Paus Pius IX Tidak Mengajarkan Keselamatan di luar Gereja
Januari 15, 2024
SUPPORT
Copy Link
https://endtimes.video/id/paus-pius-ix-dogma-keselamatan/
Copy Embed
vatikankatolik.id - Saluran dalam Bahasa Indonesia

|

Bruder Peter Dimond, OSB

Paus Pius IX membuat pernyataan-pernyataan tentang perkara keselamatan yang disalahgunakan dan disalahpahami banyak orang. Masalah itu akan diulas video ini. Orang pertama-tama harus mengakui bahwa dogma Di Luar Gereja Katolik Tidak Terdapat Keselamatan dan perlunya iman Kristiani/Katolik sudah didefinisikan dan dibereskan bahkan sebelum Paus Pius IX lahir. Gereja Katolik sudah mendeklarasikan secara dogmatis bahwa iman Katolik dan pembaptisan diperlukan untuk keselamatan. Gereja sudah menyatakan bahwa semua orang yang meninggal sebagai orang-orang pagan, Yahudi, bidah dan skismatis, tidak selamat, dan bahwa tiada nama di bawah Surga yang diberikan kepada manusia selain nama Yesus yang olehnya mereka harus diselamatkan. Mengenai orang-orang dewasa yang tidak sempat mendengar Injil, Gereja mengajarkan bahwa mereka tidak dapat diselamatkan tanpa iman Kristiani/Katolik. Orang-orang dewasa yang mengalami ketidaktahuan semacam itu tidak terkutuk karena dosa ketidakberimanan atau karena dosa tidak mendengar Injil, namun mereka terkutuk karena dosa-dosa mereka yang lain.

St. Thomas Aquinas menuangkannya dengan baik ketika dia berkata demikian:

St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae, Bagian II-II, Pertanyaan 10, Artikel 1: “Tetapi jika dipandang dalam bentuk negasi murni, seperti yang didapati pada mereka yang tidak pernah mendengar apa-apa tentang iman, ketidakberimanan sifatnya bukanlah dosa, melainkan hukuman, karena ketidaktahuan semacam itu tentang hal-hal ilahi merupakan akibat dari dosa nenek moyang pertama kita. Namun orang-orang kafir semacam ini [yaitu mereka yang tidak memiliki iman, akibat ketidaktahuan dan bukan pertentangankenyataannya terkutuk karena dosa-dosa lainnya, dosa-dosa yang tidak dapat diampuni tanpa iman, namun mereka terkutuk bukan karena dosa ketidakberimanan. Oleh sebab itulah Tuhan kita berkata (Yohanes 15:22): ‘Sekiranya Aku tidak datang dan berbicara kepada mereka, mereka tidak akan berdosa’; Agustinus menjabarkan bahwa perkataan itu (Tract. lxxxix in Joan.) ‘mengacu kepada dosa yang mereka perbuat dengan tidak percaya akan Kristus.’”

Inilah ajaran tradisional Gereja yang diartikulasikan oleh banyak orang kudus dan doktor Gereja. Dan yang terpenting pada perkara ini, ajaran ini terbukti dari ajaran Takhta St. Petrus. Paus Pius IX adalah salah seorang Paus yang terpanjang masa pemerintahannya di dalam sejarah. Ia membuat banyak pernyataan yang kuat pada perkara keselamatan, termasuk:

Paus Pius IX, Nostis et Nobiscum (#10), Dec. 8, 1849:
“Kita juga perlu secara khusus memastikan agar para umat beriman sendiri dengan mantap mencamkan baik-baik dalam benak mereka sedalam-dalamnya dogma agama kita yang teramat suci, yaitu perlunya iman Katolik untuk memperoleh keselamatan.”

Paus Pius IX, Ubi Primum (# 10), 17 Juni 1847:
“ … hanya terdapat satu Gereja universal, di luar mana sama tiada seorang pun yang diselamatkan, dan karena untuk mereka semua hanya ada satu Tuhan, satu iman, dan satu pembaptisan ....”

