Katekismus Pasca-Konsili Trente oleh St. Petrus Kanisius Menentang “Pembaptisan Keinginan”
Mei 24, 2024
SUPPORT
Copy Link
https://endtimes.video/id/konsili-trente-katekismus-st-petrus-kanisius/
Copy Embed
vatikankatolik.id - Saluran dalam Bahasa Indonesia

|

Bruder Peter Dimond, OSB

Di dalam video ini, saya ingin membahas beberapa contoh katekismus penting yang diterbitkan setelah sesi-sesi kunci Konsili Trente yang menegaskan posisi yang benar, bahwa Sakramen Pembaptisan diperlukan untuk keselamatan tanpa terkecuali, berdasarkan dogma Katolik dan kata-kata Yesus dalam Yohanes 3:5. Poin-poin ini penting sekali, sebab orang-orang yang memusuhi kebenaran Katolik tentang pembaptisan, sering membuat misrepresentasi, atau terang-terangan berbohong tentang fakta-faktanya dan tentang Tradisi pada perkara ini.

Santo Petrus Kanisius, terlahir di Belanda tahun 1521, adalah seorang Doktor Gereja. Selama hidupnya, ia berkorespondensi dengan para Paus, termasuk Paus Pius IV, Santo Pius V, dan Gregorius XIII. Kanisius adalah seorang delegasi di Konsili Trente dan menghadiri Konsili Trente sebagai seorang teolog.  Menurut The Catholic Encyclopedia (Ensiklopedia Katolik), Kanisius berbicara dua kali dalam kongregasi para teolog di Konsili Trente. Setelah itu, ia menghabiskan beberapa bulan di bawah bimbingan St. Ignatius  (O. Braunsberger, “Blessed Peter Canisius” [“Beato Petrus Kanisius”], The Catholic Encyclopedia [Ensiklopedia Katolik], 1911).

Pada tahun 1555, Santo Petrus Kanisius untuk pertama kalinya menerbitkan karyanya: Summa Doctrinae Christianae, yang dikenal sebagai Katekismus Besar.  Katekismus ini menjadi terkenal di seluruh dunia.  Selama masa hidupnya, katekismus ini diterjemahkan ke dalam 15 bahasa, dan di tahun 1686 telah melalui 400 edisi.  Pada tahun 1583, katekismus ini dicetak dan diterbitkan dalam bahasa Slovenia di Roma, atas perintah Paus Gregorius XIII. Menurut The Catholic Encyclopedia, katekismusnya terus menjadi dasar dan pola untuk katekismus-katekismus yang dicetak di kemudian hari.

Paus Leo XIII dalam surat ensikliknya, Militantis Ecclesiae, tertanggal 1 Agustus 1897, memuji Summa karya St. Petrus Kanisius, yang juga disebut sebagai Katekismus Besar. Sri Paus berkata bahwa katekismus ini ditulis dalam bahasa Latin yang elegan, dan gaya bahasanya layak digolongkan sebagai karya para Bapa Gereja. Sri Paus juga berkata bahwa katekismusnya itu merupakan karya yang luar biasa, dan disambut dengan antusias hampir di seluruh kerajaan di Eropa oleh kaum terpelajar.

Di dalam katekismus yang terkenal di dunia itu, karya teologis St. Petrus Kanisius (seorang Doktor Gereja yang menghadiri Konsili Trente sebagai seorang teolog), ada sebuah bagian lengkap tentang pembaptisan dan perlunya pembaptisan. Di dalam katekismusnya, Santo Petrus tidak mengajarkan gagasan “pembaptisan keinginan atau darah”, meskipun ia punya banyak kesempatan untuk melakukannya dalam karya yang cukup besar ini.  Sebaliknya, ia mengajarkan bahwa Sakramen Pembaptisan diperlukan bagi semua orang tanpa terkecuali, dan bahwa jika manusia tidak dilahirkan kembali dari air dan Roh Kudus, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. St. Kanisius juga merujuk pada perikop-perikop para bapa Gereja yang secara khusus mengajarkan bahwa katekumen tak dibaptis tidak dapat diampuni atau diselamatkan tanpa pembaptisan air. Ia mendasari ajarannya tentang pembaptisan pada perikop-perikop kunci Konsili Trente, Yohanes 3:5, dll. Ia bahkan merujuk pada Sesi 6, Bab 4 Konsili Trente (dan Sesi 7, Kanon 5 Konsili Trente) seperti yang akan kita lihat. Berikut ajaran katekismusnya.

