmani. Itulah mengapa sewaktu Konsili Trente menyatakan bahwa orang-orang yang dilahirkan kembali dijadikan tak bernoda dan sepenuhnya dibersihkan dari dosa asal dan dosa nyata, Konsili Trente menambahkan bahwa orang-orang itu masih memiliki kecenderungan untuk berbuat dosa, yang dapat dan harus dilawan.
Menurut ajaran Katolik, kecenderungan untuk berbuat dosa atau konkupisensi sendiri bukanlah dosa. Dengan rahmat Allah, konkupisensi dapat dilawan, dan, seperti yang diajarkan oleh Perjanjian Baru berulang kali, konkupisensi harus dilawan sampai titik di mana seseorang menghindari dosa berat jika ia ingin mempertahankan justifikasi dan diselamatkan.
Itulah salah satu alasan Yesus berkata di dalam Matius 16:24: “Barangsiapa ingin mengikuti Aku, hendaknya ia menyangkal dirinya sendiri ….” Walaupun konkupisensi terkadang disebut “dosa”, dan banyak orang Protestan menganggapnya secara ketat sebagai dosa, kita tahu bahwa konkupisensi sendiri kenyataannya bukanlah dosa, melainkan, dampak dikandungnya seseorang di dalam dosa asal, karena sewaktu seseorang diampuni dari segala dosanya – atau dibebaskan dari dosa, seperti kata Roma 6:18 – orang itu masih memiliki konkupisensi.
Orang itu dibebaskan dari dosa, tetapi tidak dibebaskan dari konkupisensi. Maka, konkupisensi tidak mungkin adalah dosa, melainkan, suatu kecacatan di dalam nafsu jasmani akibat dikandungnya seseorang di dalam dosa asal, dan karena manusia terdiri dari raga dan jiwa, nafsu jasmani yang tidak tunduk secara sempurna ini menentang intelek dan kehendak jiwa, dan sewaktu kehendak memilih untuk mengizinkan kecenderungan konkupisensi masuk ke dalam aturan intelek, kecenderungan itu dapat secara kuat berpengaruh kepada kehendak serta tindakan-tindakan orang itu. Konkupisensi, yang tidak dihapuskan di dalam kehidupan ini melalui regenerasi dan justifikasi, adalah alasan utama bahwa orang-orang yang menerima tindakan rahmat yang disebutkan di dalam Efesus 1:6 secara umum tidak mempertahankan kesempurnaan yang cemerlang itu, dan begitu banyak orang sepenuhnya kehilangan rahmat Allah sama sekali. Godaan-godaan dari Iblis juga tentunya memainkan suatu peran.
Tetapi, jika Maria, yang telah menerima manfaat-manfaat dari Penebusan Perjanjian Baru terlebih dahulu, seperti yang telah kami tunjukkan, dijaga sehingga sama sekali tidak memperoleh dosa asal, maka ia bukan hanya akan telah dijaga dari kebersalahan atas dosa asal, tetapi juga dari konkupisensi dalam daging sendiri yang menyertai dosa asal. Karena Maria tidak memiliki konkupisensi, ia mampu menjaga kesempurnaan secara penuh dari keadaannya yang tak bernoda di dalam hidup, dengan suatu cara yang khusus. Memang benar bahwa seseorang yang dikandung tanpa dosa asal, dan oleh karena itu tanpa konkupisensi, seperti Adam, Hawa, dan Maria, dan tentunya Tuhan Yesus Kristus, tetap dapat digoda oleh faktor-faktor eksternal, seperti oleh Iblis. Itulah mengapa Adam dan Hawa, yang pada awalnya tidak memiliki konkupisensi jatuh ke dalam dosa. Mereka menyerah kepada godaan eksternal itu yang berasal dari Iblis. Tetapi Maria, sang Hawa yang baru, tidak jatuh dalam godaan-godaan semacam itu. Omong-omong, alasan bahwa seseorang yang dijaga sehingga tidak pernah memperoleh dosa asal akan terjaga bebas dari konkupisensi, tetapi tidak semata-mata terjaga dari kecacatan manusia secara umum (misalnya, penderitaan dan kematian, yang juga adalah hasil dari jatuhnya manusia), adalah bahwa walapun konkupisensi bukanlah dosa, dampak dari konkupisensi adalah kecenderungan pribadi untuk ketidaksempurnaan moral atau untuk dosa, sedangkan penderitaan dan kematian tidak memiliki dampak semacam itu. Kami telah membuktikan bahwa Maria telah dirahmati dengan suatu cara yang istimewa – dengan manfaat-manfaat Penebusan Perjanjian Baru terlebih dahulu. Seperti yang akan kita lihat, Allah merahmati Maria dengan cara yang istimewa terlebih dahulu persisnya karena tidak akan pantas adanya bagi Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal Mahakudus untuk menjadi daging di dalam suatu bejana yang telah dinodai oleh dosa asal. Kekudusan Allah tidak selaras dengan hal semacam itu. Itulah mengapa Maria harus, dan memang, dirahmati dengan penjagaan dari dosa asal sejak saat pertama keberadaannya. Allah adalah Juru Selamat Maria, seperti yang dikatakannya secara eksplisit di dalam Lukas 1:47.
Sehubungan dengan bagaimana orang-orang yang masuk Surga akan pada akhirnya dihadirkan di hadapan Allah, sepenuhnya murni dan tanpa cela, Kitab Suci mengajarkan bahwa Allah dapat menyelamatkan seseorang dengan menjaga orang itu sehingga tidak jatuh ke dalam dosa, seperti yang kita baca di dalam Yudas 24-25.