Paus Pius IX, Konsili Vatikan I, Sesi 2, Pengakuan Iman, 1870:
“Iman Katolik sejati ini, di luar mana tidak seorang pun dapat diselamatkan, yang sekarang saya akui dengan sukarela dan percayai dengan sungguh-sungguh ....”

Mari kita sekarang mencermati tiga pernyataan Paus Pius IX yang paling sering direferensikan dan disalahgunakan pada perkara ini.

SINGULARI QUADAM - PAUS PIUS IX KEPADA PARA KARDINAL, 9 DES. 1854

Paus Pius IX, Alokusi Singulari Quadam, 9 Desember 1854: “Sebab harus diakui sebagai bagian dari iman, bahwa di luar Gereja Roma Apostolik, tidak seorang pun dapat diselamatkan; bahwa Gereja inilah bahtera keselamatan satu-satunya; bahwa barang siapa tidak masuk ke dalamnya akan binasa dalam air bah. Namun di sisi lain, harus diakui pula dengan penuh kepastian, bahwa mereka yang berjuang dalam ketidaktahuan tentang agama sejati, kalau ketidaktahuan ini tak teratasi, tidak ternodai oleh kesalahan apa pun pada perkara ini di mata Tuhan. Sekarang, siapakah yang bahwasanya begitu gegabahnya, sehingga tanpa pembenaran menyematkan pada dirinya sendiri hak untuk menandai batas-batas ketidaktahuan semacam itu, menimbang sifat dan keragaman bangsa-bangsa, wilayah-wilayah, keadaan-keadaan bawaan serta begitu banyak hal lainnya? Sebab bahwasanya ketika terbebas dari belenggu-belenggu lahiriah ini, ‘kita akan melihat Allah dalam keadaan-Nya yang sebenarnya’ [1 Yoh. 3:2], kita akan memahami dengan sempurna betapa erat dan indahnya ikatan yang menyatukan kerahiman dan keadilan ilahi; namun selama kita berada di bumi ini, terbebani oleh beban insani yang menumpulkan jiwa, marilah kita percaya dengan amat teguh bahwa, seturut ajaran Katolik, hanya ada ‘satu Allah, satu iman, satu pembaptisan’ [Ef. 4:5]; melangkah lebih lanjut dengan mengajukan pertanyaan merupakan perbuatan terlarang.”

Paus Pius IX berkata bahwa orang-orang yang mengalami ketidaktahuan tak teratasi tidak dianggap bersalah pada perkara ini di mata Tuhan; coba saya ulangi, ya: pada perkara ini, maksudnya pada perkara yang tentangnya itu mereka mengalami ketidaktahuan tak teratasi. Itu memang sungguh benar. Seperti yang sudah kami sebutkan dan kutip dari St. Thomas, ajaran tradisional menyatakan bahwa kalau orang-orang yang tidak pernah mendengar Injil, mati tanpa tahu iman sejati, mereka tidak terkutuk karena dosa ketidakberimanan atau karena dosa tidak pernah mendengar Injil, namun mereka terkutuk karena dosa-dosa mereka yang lain. Itulah sebabnya mereka tidak dianggap bersalah pada perkara ini di mata Allah. Namun itu tidak berarti mereka tidak dianggap bersalah pada perkara-perkara lainnya, atau bahwa mereka bisa selamat tanpa iman Katolik. Mereka tidak bisa.

Seperti yang dinyatakan oleh teolog Dominikan dari abad ke-16, Uskup Fransiskus de Vitoria:

Uskup Fransiskus de Vitoria, De Indis et de Iure Belli, Abad ke-16: “Namun kesalahan yang dibuat oleh para guru yang bersangkutan adalah pada pemikiran bahwa ketika kita mendalilkan ketidaktahuan tak teratasi pada perkara pembaptisan atau tentang iman Katolik, hal itu langsung berarti bahwa orang dapat diselamatkan tanpa pembaptisan atau tanpa iman Katolik, walaupun tidak demikian adanya. Sebab orang-orang pribumi yang sama sekali tidak didatangi oleh pengkhotbahan iman atau agama Kristiani akan terkutuk karena dosa-dosa berat atau karena penyembahan berhala, namun bukan karena dosa ketidakberimanan, seperti yang dikatakan St. Thomas (Secunda Secundae …), yakni, jika mereka berbuat semampu mereka, dan menjalani hidup baik seturut hukum kodrat, maka Allah, sejalan dengan Penyelenggaraan-Nya, akan mencerahkan mereka tentang nama Kristus; tetapi tidak berarti bahwa kalau hidup mereka buruk, ketidaktahuan atau ketidakberimanan akan pembaptisan dapat diperhitungkan pada diri mereka sebagai dosa … Di samping itu, perlu adanya untuk keselamatan mereka bahwa mereka percaya akan Kristus dan dibaptis (St. Markus, bab terakhir) ….”   

Jadi, pernyataan Paus Pius IX bahwa mereka tidak dianggap bersalah “pada perkara ini” di mata Allah sungguh konsisten dengan ajaran tradisional Gereja, bahwa semua orang dewasa yang mati tanpa tahu dasar-dasar iman Katolik tidak dapat diselamatkan. Paus Pius IX lalu menegaskan bahwa kerahiman dan keadilan Allah bersatu dan bahwa kita harus percaya dengan amat teguh bahwa hanya ada satu Allah, satu iman, satu pembaptisan, dan bahwa melangkah lebih lanjut dengan mengajukan pertanyaan merupakan perbuatan terlarang. Pernyataannya ini menentang gagasan “pembaptisan keinginan” serta semua orang yang menggagaskan keselamatan melalui pembaptisan lain, selain pembaptisan air, atau dalam iman-iman yang lain.

Sebabnya, dalam konteks membahas perlunya iman Katolik serta tentang perkara ketidaktahuan, Paus Pius IX mengajarkan bahwa orang dilarang menyatakan apa-apa selain satu Allah, satu iman dan satu pembaptisan dari wahyu ilahi. Namun pembaptisan yang satu dari wahyu ilahi itu adalah pembaptisan air, seperti yang dideklarasikan secara dogmatis oleh Konsili Vienne. Menurut Paus Pius IX, percaya sesuatu yang menyimpang dari ajaran itu bersifat nefas – yang berarti tindak kriminal atau melawan hukum ilahi. Saya ulangi ya, Paus Pius IX mengajarkan bahwa orang berbuat kriminal dan menentang hukum ilahi, kalau orang itu menyatakan suatu hal pun yang lain dari satu Allah, satu iman dan satu pembaptisan dari Efesus 4:5, yaitu Sakramen Pembaptisan. Karena itulah Paus Pius IX secara tersirat mencela teori-teori keselamatan melalui pembaptisan-pembaptisan yang lain dan dalam iman-iman yang lain pada pidatonya ini. Ia seharusnya mengutuk gagasan-gagasan itu secara lebih eksplisit, namun ia menegaskan posisi yang benar serta aturan iman yang benar. Mereka yang percaya dan mengajarkan bahwa orang bisa selamat tanpa iman yang satu dan pembaptisan yang satu itu, melanggar hukum ilahi, seturut Paus Pius IX.

Paus Pius IX lalu berkata bahwa kita hendaknya berdoa agar “segala bangsa berkonversi kepada Kristus” dan supaya “karunia-karunia rahmat surgawi sama sekali tiada kekurangan bagi mereka yang tulus menginginkan dan meminta agar disegarkan dengan terang ini.”

Paus Pius IX, Alokusi Singulari Quadam, 9 Desember 1854:
“Namun, seturut tuntutan kasih, marilah kita memanjatkan doa ke hadirat Allah dengan tiada henti-hentinya, agar dari segala penjuru, segala bangsa berkonversi kepada Kristus; dan marilah kita berjuang dengan segala yang kita punya dalam diri kita demi keselamatan umat manusia bersama. Tangan Tuhan tidak pendek, dan karunia-karunia rahmat surgawi sama sekali tiada kekurangan bagi mereka yang tulus menginginkan dan meminta agar disegarkan dengan terang ini. Kebenaran-kebenaran ini hendaknya diukir dalam-dalam pada benak para Umat Beriman, agar mereka tidak membiarkan diri mereka sendiri dibejatkan oleh doktrin-doktrin sesat yang bertujuan menyebarkan indiferentisme pada perkara-perkara agama ....” 