St. Petrus Kanisius, Summa Doctrinae Christianae, Abad XVI, De Baptismi Sacramento:

“Quid est baptismus, et an cunctis necessarius? Est hoc novae legis primum et maxime necessarium sacramentum, in ablutione corporis exteriore, et legitima verborum enuntiatione, juxta Christi institutionem, consistens. Necessarium inquam sacramentum non solum adultis, sed etiam parvulis, ac simul eis efficax ad salutem aeternam consequendam. Nascuntur omnes irae filii; opus igitur habent etiam parvuli emundatione peccati, nec possunt absque hoc sacramento mundari et in filios Dei regenerari. Nam et generatim legislator edixit: ‘Nisi quis renatus fuerit ex aqua et Spiritu Sancto, non potest introire in regnum Dei’.  Alibi vero: ‘Non est voluntas ante patrem, qui in coelis est, ut pereat unus de pusillis istis.’ Perirent autem non baptizati etiam parvuli, sicut olim in synagoga Hebraeorum pueri incircumcisi."

“Apakah pembaptisan itu, dan apakah pembaptisan diperlukan bagi semua orang? Inilah sakramen pertama Hukum Baru dan yang paling diperlukan, terdiri dari permandian badan secara lahiriah dan penuturan kata-kata secara sah seturut institusi Kristus. Ini bahwasanya adalah sakramen, yang diperlukan bukan hanya bagi orang dewasa namun juga bagi anak-anak kecil, kemujarabannya pun tidak kurang bagi mereka dalam mendapatkan keselamatan kekal. Semua orang lahir sebagai anak-anak yang patut dimurkai; itulah sebabnya, anak-anak kecil pun perlu dicuci bersih dari dosa, sebab mereka tidak bisa dicuci bersih dan dilahirkan kembali sebagai anak-anak Allah tanpa sakramen ini. Sebab sebagai peraturan universal yang dinyatakan oleh Pembuat Hukum kita, ‘jika seseorang tidak dilahirkan kembali dari air dan Roh Kudus, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.”

Ada beberapa poin yang bukan main pentingnya pada kutipan ini, termasuk catatan kakinya. St. Petrus Kanisius mengajarkan bahwa tidak ada orang yang bisa selamat tanpa dilahirkan kembali dari air dan Roh Kudus berdasarkan perkataan Yesus dalam Yohanes 3:5. Perkataan Tuhan kita ini sebenarnya adalah dogma yang diajarkan oleh Gereja Katolik pada Konsili Florence dan Trente. Mereka yang menolak dan mengutuk posisi bahwa setiap orang harus dibaptis untuk diselamatkan (termasuk hampir semua imam, bahkan yang disebut-sebut imam tradisional, pada masa Kemurtadan Besar ini) orang-orang itu menolak dan mengutuk perkataan Yesus Kristus yang telah dinyatakan sebagai dogma tanpa pengecualian oleh Gereja Katolik. Memang benar, pada bagian Katekismus ini, Santo Petrus Kanisius memberi catatan kaki untuk pernyataan dogmatis Trente dalam Sesi 5 tentang Dosa Asal. Sesi Konsili Trente itu menyatakan bahwa perkataan Tuhan kita pada Yohanes 3:5, merupakan kebenaran yang diwahyukan Allah tanpa pengecualian.