Kata dalam bahasa Yunani untuk “tanpa cela” di dalam ayat ini adalah ἀμώμους [amomus], suatu bentuk dari kata ἄμωμος [amomos]. Itu adalah kata yang sama yang digunakan di dalam Efesus 1:4. Tidakkah menarik, bahwa Kitab Suci berbicara tentang bagaimana Allah mampu menjaga atau menyelamatkan orang-orang sehingga tidak jatuh di dalam ayat yang sama yang juga berkata tentang bagaimana Allah akan menghadirkan orang-orang tanpa cela di hadapan-Nya? Dalam kasus orang-orang yang pada akhirnya akan berada di dalam Surga, Allah mampu menjaga mereka sehingga tidak jatuh ke dalam dosa-dosa yang terkutuk sehingga mereka dapat diselamatkan dan dihadirkan tanpa cela di dalam Surga di hadapan-Nya. Dalam kasus Maria, karena pantas adanya bagi peranannya yang unik di dalam Penjelmaan Putra Allah, Maria dijaga sehingga tidak jatuh ke dalam dosa asal dan dijaga sehingga berada tanpa cela dari dampak-dampak dosa asal kepada raga dan jiwa. Demikianlah bagaimana Allah menyelamatkan Maria. Allah menjaga Maria sehingga tidak jatuh ke dalam dosa asal, sebagaimana pantas adanya untuk pengandungan kemanusiaan Allah Putra di dalam rahimnya. Faktanya, sewaktu anda memikirkan hal tersebut, tindakan rahmat di dalam Efesus 1:6 akan memiliki dampak tambahan, yakni, penjagaan dari dosa asal sederhananya jika seseorang menerima tindakan rahmat itu pada saat pertama kehidupannya. Sebagai contoh, bayangkan suatu dana perwalian yang telah dibuat untuk diwarisi oleh seseorang. Mari mengandaikan bahwa dana itu memuat uang yang begitu besar jumlahnya. Jika seseorang menerima dana itu menjelang akhir hidupnya, setelah ia memiliki utang, dana itu akan memampukan orang tersebut untuk melunasi utang yang dimilikinya. Tetapi, jika seseorang mendapatkan dana yang sama pada saat ia beranjak dewasa sebelum ia memiliki utang sama sekali, dana itu akan menjaga orang itu sehingga orang sama sekali tidak memiliki utang. Itulah dana yang sama, itulah rahmat yang sama secara kiasan, tetapi dana itu akan memiliki manfaat tambahan, yakni, menjaga orang tersebut sehingga tidak berutang sederhananya jika ia menerima dana itu pada saat yang sama sewaktu ia beranjak dewasa. Dengan cara yang serupa, jika seseorang memperoleh dosa asal dan lalu dirahmati dengan Penebusan Perjanjian Baru, tindakan rahmat itu memiliki dampak pengampunan terhadap dosa tersebut. Tetapi, jika Maria, yang menerima rahmat Penebusan Perjanjian Baru dengan suatu cara yang unik terlebih dahulu, dirahmati pada saat pengandungan, tindakan pengaruniaan rahmat itu akan memiliki dampak menjaga Maria bebas dari segala noda dosa asal. Dan, seperti yang sedang kami tunjukkan, begitulah cara Allah menyelamatkan Maria. Allah merahmati Maria sejak awal hidupnya demi menjaga Maria sehingga tidak jatuh ke dalam dosa asal sebagaimana pantas untuk peranannya yang unik dalam pengandungan kemanusiaan Putra Allah di dalam rahimnya. 1 Yohanes 1:8 Sekarang, sebelum kami berlanjut, kami perlu secara cepat menanggapi beberapa bantahan yang lain. Pertama, orang-orang sering mengutip 1 Yohanes 1:8 untuk berargumentasi bahwa Maria memiliki dosa.
Tetapi, argumen itu gagal oleh karena beberapa alasan.
Pertama-tama, di dalam 1 Yohanes 2:2, yang merupakan konteks langsung dari 1 Yohanes 1:8, karena tidak ada pembagian bab di dalam Alkitab orisinal – Yohanes membuat suatu pembedaan antara “dosa-dosa kita” dan dosa-dosa seluruh dunia. Maka, sewaktu ia berkata di dalam 1 Yohanes 1:8, “jika kita berkata bahwa kita tidak memiliki dosa”, ia tidak merujuk kepada seluruh dunia. Sebab, di dalam konteks ayat tersebut, ia membedakan kelompok yang ditandai dengan “kita”, dari seluruh dunia. Hal itu membuktikan bahwa pernyataannya di dalam 1 Yohanes 1:8, “jika kita berkata bahwa kita tidak memiliki dosa” bukanlah suatu pernyataan yang secara mutlak universal yang berlaku kepada setiap individu di seluruh dunia. Tetapi, pernyataan itu, seperti yang ditunjukkan oleh konteksnya, berlaku secara umum kepada hadirinnya secara langsung yang akan mengakui dosa-dosa pribadi (lihatlah 1 Yohanes 1:9).
Untuk berkata bahwa mereka tidak memiliki dosa, terutama sewaktu mereka akan mengakui dosa-dosa mereka, tentunya akan merupakan suatu dusta. Ayat itu bukanlah tentang Maria, yang menurut ajaran Perjanjian Baru dirahmati terlebih dahulu. Roma 3 dan 5
Selanjutnya, orang-orang juga membawa-bawa Roma bab 3 dan 5 untuk berargumentasi bahwa Maria pastinya telah mendapatkan dosa asal sebab dampak-dampak dosa Adam itu universal. Tetapi argumen itu juga gagal untuk membuktikan bahwa Maria tidak dirahmati dengan penjagaan dari dosa asal. Pertama-tama, hanya Gereja Katoliklah yang secara nyata mengajarkan bahwa semua orang mewarisi dosa asal dengan pengecualian yaitu Yesus Kristus dan Maria. Sebabnya, pada dasarnya semua orang Protestan dan non-Katolik berpendapat bahwa banyak anak-anak yang meninggal di dalam rahim, banyak orang yang meninggal sebagai bayi, dan banyak dari orang yang menderita cacat mental, walaupun mereka tidak sampai kepada iman akan Kristus atau tidak menerima pembaptisan, orang-orang itu masuk Surga.
Gereja Katolik, sebaliknya, mengajarkan bahwa akibat dosa asal, bayi-bayi dan orang-orang yang seperti mereka, yang meninggal tanpa pembaptisan, dan oleh karena itu meninggal tanpa regenerasi dan tanpa dipersatukan ke dalam Tubuh Kristus mereka semua tidak dapat masuk Surga.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa jika mereka mati tanpa pembaptisan, mereka masuk ke dalam bagian Neraka di mana tidak terdapat api. Mereka tidak dapat masuk Surga karena mereka membawa kebersalahan atas dosa asal; dan Allah, di dalam kebijaksanaan dan penyelenggaraan-Nya yang tak terbatas, mengizinkan mereka untuk mati dalam dosa Adam untuk suatu alasan.
Dari sudut pandang alkitabiah, jelas adanya bahwa seseorang tidak dapat masuk Surga jika ia membawa kebersalahan atas dosa asal dan belum diampuni darinya di dalam Kristus. Dosa asal pada dasarnya adalah hilangnya karunia supernatural, yakni, rahmat penyucian yang dianugerahkan oleh Allah atas Adam dan Hawa di dalam keadaan justifikasi awal. Hilangnya rahmat penyucian Adam dan Hawa disertai dengan hilangnya berbagai karunia lain yang telah diberikan kepada mereka di dalam keadaan justifikasi awal itu, tetapi hilangnya rahmat penyucian adalah yang paling penting.