Ini juga konsisten dengan ajaran tradisional, yang diungkapkan secara jelas oleh orang-orang seperti St. Thomas dan St. Robertus Bellarminus, yaitu jika seseorang tidak tahu tentang Kristus dan bertindak semampu dirinya, serta meminta bantuan dari Allah, Allah akan mewahyukan iman sejati kepada orang itu. Perhatikan, bahwa Paus Pius IX mengasosiasikan konversi kepada Kristus dengan menerima terang Ilahi. Ini akan menjadi penting di kemudian waktu pada video ini.

QUANTO CONFICIAMUR – KEPADA PARA KARDINAL DAN USKUP ITALIA, 10 AGU. 1863

Dokumen berikutnya dari Paus Pius IX yang disalahgunakan dan disalahpahami adalah Quanto Conficiamur, sepucuk surat kepada para kardinal dan uskup Italia, tertanggal 10 Agustus 1863. Paus Pius IX ingin menekankan bahwa kerahiman Allah sejalan dengan keadilan-Nya dan dengan kebenaran bahwa tidak seorang pun diselamatkan tanpa iman Katolik.  Oleh sebab itulah Sri Paus membahas perkara ketidaktahuan tak teratasi pada sejumlah kesempatan, seperti halnya banyak teolog di masa lalu yang secara bersamaan menegaskan dengan benar bahwa tidak ada orang dewasa yang meninggal dalam ketidaktahuan akan iman Katolik yang dapat diselamatkan. Maka hanya karena seseorang membahas konsep ketidaktahuan tak teratasi, bukan berarti orang itu mengajarkan bahwa orang-orang semacam itu bisa selamat tanpa iman Katolik. Paus Pius IX menyatakan:

Paus Pius IX, Quanto Conficiamur, 10 Agu. 1863: Kembali lagi, ada suatu kesalahan terberat yang perlu diingat dan dikecam, tempat beradanya sejumlah orang Katolik dengan celaka. Mereka menganut kepercayaan bahwa orang-orang yang hidup dalam kesalahan dan terasing dari iman sejati serta kesatuan Katolik dapat mencapai kehidupan kekal. Bahwasanya pandangan yang terutama bertentangan dengan doktrin Katolik. Kami tahu dan anda tahu pula bahwa mereka yang berjuang dalam ketidaktahuan tak teratasi mengenai agama kita yang tersuci, dan yang - sembari dengan penuh perhatian menaati hukum kodrat serta ketentuan-ketentuannya, yang diukir oleh Allah pada hati semua orang, dan dipersiapkan untuk menaati Allah – menjalani hidup yang lurus dan benar, dapat dengan pertolongan kuasa terang dan rahmat ilahi yang bekerja, memperoleh kehidupan kekal; sebab Allah yang dengan sempurna melihat, menyelidiki dan mengenali benak-benak, jiwa-jiwa, pikiran-pikiran serta kebiasaan-kebiasaan semua orang, sejalan dengan kebaikan serta kemurahan hati-Nya yang terluhur sama sekali tidak membiarkan orang yang tak bersalah atas kesalahan disengaja, dihukum dengan siksaan-siksaan abadi.”

Sri Paus pertama-tama mengutuk pandangan itu sebagai kesalahan terberat (gravissimum errorem): pandangan bahwa orang-orang yang hidup dalam kesalahan serta terasing dari iman sejati, dapat mencapai kehidupan kekal. Sri Paus lalu berkata bahwa pandangan ini terutama bertentangan dengan doktrin Katolik. Ini benar-benar mengakhiri perdebatan, sebab orang-orang yang tak dibaptis dan tidak tahu iman Katolik, terasing dari kesatuan Katolik. Gereja adalah kesatuan iman, kesatuan sakramen, dll. Maka Paus Pius IX mengajarkan bahwa pandangan itu adalah kesalahan terberat: pandangan bahwa orang-orang semacam itu dapat memperoleh kehidupan kekal, ketika mereka terpisah dari kesatuan Gereja. Ia lalu membahas ketidaktahuan tak teratasi.