Konsili Trente, Sesi 5 tentang Dosa Asal: “ … melalui satu orang, dosa telah masuk ke dalam dunia & maut telah masuk melalui dosa itu … sehingga apa yang telah menjangkiti mereka secara keturunan, dapat dibersihkan dalam diri mereka melalui kelahiran kembali: ‘sebab jika seseorang tidak dilahirkan kembali dari air dan Roh Kudus, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah’ [Yohanes 3:5].”

Katekismus St. Petrus Kanisius demikian pula mengajarkan bahwa Sakramen itu diperlukan baik bagi orang dewasa maupun anak-anak tanpa kualifikasi. Dalam bahasa Latin dan bahasa Indonesia, kata “perlu” biasanya berarti “disyaratkan, esensial, dan tidak dapat dihindari.” Dalam konteksnya, keperluan bisa diberi kualifikasi. Orang bisa mengualifikasikan keperluan dengan menyebut keperluan jenis tertentu, atau untuk kelompok tertentu, atau keperluan asas, atau dengan mencantumkan pengecualian pada konteksnya. Tetapi, ketika sesuatu dinyatakan “perlu” atau “diperlukan” tanpa kualifikasi atau pengecualian -- terutama dalam sebuah dekret dogmatis -- artinya hal itu benar-benar disyaratkan, esensial, dan tidak dapat dihindari. 

Untuk memperkuat poin ini, coba perhatikan bagaimana Konsili Trente menggunakan kata necessitate pada kanon 2 tentang Sakramen Pembaptisan. Kanon itu menyatakan:

Konsili Trente, Kanon 2 tentang Sakramen Pembaptisan:
“Barang siapa berkata bahwa air sejati dan alami tidak diperlukan [de necessitate] untuk Pembaptisan, dan dengan demikian memutarbalikkan kata-kata Tuhan kita Yesus Kristus: ‘Jika seseorang tidak dilahirkan kembali dari air dan Roh Kudus’ (Yohanes 3:5) menjadi semacam metafora: terkutuklah dia.”

Di sini, apakah kata “diperlukan” atau “perlu” berarti:

  • Air mutlak diperlukan/tidak bisa dihindari untuk kelangsungan Sakramen itu …
  • Air diperlukan pada kebanyakan kasus, namun pada keadaan-keadaan luar biasa, orang bisa menyambut Sakramen Pembaptisan tanpa air ….

Jelas bahwa artinya adalah #1, dan #2 dimustahilkan, sebab dalam keadaan apa pun, anda sama sekali tidak bisa menyambut Sakramen Pembaptisan tanpa air sejati dan alami, seperti yang diakui pula bahkan oleh para pembela “pembaptisan keinginan”. Menurut pandangan mereka, orang bisa selamat tanpa menyambut Sakramen tersebut, namun, mereka mengakui bahwa Sakramen itu sendiri tidak bisa berlangsung atau diterima tanpa air secara nyata, atau tanpa orang yang membaptis, dll. Jadi, ketika Konsili Trente mendefinisikan bahwa air sejati dan alami bersifat de necessitate -- yaitu, diperlukan, atau perlu untuk Sakramen Pembaptisan -- artinya air secara mutlak diperlukan, esensial dan tidak dapat dihindari dalam segala kasus demi kelangsungan sakramen tersebut. Maka, itu berarti bahwa ketika Konsili Trente mendefinisikan, hanya dalam beberapa kanon berikutnya, bahwa Sakramen Pembaptisan itu sendiri diperlukan untuk keselamatan tanpa kualifikasi, artinya sakramen itu secara mutlak diperlukan untuk keselamatan dalam segala keadaan tanpa pengecualian.

Paus Paulus III, Konsili Trente, Kanon 5 tentang Sakramen Pembaptisan:
Barang siapa berkata bahwa [sakramen] pembaptisan adalah hal yang opsional, yaitu, tidak diperlukan untuk keselamatan (bdk. Yohanes 3:5): terkutuklah dia.”