Mohon mencatat bahwa rahmat penyucian adalah suatu karunia supernatural, yang melampaui kodrat manusia dan karunia itu dahulu diberikan kepada Adam dan Hawa oleh Allah. Manusia membutuhkan karunia supernatural itu, yakni, rahmat penyucian, untuk dapat masuk Surga. Adam kehilangan rahmat penyucian itu untuk para keturunannya dan rahmat penyucian itu hanya dipulihkan di dalam Kristus. Maka, jika para Protestan berpendapat bahwa banyak orang yang meninggal sebagai bayi-bayi masuk Surga, meskipun tanpa pembaptisan dan/atau iman akan Kristus, posisi mereka adalah bahwa individu-individu tersebut tidak pernah memiliki dosa asal (dan oleh karena itu merupakan pengecualian-pengecualian dari aturan) atau bahwa Allah secara rahasia dan tidak kelihatan membebaskan sejumlah besar dari orang-orang tersebut dari kebersalahan atas dosa asal, tanpa pembaptisan atau iman akan Kristus. Menurut posisi semacam itu, Allah membebaskan mereka dari kebersalahan atas dosa asal dengan suatu cara yang tidak disingkapkan di dalam wahyu. Untuk memegang posisi semacam itu, kenyataannya, adalah untuk mengedepankan pengecualian-pengecualian dari dampak-dampak dosa asal untuk banyak kategori orang-orang. Tidak seorang pun yang mengambil posisi semacam itu, dan termasuk pada dasarnya semua orang Protestan, dapat pada waktu yang bersamaan berargumentasi secara konsisten bahwa ayat-ayat di dalam Roma bab 3 dan 5 tentang universalitas dosa asal meniadakan secara mutlak suatu pengecualian yang istimewa dalam kasus Maria, terutama sewaktu terdapat ajaran alkitabiah yang eksplisit di dalam Perjanjian Baru sendiri bahwa Maria dirahmati secara istimewa dan unik dengan manfaat-manfaat Penebusan Perjanjian Baru serta kebebasan dari dosa terlebih dahulu, seperti yang telah kita lihat. Terdapat pula begitu banyak bukti alkitabiah, seperti yang kita akan lihat, bahwa Maria, sebagai Hawa baru dan Tabut Perjanjian Baru, dirahmati dengan penjagaan dari segala dosa sejak saat ia diciptakan agar ia menjadi suatu bejana yang pantas bagi sang manusia Allah. Dalam kata lain, ya, secara mutlak semua manusia di dalam Adam mati dan mewarisi dosa asal, kecuali jika seseorang dirahmati dengan Penebusan Perjanjian Baru sejak saat pertama keberadaannya sehingga dilindungi dari dosa asal; dan seperti yang sedang kami tunjukkan, itulah apa yang diajarkan oleh Kitab Suci sehubungan dengan Maria. Para Protestan juga tentunya berpendapat bahwa Yesus Kristus, walaupun Ia adalah seorang manusia sejati, di samping juga adalah Allah, tidak mewarisi dosa asal. Maka, orang-orang Protestan juga memandang Yesus sebagai suatu pengecualian dari aturan yang umum. Tentang perkara ini, penting adanya untuk mengutip Roma 5:18:
Nah, orang-orang Protestan mengakui bahwa tidak semua orang memperoleh pembenaran atau justifikasi. Mereka tidak percaya akan keselamatan universal. Mereka akan mengutip ayat-ayat lain di dalam Kitab Suci untuk membuat jelas bahwa dengan “semua” di dalam Roma 5:18, St. Paulus tidak bermaksud untuk berkata bahwa semua orang dibenarkan oleh tindakan Kristus, tetapi bahwa ia hanya mendeskripsikan orang-orang yang sungguh-sungguh menerima jasa-jasa Kristus. Nah, demikian pula, ajaran bahwa melalui seorang manusia semua orang telah berdosa, dst. merujuk kepada mereka yang sungguh-sungguh menerima dampak-dampak dari dosa Adam, dan bukan kepada mereka yang diindikasikan oleh Kitab Suci sebagai pengecualian, yakni, Allah yang menjadi manusia, tentunya, dan ia yang dirahmati secara istimewa, yaitu Maria. Harus dicatat pula bahwa konteks dari Roma bab 3 adalah tentang bagaimana semua bangsa, baik Yahudi dan bangsa-bangsa lainnya, berada di bawah dosa. Hal itu tentunya benar. Tetapi, hal itu tidak meniadakan pengecualian-pengecualian yang istimewa terhadap dosa asal sewaktu Kitab Suci memberikan bukti bahwa pengecualian semacam itu ada (seperti di dalam kasus Yesus dan Maria). Sehubungan dengan hal ini, sangat penting adanya untuk menekankan bahwa bentuk justifikasi yang tersedia di dalam Perjanjian Lama adalah suatu bentuk yang awal dan lebih rendah, yang tidak mengaruniakan justifikasi serta kesempurnaan yang sejati yang tersedia di dalam masa Perjanjian Baru. Ibrani bab 7-11 membuat hal itu sangat jelas, bahwa kesempurnaan tidak dapat tercapai di bawah imamat Lewi dan Perjanjian Lama. Jika tidak, Kristus tidak akan telah perlu datang. Perjanjian Lama merupakan perjanjian yang lebih rendah berdasarkan janji-janji yang lebih rendah.
F.F. Bruce, seorang sarjana Alkitab yang non-Katolik pada dasarnya mengungkapkan hal tersebut secara benar sewaktu ia berkata:
Dosa asal hanya diampuni, dan kesempurnaan hanya dianugerahkan, melalui Penebusan oleh Yesus Kristus. Pengampunan dosa asal dan penganugerahaan kesempurnaan itu hanya datang melalui penerapan manfaat-manfaat Penebusan Kristus kepada seseorang. Orang-orang yang memperoleh justifikasi di dalam masa Perjanjian Lama mampu mencapai suatu persahabatan awal dengan Allah, yang menyanggupkan mereka untuk menantikan Penebusan oleh Yesus Kristus, dan oleh karena itu, menghindari Neraka, tetapi mereka tetap terpenjara dan tidak dapat disempurnakan, sampai mereka menerima Penebusan melalui darah Yesus. Itulah persisnya mengapa Ibrani 11:39-40 berkata demikian tentang para tokoh iman yang teragung di dalam Perjanjian Lama, termasuk Abraham, Musa, dan lain sebagainya.
Perhatikan, para tokoh teragung dari iman tidak dapat sampai kepada kesempurnaan di dalam masa Perjanjian Lama. Itulah pula mengapa orang-orang tidak dapat masuk Surga sampai setelah Yesus Kristus datang untuk menebus dunia. Rahmat dan kebenaran datang melalui diri-Nya (Yohanes 1:17). Yesus Kristus, Anak Domba Allah, adalah Ia yang menghapus dosa dunia (Yohanes 1:29)
Ia, dan Ia seorang diri, adalah Penyelamat dan Penebus umat manusia, yang menghapuskan tulisan dari ketentuan yang mendakwa kita (Kolose 2:14)
Itulah mengapa di dalam Surat kepada Jemaat di Efesus, St. Paulus, yang menulis kepada orang-orang Yahudi dan bangsa-bangsa, mendeskripsikan mereka semua secara kodrati sebagai anak-anak yang patut dimurkai yang memerlukan pengampunan Kristus (Ef. 2:3)
Arti dari hal ini adalah sewaktu Maria menerima rahmat Penebusan Perjanjian Baru dengan suatu cara yang unik terlebih dahulu, seperti yang telah kami tunjukkan, Maria dirahmati dengan sesuatu – suatu kesempurnaan dan kebebasan penuh dari dosa – yang tidak didapatkan oleh seorang pun sebelum Penyaliban Kristus. Rahmat itu hanya diberikan kepada Maria. Jadi, pertanyaannya adalah: mengapa Maria dirahmati secara istimewa dengan cara demikian terlebih dahulu? Terdapat suatu alasan untuk hal itu. Ia harus dirahmati sejak saat pertama ia dikandung, dan dijaga sehingga sama sekali tidak mewarisi dosa asal, agar tubuh dan jiwanya akan menjadi suatu bejana yang pantas untuk mengandung Putra Allah.