Seperti yang sudah kami catat, ada konsep ketidaktahuan tak teratasi atau ketidaktahuan tanpa salah, yang memang benar-benar sah: yaitu, orang-orang tidak dianggap bersalah atas hal yang tidak mereka ketahui bukan karena kesalahan diri mereka sendiri. Tetapi orang-orang semacam itu tidak bisa selamat tanpa iman Katolik. Kalau mereka tanggap kepada Allah di mana pun mereka berada, Allah tidak akan meninggalkan mereka dalam kegelapan. Maka Paus Pius IX berkata bahwa jika orang-orang semacam itu dengan penuh perhatian menaati hukum kodrat dan dipersiapkan untuk menaati Allah, mereka dapat dengan pertolongan kuasa terang dan rahmat ilahi yang bekerja, memperoleh kehidupan kekal. Yang dimaksud kuasa terang dan rahmat ilahi yang bekerja itu adalah menerima Injil. Misalnya:

Efesus 5:8 – “Sebab dahulu kalian adalah kegelapan, namun sekarang terang di dalam Tuhan. Maka berjalanlah sebagai anak-anak terang.”

1 Tesalonika 5:4-5 – “Namun kalian, saudara-saudara, kalian tidak hidup di dalam kegelapan … sebab kamu semua adalah anak-anak terang ....”

Kolose 1:12-13 – “Mengucap syukur kepada Allah Bapa, yang telah menjadikan kita layak untuk mengambil bagian dalam yang ditentukan bagi orang-orang kudus dalam terang: Yang telah membebaskan kita dari kuasa kegelapan, dan telah memindahkan kita ke dalam Kerajaan Putra yang dikasihi-Nya.”

1 Petrus 2:9 – “Namun kalian adalah keturunan terpilih … umat yang ditebus: agar kalian dapat menyatakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kalian keluar dari kegelapan ke dalam terang-Nya yang ajaib.”

2 Korintus 4:3-4 – “Jika Injil yang kami beritakan masih tertutup juga, maka ia tertutup untuk mereka, yang akan binasa, yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah.”

 Sri Paus tidak berkata bahwa orang-orang bisa mencapai kehidupan kekal kalau mereka tetap mengalami ketidaktahuan, tetapi bahwa mereka bisa mencapai kehidupan kekal dengan pertolongan kuasa terang dan rahmat ilahi yang bekerja; maksudnya adalah menerima kebenaran Injil serta disaturagakan ke dalam Gereja Kristus, seperti yang sudah kita lihat. Kita juga melihat hubungan antara menerima terang ilahi dan berkonversi kepada Kristus pada pidato Singulari Quadam dari Paus Pius IX.

Bahkan di dalam Quanto Conficiamur sendiri, hanya dua paragraf sebelum perikop yang sedang kita bahas, Paus Pius IX membuat kaitan langsung antara terang dan menerima iman Kristiani.

Paus Pius IX, Quanto Conficiamur, 10 Aug. 1863: “Kemilau Gereja terlihat dari banyaknya jumlah karya kesalehan amal Kristiani, yang dengan cepat berlipat setiap harinya; dari terang iman yang terberkati, yang setiap harinya semakin mencerahkan banyak daerah ....”

Menurut Paus Pius IX, terang itu mencerahkan orang-orang dengan iman. Terang itu tidak menelantarkan mereka dalam ketidaktahuan. Sri Paus juga secara langsung mengaitkan terang itu dengan menerima iman Kristiani dalam dokumen Singulari Quidem #7, sebuah dokumen yang juga akan kita ulas. 