Jadi, sama seperti Kanon 2 tidak menerima adanya pengecualian terkait hal yang dianggap perlu, demikian pula adanya dengan Kanon 5. Lebih jauh lagi (dan hal ini juga penting), ajaran Trente tentang perkara ini tidak terbatas hanya dalam menyatakan bahwa Sakramen itu diperlukan untuk keselamatan. Kita sudah melihat dalam Sesi 5 tentang Dosa Asal, bahwa Konsili Trente menyatakan secara infalibel, bahwa jika seseorang tidak dilahirkan kembali dari air dan Roh Kudus, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Perkataan itu tidak menggunakan kata diperlukan, dan secara infalibel mengajarkan bahwa tidak ada orang yang bisa selamat tanpa pembaptisan air berdasarkan perkataan Tuhan kita. Konsili Florence juga mengajarkan kebenaran yang sama. Dalam Katekismusnya, Santo Petrus Kanisius juga mengajarkan bahwa Sakramen itu diperlukan bagi orang dewasa dan anak-anak tanpa terkecuali, dan ia mengutip Yohanes 3:5. 

BEBERAPA CATATAN KAKI PENTING

Nah, yang menarik adalah pada catatan kaki # 1-nya, yang ada setelah kata-kata “bukan hanya” (atau non solum dalam bahasa Latin), referensinya adalah Sesi 6, Bab 4 Konsili Trente dan Sesi 7, Kanon 5. Sesi 7, Kanon 5 baru saja kami kutip. Santo Petrus Kanisius mereferensikan kanon ini sebagai dasar ajarannya bahwa Sakramen itu diperlukan bagi semua orang tanpa terkecuali. Tetapi referensi pertama yang diberikannya adalah Sesi 6, Bab 4.

Konsili Trente, Sesi 6, Bab 4: “Di dalam kata-kata ini, terlukis gambaran pembenaran orang fasik, yaitu terjadinya peralihan dari keadaan manusia yang terlahir sebagai anak dari Adam pertama, kepada keadaan rahmat dan ‘pengangkatan sebagai anak-anak’ Allah melalui Adam kedua, Yesus Kristus Juru Selamat kita. Bahwasanya setelah Injil diwartakan, peralihan ini TIDAK DAPAT BERLANGSUNG TANPA [sine] permandian kelahiran kembali atau TANPA keinginan untuknya, SEBAGAIMANA YANG TERTULIS: ‘Jika seseorang tidak dilahirkan kembali dari air dan Roh Kudus, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah’ [Yohanes 3:5].”

Orang-orang yang akrab dengan perkara ini tahu bahwa Sesi 6, Bab 4 Konsili Trente merupakan perikop yang dikira oleh para pembela “pembaptisan keinginan” mengajarkan pembaptisan keinginan, namun sebenarnya sama sekali tidak. Kami membuktikannya pada materi kami. Tontonlah video kami: Konsili Trente Tidak Mengajarkan “Pembaptisan Keinginan”. Sesi 6, Bab 4 Konsili Trente berkata bahwa pembenaran “tidak dapat berlangsung tanpa [‘sine’] permandian kelahiran kembali atau tanpa keinginan untuknya, sebagaimana yang tertulis (Yohanes 3:5)”.

Secara logika dan dalam konteksnya, itu tidak berarti orang bisa dibenarkan oleh keinginan untuk pembaptisan tanpa pembaptisan itu sendiri. Ketika perkara ini sedang dipertimbangkan, penting dicatat bahwa dalam contoh-contoh berbahasa Indonesia, kata “tanpa” sebaiknya didistribusikan, agar terjemahan perikopnya tepat dan pemahaman poinnya akurat; karena dalam tata bahasa Latin, kata “sine” (yang berarti “tanpa”) berlaku untuk lavacro (permandian) dan voto (keinginan). Sine adalah kata depan yang terkait dengan kasus ablatif, dan dalam Sesi 6, bab 4, kata lavacro dan voto, kedua-duanya berada dalam kasus ablatif. Itulah sebabnya, kata tanpa digunakan untuk kedua kata tersebut. Jadi, dalam bahasa Indonesia perikop itu seharusnya terbaca sebagai berikut: tidak dapat berlangsung tanpa … atau tanpa … sebagaimana yang tertulis [Yohanes 3:5].