1 Korintus 15:45 serta Roma 5:14 memberi tahu kita bahwa Yesus adalah Adam yang baru. Yesus, yang, seorang diri adalah sang Penebus dan Juru Selamat umat manusia, seperti yang dinyatakan secara khidmat oleh Konsili Trente, membuat batal kutukan Adam.
Sebagaimana seorang manusia, Adam, menenggelamkan dunia ke dalam dosa; seorang manusia, Allah yang menjadi manusia, Yesus Kristus, menyelamatkan dunia dari dosa-dosanya. Tetapi, sebagaimana “sang wanita”, Hawa, terlibat secara intim di dalam peristiwa-peristiwa yang menuntun kepada dosa asal Adam, seperti yang kita baca di dalam Kejadian 3, terdapat seorang wanita yang berbeda yang secara intim terlibat di dalam peristiwa-peristiwa yang menuntun kepada Penebusan.
Wanita itu adalah Maria, bunda Yesus Kristus. Itulah mengapa Maria disebut sebagai “wanita” di dalam Injil.
Seorang putra tidak biasanya memanggil ibundanya dengan sebutan “wanita” pada waktu itu, seperti yang diakui oleh beberapa orang Protestan.
Maria disebut sebagai “wanita” di dalam Injil karena ia adalah Hawa yang baru, seperti yang ditegaskan oleh banyak paralel alkitabiah antara Hawa dan Maria, dan seperti yang diakui oleh para bapa dari periode-periode terawal dari sejarah Gereja (termasuk St. Yustinus Martir dan St. Ireneus).
Kenyataannya, Eric Svendsen yang Protestan mengakui bahwa terdapat “suatu kecenderungan yang umum dari antara para bapa awal untuk memandang Maria sebagai suatu antitipe [yakni, penggenapan Perjanjian Baru] dari Hawa.” (Eric D. Svendsen, Who Is My Mother? [Siapakah Ibunda-Ku], hal. 304) Nah, jiwa Hawa, sama seperti jiwa Adam, diciptakan tanpa dosa asal. Adam dan Hawa diciptakan di dalam keadaan justifikasi awal. Jika Allah menciptakan wanita pertama (yakni, Hawa pertama) tanpa suatu dosa pun, maka Ia mampu menciptakan Hawa yang kedua yang lebih agung (yakni Santa Perawan Maria) dan menjaganya bebas dari segala dosa. Itulah persisnya apa yang Allah lakukan. Hal itu pantas dilakukan-Nya menimbang kekudusan-Nya sendiri, sebab Ia akan menjadi seorang manusia di dalam rahim Maria. Faktanya, sewaktu Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa asal, Allah berkata kepada Hawa: “Aku akan memperbanyak dukacitamu” dan “di dalam dukacita engkau akan melahirkan anak-anak.”
Hukuman atas dosa asal berhubungan dengan dukacita. Bukanlah semata-mata suatu kebetulan, bahwa sang malaikat berkata kepada Maria di Lukas 1:28: Chaire, yang sering diterjemahkan sebagai Salam, tetapi yang secara harfiah berarti Bersukacitalah. Bersukacita adalah lawan dari berdukacita. Maria, dalam konteks yang sama di mana ia disebut Wahai engkau yang dirahmati, diberi tahu agar ia bersukacita, sebab ia adalah antitesis dari Hawa, yang dijaga dari noda dosa asal.
Sewaktu Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa asal, Allah juga berkata kepada Adam bahwa ia “terkutuk”.
Tetapi, di dalam Lukas 1:42, Elisabet berkata kepada Maria “Terberkatilah engkau di antara wanita, dan terberkatilah buah rahimmu!”
Perhatikanlah deskripsi paralel ini. Maria disebut terberkati di dalam konteks yang sama, dan dengan deskripsi yang sama, sebagaimana Yesus, buah rahimnya, disebut terberkati. Walaupun Yesus tentunya adalah Allah sejati dan manusia sejati dan Maria hanyalah seorang manusia, mereka berdua disebut terberkati dengan deskripsi yang sama dalam konteks yang sama karena, sebagai Adam yang baru dan Hawa yang baru, mereka dijaga bebas dari kebersalahan dan kutukan dari dosa Adam.
Fakta bahwa Maria adalah Hawa yang baru, yang dengan fiat-nya “terjadilah padaku” di dalam Lukas 1:38 membatalkan ketidaktaatan Hawa, juga adalah alasan bahwa Kejadian 3:15 berkata bahwa Allah akan membuat perseteruan – yakni, permusuhan, perpecahan, atau perlawanan – antara sang ular dan “sang wanita.” Di dalam nubuat Kejadian 3:15 itu, yang berbicara tentang seorang wanita yang bermusuhan dengan sang ular, kita membaca tentang kejayaan yang akan dianugerahkan melalui benih sang wanita.
Di dalam Alkitab, anak-anak dan keturunan seorang pria disebut sebagai benih pria itu. Benih sang wanita, oleh karena itu, tidaklah lazim. Di dalam Kejadian 3:15, istilah ini merujuk kepada seorang anak yang dihasilkan oleh seorang wanita seorang diri. Nubuat tentang benih sang wanita merujuk kepada dikandungnya Yesus Kristus secara perawan di dalam rahim Maria. Faktanya, banyak orang Protestan mengakui bahwa Yesus Kristus adalah benih dari sang wanita yang dinubuatkan di dalam Kejadian 3:15.
Karena benih sang wanita adalah Yesus Kristus, wanita yang diidentifikasikan sebagai bermusuhan dengan sang ular adalah Maria, Bunda Yesus. Wanita itu bukanlah Hawa, yang ditaklukkan oleh sang ular, melainkan Maria.