Paus Pius IX, Singulari Quidem, 17 Maret 1856: “Gereja dengan jelas menyatakan bahwa harapan keselamatan satu-satunya bagi umat manusia ditempatkan dalam iman Kristiani, yang, dalam mengajarkan kebenaran dan dengan terang ilahinya yang mencerai-beraikan gelap ketidaktahuan, bekerja melalui kasih.”

Di sini Sri Paus berkata secara langsung, bahwa terang itu mencerai-beraikan gelap ketidaktahuan. Ia kenyataannya mengunakan kata-kata divina sua luce (“dengan terang ilahinya”), yang mengikutsertakan kata-kata yang persis sama (hanya dalam bentuk gramatikal yang berbeda) yang digunakan pada #7 dari Quanto Conficiamur. Di dalam Quanto Sri Paus menggunakan kata-kata divinae lucis (“dari terang ilahi”). Menurut Paus Pius IX, “terang ilahi” yang bekerja itu mengentaskan ketidaktahuan, dan tidak menelantarkan orang di dalamnya.

Maka pernyataan Paus Pius IX dalam Quanto Conficiamur #7 – bahwa orang-orang yang mengalami ketidaktahuan tak teratasi bisa diselamatkan dengan pertolongan kuasa terang dan rahmat ilahi yang bekerja – seharusnya dipahami sesuai dengan pernyataan-pernyataannya yang lain, bahwa orang-orang semacam itu bisa diselamatkan melalui karunia Penyelenggaraan terang iman Kristiani, yang tercurah atas mereka yang tanggap kepada Allah di mana mereka berada.

Paus Pius IX seharusnya bertutur kata secara lebih jelas dalam Quanto Conficiamur #7, dan dia memang bisa lebih jelas, namun kata-katanya itu (kalau dipahami secara tepat) tidak memerlukan makna yang salah, bidah atau baru. Jika terang ilahi itu bekerja, seperti yang dikatakan Sri Paus, maka artinya orang menerima terang itu dan tidak tertinggal dalam gelap ketidaktahuan. Faktanya, Romo Michael Muller adalah seorang imam yang hidup di zaman Paus Pius IX. Ia menulis untuk melawan orang-orang yang menyalahgunakan dan menyalahtafsirkan perkataan Paus Pius IX. Mereka menggunakan kata-kata Sri Paus untuk mengajarkan gagasan bidah, bahwa orang bisa selamat meski tetap tidak tahu tentang iman Kristiani/Katolik.

Romo Michael Muller, CSSR, The Catholic Dogma [Dogma Katolik], 1888, hal. 217-218: Ketidaktahuan tanpa salah atau tak teratasi tidak pernah dan takkan pernah merupakan sarana keselamatan. Supaya selamat, orang perlu dibenarkan, atau berada dalam keadaan rahmat. Demi memperoleh rahmat pengudusan, orang perlu memiliki disposisi-disposisi yang layak untuk pembenaran; yaitu iman ilahi sejati setidak-tidaknya akan kebenaran-kebenaran yang diperlukan untuk keselamatan, harapan penuh keyakinan akan sang Penebus ilahi, dukacita  yang tulus atas dosa, beserta tekad teguh untuk melakukan segala yang telah diperintahkan Allah, dll. … kalau ketidaktahuan tak teratasi tidak dapat menggantikan persiapan untuk menerima rahmat pengudusan, apalagi mengaruniakan rahmat pengudusan sendiri. ‘Ketidaktahuan tak teratasi’, ujar St. Thomas, ‘adalah hukuman untuk dosa.’ Maka ketidaktahuan semacam itu adalah kutukan, namun bukan berkat atau sarana keselamatan … Oleh sebab itulah Paus Pius IX berkata, ‘bahwa seandainya seorang manusia mengalami ketidaktahuan tak teratasi tentang agama sejati, ketidaktahuan tak teratasi semacam itu tidak akan berdosa di hadapan Allah; bahwa sekiranya orang semacam itu menaati asas-asas Hukum Kodrat dan melakukan kehendak Allah sejauh yang dimampukan pengetahuannya, Allah, dalam kerahiman-Nya yang tak terhingga, mungkin mencerahkan orang itu sehingga memperoleh kehidupan kekal; sebab Tuhan, yang mengenali hati dan pikiran-pikiran manusia, dalam kebaikan-Nya yang tak terhingga tidak akan membiarkan seorang pun binasa untuk selama-lamanya tanpa kesalahannya sendiri.’ Allah yang Mahakuasa, yang adil tidak mengutuk seorang pun tanpa kesalahannya sendiri, oleh sebab itu Ia menempatkan jiwa-jiwa semacam itu yang mengalami ketidaktahuan tak teratasi akan kebenaran-kebenaran yang diperlukan untuk keselamatan, pada jalan keselamatan, baik dengan sarana kodrati maupun adikodrati.”