Sekarang:

  • Kalau suatu hal dikatakan TIDAK DAPAT berlangsung TANPA X ATAU TANPA Y, logikanya berarti kalau SALAH SATU PUN dari antara X atau Y TIDAK ADA, hal itu tidak bisa berlangsung.

Itu tidak berarti yang satu cukup kalau yang lain tidak ada. Jadi, berkata bahwa pembenaran tidak bisa berlangsung tanpa permandian kelahiran kembali atau tanpa keinginan untuknya, logikanya berarti kalau salah satu pun dari permandian kelahiran kembali atau keinginan untuknya tidak ada, pembenaran tidak bisa berlangsung. Posisi itulah yang kami pegang; dan itu bukan posisi yang dipegang para pendukung gagasan “pembaptisan keinginan”. Kalimat yang sama dari Konsili Trente itu juga berakhir dengan menekankan Yohanes 3:5 “sebagaimana yang tertulis” (sicut scriptum est). Ini memperkuat poin kami ini dan menentang gagasan pembaptisan keinginan. Pembaptisan keinginan mendalilkan bahwa Yohanes 3:5 seharusnya tidak dipahami sebagaimana yang tertulis; dan mengadakan pengecualian untuk Yohanes 3:5, yang tidak diajarkan Konsili Trente. Maka, dari sudut pandang logika, dalam konteksnya, dan kalau dicermati dengan seluruh isi Konsili Trente & dogma Katolik, Sesi 6, Bab 4 terbukti tidak mengajarkan pembaptisan keinginan, namun justru menegaskan perkataan Yesus dalam Yohanes 3:5 - sebagaimana yang tertulis.

Ada beberapa orang telah mencoba menanggapi argumen ini dengan menyatakan bahwa jika hal ini benar, maka bayi-bayi harus ingin dibaptis, tetapi kami menyanggahnya dengan menunjukkan bahwa perikop ini membahas pembenaran bagi orang fasik. Kata impii dalam bahasa Latin yang bisa berarti bagi orang fasik, tidak bisa digunakan untuk orang-orang yang tidak dapat menggunakan akal, seperti yang sudah kami tunjukkan dalam video/artikel kami yang lain. Yang dibahas Sesi 6, Bab 4 adalah pembenaran orang dewasa. Keinginan dibaptis adalah suatu prasyarat pembenaran orang dewasa. Maka dalam kasus orang dewasa, kalau entah keinginan dibaptis atau pembaptisan airnya tidak ada, pembenaran tidak bisa berlangsung, sebagaimana yang tertulis [Yohanes 3:5].

Sekarang, St. Petrus Kanisius, yang menghadiri Konsili Trente sebagai seorang teolog, memperkuat semua poin kami tentang perikop ini, karena, ia secara khusus merujuk pada perikop ini dalam proses mengajarkan bahwa tidak ada orang yang bisa selamat tanpa pembaptisan air. Dia juga mengutipnya secara langsung untuk mereferensikan bagaimana orang dewasa perlu sakramen itu. Ini mendukung fakta bahwa perikop tersebut terkait dengan pembenaran orang dewasa, dan bukan pembenaran bayi.