Hal ini juga ditegaskan oleh kontras yang amat jelas antara nubuat Kejadian 3:15 dan perkataan Allah kepada Hawa di dalam ayat yang berikutnya, Kejadian 3:16. Di dalam Kejadian 3:15, Allah menyatakan kejayaan yang akan dimiliki oleh “sang wanita” dalam permusuhannya terhadap sang ular serta kemenangan yang akan didapatkan oleh benih wanita itu, sedangkan di dalam ayat yang berikutnya, Kejadian 3:16, Allah berkata kepada Hawa dengan cara yang amat berbeda. Ia menggambarkan keberadaan Hawa sebagai suatu hal yang akan dicirikan oleh dukacita dan penaklukkan yang lebih besar. Hal ini menunjukkan lebih lanjut bahwa kitab Kejadian berbicara tentang dua wanita yang berbeda. Permusuhan Maria dengan sang ular dan kemenangan yang dimiliki oleh benihnya, Yesus Kristus, di masa depan dinubuatkan di dalam Kejadian 3:15, sedangkan hukuman untuk Hawa disebutkan di dalam Kejadian 3:16. Maria, oleh karena itu, adalah wanita dari nubuat Kejadian 3:15. Karena Allah menubuatkan bahwa Ia akan membuat permusuhan antara sang ular dan sang wanita, Maria harus telah dijaga bebas dari dosa asal. Sebabnya adalah orang-orang yang berada di dalam dosa asal, secara kodrati adalah anak-anak yang patut dimurkai dan milik Iblis (Efesus 2:3). Satu-satunya cara agar sang wanita mungkin telah memiliki permusuhan secara penuh dengan sang ular, sebagai penggenapan dari nubuat, adalah melalui penjagaan dari dosa asal. Memang, pantas adanya bahwa sebagai Adam yang baru dan Hawa yang baru dari umat manusia yang baru akan ditebus di dalam Kristus, Yesus dan Maria akan dijaga bebas dari dosa asal dan oleh karena itu memiliki ketidakbernodaan asal dalam jiwa dan raga yang dimiliki oleh Adam dan Hawa sebelum mereka jatuh ke dalam dosa. Maria juga adalah Tabut Perjanjian Baru. Tabut Perjanjian Lama adalah Peti Suci yang disertai dengan kehadiran rohani Allah, awan kemuliaan-Nya. Tabut itu mengandung loh-loh batu suci yang bertuliskan sabda Allah, serta manna dari padang gurun, dan juga tongkat Harun yang melambangkan imamat agung yang sejati. Nah, Maria mengandung Yesus Kristus.
Manna sejati dari Surga, Yohanes 6:48-51 – dan imam agung sejati, Ibrani 3:1
Tabut Perjanjian Lama secara pasti adalah suatu tipe dari Perawan Maria, sama seperti apa yang dikandungnya adalah suatu tipe dari Yesus Kristus. Sama sekali tiada keraguan tentang hal ini. Hal itu bahkan diperjelas oleh paralel-paralel antara apa yang dikatakan oleh 2 Samuel 6 tentang Tabut Perjanjian Lama dan apa yang dikatakan oleh Lukas bab 1 tentang Maria. Di dalam 2 Samuel 6:9:
Di dalam Lukas 1:43, Elisabet berkata sehubungan dengan Maria:
Di dalam 2 Samuel 6:16, kita membaca bahwa Daud meloncat di hadapan Tabut Perjanjian.
Di dalam Lukas 1:41-44, kita membaca bahwa sang bayi melonjak saat Maria hadir.
Di dalam 2 Samuel 6:11, kita membaca bahwa Tabut Perjanjian tinggal bersama Obed-Edom selama tiga bulan.
Di dalam Lukas 1:56, kita membaca bahwa Maria tinggal bersama Elisabet selama kira-kira tiga bulan.
Dan masih ada lagi. Di Wahyu 11:19, kita membaca bahwa Tabut Perjanjian Allah terlihat dan pada ayat yang berikutnya, Wahyu 12:1, kita membaca suatu gambaran tentang seorang wanita.
Kepastian alkitabiah bahwa Maria adalah Tabut Perjanjian Baru juga ditegaskan oleh paralel antara Keluaran 40:35 dan Lukas 1:35. Kehadiran Allah menaungi Tabut Perjanjian Lama, sama seperti bagaimana Yang Mahatinggi akan menaungi Maria.
Kata bahasa Yunani yang sama episkiadzo digunakan di kedua ayat – yakni, di dalam versi bahasa Yunani dari Lukas 1:35 dan di dalam terjemahan berbahasa Yunani dari Keluaran 40:35, yaitu Septuaginta, untuk menggambarkan bagaimana Allah turun ke atas masing-masing Tabut Perjanjian. Maria adalah Tabut Perjanjian Baru. Sama sekali tidak ada keraguan untuk hal ini. Fakta bahwa Maria yang mengandung Allah sendiri adalah Tabut Perjanjian Baru telah diakui oleh banyak Bapa Gereja, termasuk St. Atanasius, seorang individu yang akan diklaim diakui oleh banyak orang Protestan sebagai seorang Kristen awal yang penting.
Fakta bahwa Maria adalah Tabut Perjanjian Baru mengisahkan banyak hal tentang dirinya. Tabut Perjanjian Lama adalah hal yang tersuci di dunia di samping Allah sendiri. Kita membaca di 2 Samuel 6 bahwa Allah membunuh Uza karena ia menyentuh Tabut tersebut.
Tentang peristiwa ini, R.C. Sproul, seorang Protestan, berkata:
Komentar Sproul menggambarkan dengan sangat baik mengapa Maria, dari mana Putra Allah mengambil kemanusiaan-Nya, harus dilindungi dari segala noda dosa asal.
Sama seperti Tabut Perjanjian Lama yang dibuat suci dan dibuat dari emas yang termurni, Maria, Tabut Perjanjian Baru, harus diciptakan dalam keadaan tanpa dosa dan sempurna. Tabut Perjanjian Lama juga memiliki kekuatan yang besar terhadap Iblis dan segala musuh Allah sewaktu Tabut itu menolong umat Allah, seperti juga Maria.
Di dalam Kolose 2:9, kita membaca bahwa di dalam Yesus Kristus, berdiam segenap kepenuhan dari keilahian secara lahiriah.
Di dalam Matius 1:20, kita membaca bahwa Maria mengandung Yesus Kristus dari Roh Kudus. Lukas 1:31 memberi tahu kita bahwa pengandungan dari Roh Kudus terjadi di dalam rahim Maria. Pengandungan itu terjadi di dalam daging milik Maria.
Menimbang ajaran Alkitab tentang kekudusan Allah – dan apa yang telah kita lihat tentang kekudusan Tabut Perjanjian Lama, yang menyertai kehadiran rohani Allah di dalam Perjanjian Lama – apakah lebih masuk akal untuk percaya bahwa Roh Kudus menciptakan kemanusiaan Putra Allah yang Mahakuasa di dalam daging atau rahim yang dinodai dan dilukai oleh dosa asal ataukah di dalam rahim yang dijaga bebas darinya? Tentunya lebih masuk akal untuk percaya bahwa Roh Kudus menciptakan kemanusiaan Putra Allah di dalam rahim yang dijaga bebas dari dosa asal. Di dalam Keluaran 33, Allah berkata bahwa Ia tidak akan tinggal bersama Israel karena keberdosaan bangsa itu akan mengharuskan-Nya untuk memusnahkan atau membunuh mereka, seandainya Ia harus tinggal bersama mereka. Itulah sebabnya Allah tinggal hanya bersama Tabut Perjanjian.
Apakah masuk akal bahwa Allah, yang sedemikian kudusnya, hendak mengambil daging dari, dan tinggal di dalam rahim seorang wanita yang ternodai oleh dosa asal, yang menderita gerak-gerik konkupisensi? Tidak, tidak masuk akal. Di samping itu, Efesus 2:3, yang merujuk kepada dosa asal, berkata bahwa orang-orang secara kodrati adalah anak-anak yang patut dimurkai. Apakah Allah akan telah memilih untuk mengambil daging dari, dan tinggal di dalam rahim seorang wanita yang, secara kodrati, adalah anak yang patut dimurkai? Pandangan itu sama sekali tidak masuk akal. Dan jika Maria tidak memiliki kebersalahan atas dosa asal di dalam jiwanya sewaktu Putra Allah menjadi seorang manusia di dalam rahimnya, seperti yang telah kami buktikan dari Lukas 1:28 dan seperti yang dapat disimpulkan secara logis dari kekudusan Allah; mengapakah Allah tidak hendak menjaga Maria dari noda dosa asal sejak awalnya? Allah memang menghendaki dan melakukannya. Apa yang kita lihat di sini adalah bahwa para Protestan yang menolak ketidakberdosaan Maria, dan bahkan yang menyerang dogma itu, mereka melakukannya karena mereka tidak mengerti Kitab Suci dan karena mereka gagal untuk menyadari kekudusan Yesus Kristus, yang adalah Allah sejati dan manusia sejati. Perlawanan mereka terhadap kebenaran tentang Maria sebenarnya berakar dari kegagalan mereka untuk percaya akan kebenaran tentang Yesus. Hak-hak istimewa yang luhur milik Maria diperlukan oleh martabat Yesus Kristus. Allah merahmati Maria dengan demikian agar Maria akan menjadi suatu bejana yang layak bagi Penjelmaan Yesus, menimbang fakta bahwa Maria akan memiliki hubungan fisik dengan Yesus yang tidak dimiliki oleh seorang lain pun. Lukas 1:28 mencatat kata-kata sang malaikat kepada Maria sebagai: Χαῖρε, κεχαριτωμένη. Seperti yang telah kita lihat, kata-kata ini berarti Salam atau Bersukacitalah, wahai engkau yang dirahmati. Partisip perfek pasif κεχαριτωμένη ada di dalam kasus vokatif. Kasus vokatif digunakan untuk menyapa seseorang secara langsung.
Sebagai contoh, di dalam bahasa Latin, kita menggunakan Domine, bentuk vokatif dari Dominus (yang berarti Tuhan) untuk menyapa Tuhan secara langsung dan penuh hormat. Lukas 1:28 menggunakan κεχαριτωμένη suatu partisip dalam kasus vokatif karena sang malaikat sedang menyapa Maria secara langsung dengan sebutan ‘Wahai engkau yang dirahmati.’ Sang malaikat menyapanya, ‘Wahai engkau yang dirahmati’. Di dalam kebiasaan Semit dan Ibrani, nama seseorang sering menandakan karakter, esensi, atau realitas orang itu. Maria disebut dengan namanya, Wahai engkau yang dirahmati, karena ia telah dirahmati secara istimewa, dengan manfaat-manfaat Penebusan Perjanjian Baru terlebih dahulu – suatu cara yang tidak dialami oleh seorang lain pun. Faktanya, sama seperti bagaimana sang malaikat berkata kepada Maria Χαῖρε, κεχαριτωμένη, Salam, wahai engkau yang dirahmati, di dalam tiga injil yang berbeda kita membaca bahwa para serdadu yang mencemooh Yesus menggunakan kata yang sama, Χαῖρε, sewaktu mereka berkata:
Para serdadu menggunakan kata Χαῖρε sebelum menyapa Yesus dengan gelar-nya yang sejati, Raja orang Yahudi, persis seperti bagaimana Malaikat menggunakan kata Χαῖρε sebelum menyapa Maria dengan gelar sejatinya, wahai engkau yang dirahmati. Di samping itu, kala linguistik perfek dalam bahasa Yunani menandakan suatu tindakan yang telah tuntas di masa lalu tetapi yang memiliki hasil yang terus berada di masa kini. Jadi, sewaktu sang malaikat datang menemui Maria dan menyebutnya, wahai engkau yang dirahmati, partisip perfek pasif κεχαριτωμένη menandakan bahwa Maria sudah berada di dalam keadaan dirahmati tersebut. Kenyataan itu membantah lebih lanjut orang-orang Protestan yang mengklaim bahwa κεχαριτωμένη, wahai engkau yang dirahmati, hanya merujuk kepada fakta bahwa Maria dirahmati karena ia mengandung Putra Allah. Kita tahu bahwa pandangan semacam itu salah bukan hanya dari hubungan dengan Efesus 1:6, seperti yang telah kami tunjukkan, di mana kata kerja charito secara khusus menandakan tindakan penerapan manfaat-manfaat dari Penebusan kepada seseorang, tetapi kita juga tahu bahwa pandangan itu salah dari fakta bahwa Lukas 1:31 dan Lukas 1:35, di dalam konteks yang satu ini, mendeskripsikan pengandungan Yesus Kristus di dalam rahim Maria sebagai suatu peristiwa di masa depan: “engkau akan mengandung di dalam rahimmu”, “Roh Kudus akan turun atasmu”, “Yang Mahatinggi akan menaungi engkau.”
Perhatikan penggunaan kala linguistik masa depan. Maka, pengandungan Kristus di dalam rahim Maria belum terjadi di Lukas 1:28. Tetapi, ayat itu menyatakan bahwa Maria telah dirahmati – suatu tindakan yang terjadi di masa lalu dan yang memiliki hasil yang tetap berada sampai masa kini. Maka, terdapat suatu perbedaan yang pasti antara rahmat yang diterima oleh Maria dan pengandungan Yesus Kristus di dalam rahimnya. Dan seperti yang telah kami tunjukkan, rahmat yang telah diterima oleh Maria adalah suatu penerapan terlebih dahulu akan manfaat-manfaat dari Penebusan serta kebebasan penuh dari dosa. Tentunya, alasan bahwa Maria menerima tindakan rahmat itu terlebih dahulu adalah bahwa ia harus mengandung Putra Allah di masa depan, tetapi terdapat suatu perbedaan antara tindakan rahmat yang manfaatnya telah ia nikmati dari saat sang malaikat pertama kali tiba dengan pengandungan Kristus di masa depan di dalam rahimnya. DI samping itu, sangatlah menarik untuk kembali mempertimbangkan Kejadian 3:15 dan nubuat tentang benih sang wanita. Seperti yang telah kami bahas, benih sang wanita merujuk kepada pengandungan Yesus Kristus di dalam rahim Perawan Maria, serta kejayaan atas sang ular.