Kutipan St. Kanisius dari Sesi 6, Bab 4 dalam bagian katekismusnya tentang perlunya Sakramen Pembaptisan, merupakan sebuah penafsiran Sesi 6, Bab 4 pasca-Konsili Trente yang dibuat oleh seorang Doktor Gereja dan teolog yang menghadiri Konsili itu. Penafsiran itu sangat konsisten, dan kenyataannya mendukung posisi kami pada perkara ini, dan juga tentunya posisi Gereja yang sejati pada perkara ini.  Ini adalah sebuah pembenaran yang sangat kuat dan sejalan dengan Penyelenggaraan Ilahi. St. Petrus Kanisius mungkin merupakan penulis yang paling banyak dibaca oleh para teolog yang menghadiri Konsili Trente. Bahkan, penafsirannya atas Sesi 6, Bab 4, yang pertama kali terbit pada pertengahan tahun 1500-an, merupakan salah satu tafsiran paling awal pada perkara ini yang terbit setelah sesi-sesi kunci Konsili Trente; yang dianggap edisi definitif katekismusnya merupakan edisi tahun 1566, dengan edisi-edisi pendahulunya terbit pada dekade sebelumnya. Dan, seperti yang baru saja kami tunjukkan, ia resmi mengajarkan berdasarkan perikop ini dan perikop-perikop lainnya bahwa tidak ada seorang pun yang bisa selamat tanpa pembaptisan air. Itu bukanlah posisi yang dipegang para pemercaya pembaptisan keinginan.

Untuk semakin menguatkan poin-poin ini, ada 3 referensi lain yang diberikan pada catatan kaki #1-nya, sesudah referensi kepada Sesi 6, Bab 4 dan Sesi 7, Kanon 5. Ketiga referensi ini mengacu pada St. Agustinus, St. Ambrosius dan sebuah perikop yang telah dianggap berasal dari Klemens. Ketiga perikop yang dikutipnya mengajarkan, bahwa para katekumen tak dibaptis tidak bisa dilahirkan kembali tanpa benar-benar menerima pembaptisan air. Ketiga-tiganya secara langsung menentang gagasan “pembaptisan keinginan”. Perikop pertamanya mengutip St. Agustinus, risalah 13 tentang Injil Yohanes:

St. Agustinus, Risalah 13 tentang Injil Yohanes:

Quantumcunque catechumenus proficiat, adhuc sarcinam iniquitatis suae portat: non illi dimittitur, nisi cum venerit ad baptismum.

Betapapun besarnya kemajuan yang dibuat seorang katekumen, ia tetap memanggul beban keberdosaannya: padanya beban itu tidak diampuni sampai ia telah datang pada pembaptisan.” 

Perikop Bapa Gereja semacam inilah yang bisa anda lihat dalam publikasi anti-“pembaptisan keinginan”, sebab perikop ini mengungkapkan kebenaran bahwa tidak peduli betapa besar kemajuan yang dibuat katekumen tak dibaptis, ia tidak bisa diampuni dan diselamatkan kalau dirinya tak dibaptis. Perikop berikutnya yang dikutip oleh St. Petrus Kanisius, berasal dari St. Ambrosius, tentang Misteri-Misteri. Maksudnya pun juga sama:

St. Ambrosius, De mysteriis, 390-391 M:

Credit catechumenus in crucem Domini Jesu, qua et ipse signatur; sed nisi baptizatus fuerit in nomine Patris, et Filii, et Spiritus Sancti, remissionem non potest accipere peccatorum, nec spiritalis gratiae munus haurire.

“Katekumen percaya akan salib Tuhan Yesus, dan dengan salib ini dia juga ditandai; namun jika dia tidak dibaptis dalam Nama Bapa, Putra dan Roh Kudus, ia tidak dapat menerima pengampunan dosa ataupun meraih karunia rahmat rohaniah.”

Ini juga menentang gagasan Pembaptisan Keinginan. Dan dalam perikop lengkapnya, St. Ambrosius mengajarkan bahwa air, darah dan Roh diperlukan seluruhnya demi menerima efek pembaptisan. Kebenaran ini diajarkan secara infalibel oleh Paus St. Leo Agung (seperti yang dibahas pada materi kami).