Jadi, di dalam bab yang sama yang mencatat jatuhnya manusia ke dalam dosa asal, Kejadian bab 3, Allah membuat suatu nubuat tentang benih seorang wanita yang tidak akan berada di bawah kuasa ular. Benih sang wanita akan berjaya atas sang ular dan menjadi seorang musuh baginya. Hal itu menunjukkan bahwa benih dari sang wanita yang dinubuatkan tidak akan ternodai oleh hal yang dideritakan oleh sang ular kepada benih segenap umat manusia yang lain. Jika benih sang wanita tidak dinodai oleh sang ular dan berbeda dari benih sang ular, hal itu membuktikan bahwa Maria dijaga bebas dari dosa asal sejak saat ia dikandung. Berikut alasannya. Seperti yang telah kami tunjukkan, jika seseorang dikandung dalam dosa asal tetapi lalu diampuni darinya, tetap ada suatu kerusakan di dalam daging orang itu yang merupakan akibat dikandungnya orang itu di dalam dosa asal, karena orang itu telah dikandung di bawah kuasa sang ular. Seperti yang telah kita lihat, kerusakan dalam daging itu disebut sebagai konkupisensi, atau kecenderungan untuk berbuat dosa. Itulah yang disebut oleh St. Paulus sebagai hukum lain di dalam anggota tubuhnya. Itulah hukuman kepada manusia yang dikandung di dalam dosa asal, karena orang itu telah menerima benih Adam yang ternodai. Itulah hasil dari kejayaan sang ular atas Adam. Tetapi, pertimbangkanlah bahwa benih sang wanita dinyatakan akan berjaya atas sang ular. Benih sang wanita, oleh karena itu, tidak dirusakkan oleh sang ular. Perhatikan bahwa benih itu adalah milik sang wanita. Benih itu miliknya. Benih itu merujuk kepada apa yang ada di dalam daging sang wanita dan berasal dari dagingnya. Maka, daging dari wanita yang dinubuatkan itu tidak dirusakkan oleh sang ular. Hal itu tidak akan demikian adanya seandainya Maria telah dikandung di dalam dosa asal dan lalu diampuni darinya pada awal hidupnya. Hal itu hanya mungkin benar jika Maria, sang wanita yang dinubuatkan, telah dirahmati dengan dijaga bebas dari segala noda dosa asal sejak saat ia dikandung dan diciptakan, dan oleh karena itu dijaga bebas bahkan dari konkupisensi dan kecacatan dalam daging yang membuat seseorang cenderung berdosa, yang merupakan hasil dari kejayaan sang ular. Itulah sebabnya, di dalam nubuat Kejadian 3:15, Alkitab memang menunjukkan bahwa keadaan Maria yang telah dirahmati, suatu keadaan yang kita ketahui dari partisip perfek pasif κεχαριτωμένη di dalam Lukas 1:28, sudah ada bahkan sebelum sang malaikat tiba dan sebelum Kristus dikandung di dalam rahim Maria. Ini adalah suatu keadaan yang terentang sampai waktu di mana Maria sendiri dikandung, sehingga daging dan jiwa Maria, pada masa pembentukannya, dijaga bebas dari dosa asal dan dari segala tanda-tanda penaklukkan oleh sang ular. Di samping itu, dengan mengerti nubuat Kejadian 3:15 tentang bagaimana sang wanita yang telah dinubuatkan serta benih dari sang wanita akan berseteru dengan sang ular, dan berbeda dari benih sang ular, kita akan memperoleh kunci untuk memahami ajaran kitab Roma tentang universalitas dosa asal sehubungan dengan hal ini.
Ya, dosa asal memang diperoleh secara universal dengan pengecualian sang wanita yang dinubuatkan serta benih wanita itu, Yesus Kristus. Dan pengecualian-pengecualian itu secara pantas ditunjukkan di dalam bab yang sama dari Alkitab yang menceritakan jatuhnya manusia ke dalam dosa asal, Kejadian bab 3. Hal ini sungguh masuk akal. Dalam kata lain, tempat yang persis di mana Alkitab mencatat dosa asal dan menyatakan secara khusus hukuman-hukuman atas Adam dan Hawa, dan menubuatkan tentang benih sang ular, di tempat yang sama itu juga menetapkan dan menandai pengecualian-pengecualian dalam kasus sang wanita yang dinubuatkan serta sang Penebus yang akan dilahirkannya.
Itulah pula mengapa Galatia 4:4 berkata, “Tetapi setelah genapnya waktu, Allah mengutus Putra-Nya, yang terlahir dari wanita.” Perhatikan, di dalam konteks Penebusan dunia oleh Putra setelah genapnya waktu, St. Paulus tidak berkata bahwa Allah mengutus Putra-Nya yang terlahir dari Maria. Ia berkata bahwa Allah mengutus Putra-Nya yang lahir dari wanita. Di dalam ayat ini, yang menggambarkan Penebusan oleh Kristus setelah genapnya waktu, Maria dirujuk dengan sebutan wanita, dan bukan dengan nama dirinya, Maria, sebab ia adalah wanita yang dinubuatkan di dalam nubuat Kejadian 3:15 tentang benih sang wanita dan kejayaan atas sang ular. Di samping itu, di dalam Efesus 2:16, kita membaca bahwa Kristus memperdamaikan orang Yahudi serta bangsa-bangsa kepada Allah di dalam satu tubuh.
Sewaktu seseorang diperdamaikan dengan Allah, orang itu dipindahkan dari keadaan Adam yang berdosa kepada keadaan rahmat dengan diterapkannya Penebusan Perjanjian Baru kepada jiwanya. Perjanjian Baru mengajarkan bahwa perdamaian atau perpindahan dari keadaan dosa kepada keadaan rahmat, yang merupakan hasil dari penerimaan Penebusan Perjanjian Baru, terjadi di dalam Tubuh Kristus yang esa, yakni, Gereja-Nya. Tetapi, seperti yang telah kami tunjukkan, Maria dirahmati dengan manfaat-manfaat Penebusan Perjanjian Baru terlebih dahulu bahkan sebelum terbentuknya Tubuh Mistis Kristus, yakni, Gereja-Nya, dan bahkan sebelum tubuh manusiawi milik Kristus dikandung di dalam rahim Maria. Maria dirahmati dengan Penebusan Perjanjian Baru sebelum Putra Allah yang Mahakuasa menjadi daging, dan oleh karena itu, sebelum adanya Tubuh Kristus yang di dalamnya seseorang akan diperdamaikan atau dipindahkan dari keadaan dosa. Fakta bahwa Maria dirahmati dengan Penebusan Perjanjian Baru sebelum terbentuknya Tubuh Kristus konsisten dengan fakta bahwa Maria tidak diperdamaikan ataupun dipindahkan dari dosa kepada rahmat, seperti yang terjadi kepada para umat beriman sejati setelah Kebangkitan melalui Tubuh Kristus. Apa yang sesungguhnya terjadi kepada Maria adalah bahwa ia dirahmati dengan penjagaan dari dosa, dan bukan dengan perdamaian. Hal ini konsisten dengan peranan Maria yang unik serta cara Maria memperoleh rahmat terlebih dahulu yang unik. Ciri khas Maria adalah bahwa ia telah dirahmati dari sejak saat pertama kehidupannya, sebagaimana pantas adanya bagi Hawa yang baru, Tabut Perjanjian Baru, dan Bunda Allah. Selebihnya, di sini kami perlu membantah suatu penolakan.