Jadi, St. Petrus Kanisius mengutip perikop-perikop ini, yang jelas menentang konsep bahwa katekumen tak dibaptis bisa dibenarkan dan selamat tanpa pembaptisan air. Dan ia juga mengutip Sesi 6, Bab 4 Konsili Trente serta Sesi 7, Kanon 5 Konsili Trente, untuk mengajarkan bahwa orang dewasa harus dibaptis air supaya selamat. Ini sungguh membuktikan bahwa posisi kami benar.

Pada Katekismus itu juga, dalam bagian 19 Mengenai iman dan simbol iman, ia berkata tentang pengampunan dosa sebagai berikut:

St. Petrus Kanisius, Summa Doctrinae Christianae, Abad XVI, Mengenai iman dan simbol iman, #19:

“Pengampunan dosa, tanpanya tidak seorang pun dapat dibenarkan dan diselamatkan. Harta yang sungguh-sungguh kaya ini memang diperolehkan Kristus bagi kita dengan wafat yang getir serta darah-Nya sendiri yang berharga. Orang-orang yang dijadikan pemilik bersama harta ini berkat rahmat Yesus Kristus, hanyalah mereka yang bergabung ke dalam Gereja Kristus melalui iman dan pembaptisan, dan tetap tinggal dalam kesatuannya serta ketaatan kepadanya.”

Sekali lagi kita melihat Doktor Gereja yang hadir pada Konsili Trente ini, mengajarkan tiadanya orang yang bisa menerima pengampunan dosa dan diselamatkan, tanpa iman dan pembaptisan.

St. Petrus Kanisius juga sangat tegas mengajarkan di dalam katekismusnya, bahwa tidak ada seorang pun yang bisa selamat tanpa iman Katolik, dan ini juga menurut ajarannya, berlaku bahkan bagi mereka yang mati tanpa tahu kebenaran-kebenaran esensial. St. Petrus Kanisius mengajarkan bahwa di luar Gereja tidak ada keselamatan bagi manusia, melainkan kehancuran yang niscaya, termasuk bagi orang-orang Yahudi dan pagan “yang tidak pernah menerima iman”.

St. Petrus Kanisius, Summa Doctrinae Christianae, Abad XVI, Mengenai iman dan simbol iman, #18:

“Mereka bersama-sama memiliki kesatuan iman, kesetujuan dalam doktrin, dan keseragaman dalam penggunaan sakramen … Di luar persekutuan para kudus ini (seperti di luar bahtera Nuh), niscaya terdapat kehancuran bagi manusia fana, bahwasanya tiada keselamatan: baik bagi orang-orang Yahudi maupun pagan yang tidak pernah menerima iman Gereja; maupun bagi para bidah, yang setelah menerima iman itu, meninggalkan atau membejatkannya; tidak pun bagi para skismatis … dan pada akhirnya tidak pun bagi mereka yang terekskomunikasi ….”

Dogma ini, dogma bahwa iman Katolik diperlukan bagi semua orang, ditolak oleh hampir semua imam yang disebut-sebut tradisionalis di zaman kita. 

Sekarang, karena kita sudah membahas bahwa katekismus Santo Petrus Kanisius mendukung posisi kami, mari kita melihat dua katekismus pasca-Konsili Trente lainnya.

KATEKISMUS IRLANDIA REVERENDUS JAMES BUTLER

Pada tahun 1775, Reverendus James Butler, Uskup Cashel, Irlandia, menerbitkan Katekismus Irlandia yang terkenal. Katekismus ini disetujui oleh empat uskup agung Irlandia dan digunakan sebagai katekismus umum di Irlandia. Katekismus ini juga disetujui oleh Konsili Quebec dan disahkan sebagai katekismus berbahasa Inggris resmi untuk Keuskupan Agung Toronto pada tahun 1871. 

Di dalam katekismus ini, kita mendapati kebenaran yang sama tentang pembaptisan diajarkan, dan gagasan sesat pembaptisan keinginan & darah tidak diajarkan.

Katekismus Reverendus James Butler (Uskup Cashel, Irlandia), Terbitan Orisinal, 1775:

“Pertanyaan: Apakah Pembaptisan diperlukan untuk keselamatan?

Jawaban: Ya; tanpanya, orang tidak bisa masuk Kerajaan Allah — St. Yohanes 3:5.”

Itulah kebenaran yang kita dapati pada semua ketetapan dogmatis & magisterial pada perkara ini. Inilah kaidah iman yang benar pada perkara ini. Coba dicatat juga: katekismus ini memahami kata “diperlukan”, dengan arti “tanpanya orang tidak bisa diselamatkan.”

Katekismus yang sama ini juga mengajarkan bahwa orang-orang di atas usia akal harus tahu kebenaran-kebenaran esensial dari iman Kristiani, seperti Allah Tritunggal dan Penjelmaan. Seperti yang sudah kami sebutkan, ajaran Katolik ini ditolak oleh hampir semua imam yang disebut-sebut tradisionalis (dan juga oleh para imam pada umumnya di zaman kita), yang percaya bahwa orang-orang yang menganut agama sesat bisa selamat.

Katekismus Reverendus James Butler (Uskup Cashel, Irlandia), Terbitan Orisinal, 1775:

“ … tanpa pengetahuan substansial tentang kelima misteri ini, tidak ada seorang pun yang dapat diselamatkan kalau sudah bisa menggunakan akal, sedangkan pengetahuan tentang misteri-misteri lain tidak selalu diperlukan.”

Dan dari antara kelima misteri yang harus diketahui oleh mereka yang sudah bisa menggunakan akal, Katekismus itu menyebutkan: 1) Bahwa hanya ada satu Allah; 2) Allah Tritunggal; 3) Penjelmaan; 4) Penyaliban, Wafat dan Kebangkitan Yesus Kristus; dan 5) bahwa Allah memberi pahala atas kebaikan, dan hukuman atas kejahatan.

Katekismus Reverendus James Butler (Uskup Cashel, Irlandia), Terbitan Orisinal, 1775:

“Pertanyaan: Apa saja hal-hal yang mutlak perlu diketahui oleh semua orang yang sudah bisa menggunakan akal?

Jawaban: Pertama-tama, bahwa hanya ada satu Allah; kedua, bahwa ada tiga pribadi dalam Allah -- Bapa, Putra dan Roh Kudus; ketiga, bahwa Allah Putra, yaitu pribadi kedua, telah menjadi manusia demi kita, bahwa Ia disalibkan, wafat dan kembali bangkit; terakhir, bahwa Allah memberi pahala atas kebaikan dan hukuman atas kejahatan.”

THE PENNY CATECHISM

Ada satu contoh katekismus lain yang dengan tepat menyampaikan ajaran Gereja serta kaidah iman yang benar pada perkara ini dan pada periode ini. Namanya adalah Katekismus Doktrin Kristiani (klik tautannya) atau The Penny Catechism. Katekismus ini digunakan sebagai teks katekese standar di Britania Raya sepanjang abad XX. Ujarnya:

The Penny Catechism (digunakan di Britania Raya):

“Apakah Pembaptisan diperlukan untuk keselamatan?

Pembaptisan diperlukan untuk keselamatan, karena Kristus telah berkata, ‘Jika seseorang tidak dilahirkan kembali dari air dan Roh Kudus, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah’ (Yohanes 3:5).”

Sama sekali tidak diberi pengecualian. Jadi, demikianlah beberapa contoh katekismus yang terbit setelah Konsili Trente, yang dengan tepat menyampaikan kaidah iman Gereja dan ajaran yang benar pada perkara ini. Namun, memang benar bahwa ada kesalahan-kesalahan tertentu yang terselisip dalam banyak katekismus lain, seperti yang dibahas secara rinci oleh materi kami. Namun yang paling penting, sepanjang periode ini, ajaran resmi Gereja terus menjunjung tinggi kaidah iman yang benar, yaitu tidak seorang pun dapat diselamatkan tanpa pembaptisan dan iman Katolik.

SHOW MORE