Roma 1:3 berkata bahwa Yesus adalah benih Daud. Karena benih itu adalah benih Daud, Daudlah yang mempunyai benih itu, beberapa orang mungkin bertanya, apakah hal itu berarti bahwa Daud dikandung tanpa dosa asal? Jawabannya, tentunya tidak. Seperti begitu banyak argumen yang keliru serta argumen orang-orangan sawah yang sering diajukan oleh para Protestan, bantahan terhadap penolakan ini dapat ditemukan hanya dengan mempertimbangkan konteks dari ayat-ayat sesudahnya. Konteks, demikianlah yang sering terjadi, memberikan petunjuknya. Fakta bahwa Yesus adalah benih Daud bukan berarti bahwa Daud dikandung tanpa dosa asal, karena konteks dari Roma 1:3, serta ayat-ayat yang serupa, adalah bahwa Yesus merupakan benih Daud seturut daging. Yesus sungguh-sungguh adalah benih Daud, karena Ia adalah keturunan Daud yang sejati di dalam kemanusiaan-Nya. Ya, Yesus sungguh-sungguh adalah manusia, dan juga Allah. Yesus memiliki DNA manusia sejati dan kodrat manusia sejati, di samping kodrat ilahi yang selalu ada. Yesus adalah satu pribadi ilahi, Putra Allah, dengan dua kodrat. Tetapi, konteks dari nubuat Kejadian 3:15, seperti yang telah kita lihat, bukanlah sederhananya tentang diwariskannya kodrat manusia melalui benihnya, melainkan suatu nubuat tentang persatuan atau permusuhan rohani dengan sang ular sebagai hasil dari dosa asal – suatu dosa yang diwariskan melalui benih manusia di dalam tindak penghasilan keturunan atau generasi. Omong-omong, itulah salah satu alasan bahwa dosa asal juga disebut sebagai dosa orisinal. Dosa asal diwariskan kepada sang anak melalui benih dalam tindak penghasilan keturunan atau generasi. Maka, kembali lagi, konteks dari Kejadian 3:15 adalah suatu nubuat tentang persatuan rohani dari benih itu dengan atau melawan sang ular sebagai suatu hasil dari dosa asal. Di dalam nubuat itu tentang bilamana benih manusia akan secara rohani bersatu dengan ular sebagai suatu hasil dari dosa asal Adam, dan sebagai suatu hasil diwariskannya benih Adam yang terusakkan yang berada di bawah kuasa sang ular, sang wanita, yakni Maria, dan benihnya, yakni Yesus, diindikasikan sebagai pengecualian, sebagai manusia yang bermusuhan dengan sang ular. Sangatlah menarik pula untuk mencatat bahwa walaupun Wahai engkau yang dirahmati adalah suatu terjemahan harfiah dari κεχαριτωμένη, “penuh rahmat” juga adalah suatu terjemahan yang akurat, seperti yang diakui oleh banyak orang Protestan.
Kenyataannya, “penuh rahmat” sesungguhnya menangkap inti dari makna κεχαριτωμένη. Sebabnya adalah bahwa di dalam Efesus 1:7, yang menjelaskan lebih lanjut hasil dari tindakan rahmat di dalam Efesus 1:6, kita membaca bahwa manfaat-manfaat dari Penebusan diberikan “sesuai dengan kekayaan rahmat-Nya.” Kata dalam bahasa Yunani untuk “kekayaan” di dalam Efesus 1:7 adalah ploutos (πλοῦτος). Ploutos dan semua kata kerabatnya berasal dari suatu akar kata yang sama yang berarti “memenuhi atau dipenuhi”. Sarjana alkitab yang beragama Protestan, Harold Hoehner, berkata demikian tentang kata ploutos di dalam Efesus 1:7: “Kata ini pada dasarnya berasal dari ide ‘penuh, dipenuhi.’”
Nah, kami telah menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan yang langsung, bahkan yang diakui oleh para Protestan, antara tindakan rahmat yang dideskripsikan di dalam Efesus 1:5-7 dan Lukas 1:28. Hasil dari tindakan rahmat Efesus 1:5-7, yang melaluinya seseorang menerima manfaat-manfaat Penebusan, seperti regenerasi, adalah bahwa orang itu menerima suatu ploutos – suatu kekayaan atau kepenuhan rahmat. Maka, bukanlah suatu kebetulan bahwa Gereja Katolik, Gereja Kristus yang satu dan sejati, di luar mana tidak terdapat keselamatan, telah dengan benar menyebut Maria sebagai penuh rahmat. Allah memimpin Gereja-Nya untuk melakukan hal itu karena gelar itu secara sempurna mengungkapkan apa yang persisnya terjadi sewaktu Penebusan Perjanjian Baru, serta kebebasan yang penuh dari dosa yang dianugerahkannya, diterapkan kepada jiwa; orang itu menerima kepenuhan rahmat. Maria menerima kepenuhan rahmat itu dengan suatu cara yang unik, istimewa, dan terlebih dahulu. Maka, orang-orang yang memiliki mata untuk melihat harus menyadari, bahwa bukanlah hanya semata-mata suatu kebetulan bahwa kata kerja Χαρίτῶ [charito] hanya digunakan dua kali di dalam Perjanjian Baru. Allah memastikan agar hal itu terjadi demikian. Allah mengatur sehingga kata kerja itu akan digunakan satu kali di dalam Efesus 1:6, untuk mengungkapkan bagaimana semua orang yang lain – yakni, bagaimana semua umat beriman yang sejati, setelah kedatangan Kristus, menerima manfaat-manfaat Penebusan Perjanjian Baru, dengan dipersatukan ke dalam Tubuh Kristus – manfaat-manfaat itu termasuk regenerasi dan pengampunan dosa secara penuh. Dan Allah memastikan agar kata kerja itu hanya akan digunakan satu kali lagi, dalam rujukan terhadap seseorang yang spesifik – satu-satunya orang yang dirahmati dengan manfaat-manfaat itu terlebih dahulu, dengan suatu cara yang tidak diterima oleh orang lain. Orang yang satu ini menerima manfaat-manfaat itu sebelum Kebangkitan Kristus, dan bahkan sebelum Putra Allah menjadi manusia di dalam rahimnya. Memang, orang ini sudah memiliki manfaat-manfaat tersebut sewaktu sang malaikat tiba. Maka, adalah suatu hal yang secara mutlak benar untuk berkata bahwa Perjanjian Baru mengkhususkan cara Allah menebus Maria. Semua orang lain ditebus dengan suatu cara, sedangkan Maria ditebus oleh Allah dengan suatu cara yang lain. Perjanjian Baru mengistimewakan cara Maria ditebus, karena sabda Allah memberi tahu kita, persis seperti yang diajarkan oleh Gereja-Nya yang satu dan sejati, bahwa Maria dirahmati secara istimewa dan unik dengan manfaat-manfaat Penebusan Perjanjian Baru, dan dengan suatu kebebasan yang penuh dari dosa, terlebih dahulu. |
Maria Tanpa Dosa: Dokumenter Kitab Suci
SHOW MORE
Latest News
Doctor operating in Gaza finds "tungsten cube" used in Israeli explosive weapons - must-see video
Kash Patel (Trump FBI pick) calls for FBI headquarters to be turned into "museum of the deep state" - video
Deep State wants Kash Patel pick as FBI director rejected - Could Patel end up being the best FBI pick ever?
FBI agent says those in the FBI think if you get a new leader you can wait because he will be gone in 2 years
Trump’s FCC chairman pick vows to dismantle leftist disinformation cartel