Fakta bahwa Allah akan membawa orang semacam itu kepada pengetahuan akan iman Kristiani, merupakan ajaran Gereja, seperti yang sudah kita lihat. Terkait mereka yang belum pernah mendapat pewartaan Injil, St. Robertus Bellarminus mengajarkan bahwa mereka tidak bisa selamat tanpa iman Kristiani. Ia berkata bahwa mereka bisa tahu bahwa Allah itu ada, sehingga kalau mereka berdoa dan berderma, Allah akan dengan mudah menyampaikan kebenaran-kebenaran iman Kristiani kepada mereka, entah melalui manusia atau malaikat.

St. Robertus Bellarminus, De Gratia et Libero Arbitrio, Buku 2, Bab 8: “Saya menjawab: Argumen ini hanya membuktikan bahwa pertolongan yang melaluinya manusia dapat langsung berkonversi dan percaya tidak tersedia bagi semua orang. Namun demikian, itu tidak membuktikan secara mutlak bahwa ada seorang pun yang telah kekurangan pertolongan yang cukup untuk memperoleh keselamatan. Sebab orang-orang pagan yang belum diwartakan Injil mampu mengetahui melalui ciptaan bahwa Allah itu ada. Dari situlah mereka dimampukan oleh Allah, melalui rahmat prevenien, sehingga tergerak sampai percaya tentang Allah bahwa Ia itu ada, dan bahwa Ia memberi imbalan kepada mereka yang mencari-Nya. Dari iman semacam itulah mereka dapat digerakkan, dengan arahan dan pertolongan Allah, untuk berdoa dan berderma, dan dengan demikian memperoleh dari Allah, terang iman yang lebih besar, yang oleh Allah, entah melalui diri-Nya sendiri, atau melalui para malaikat, atau melalui manusia, akan dengan mudah disampaikan kepada mereka.

Inilah cara St. Thomas menanggapinya (dalam pertanyaan 14 De Veritate, A. 11, Ad 1). Ia mengutip contoh Kornelius, yang berkat iman akan Allah yang esa berdoa dan memberi derma, dan dengan demikian ia memenangkan rahmat mendengar iman Kristus melalui nasihat malaikat dan pengkhotbahan apostolik, dan bahkan menyambut pembaptisan suci itu sendiri.”

Hal ini sudah kami bahas dalam video kami tentang St. Robertus Bellarminus. Pada tahun 1847, Paus Pius IX juga melawan orang-orang tertentu, yang menganggap dirinya memegang posisi bidah bahwa orang bisa selamat tanpa iman Katolik.

Paus Pius IX, Konsistori, 17 Des. 1847 (dikutip dalam The Life of Pius IX [Riwayat Hidup Pius IX], Shea, hal. 97-103): “Namun baru-baru ini, Kami gemetar ketika mengutarakannya, telah muncul beberapa orang yang telah melontarkan penghinaan-penghinaan yang sedemikian besarnya kepada nama serta jabatan Apostolik Kami, sehingga mereka tidak ragu memfitnah Kami, seolah-olah Kami mengambil bagian dalam kebodohan mereka, dan mendukung sistem teramat fasik yang telah disebutkan itu … orang-orang ini tampaknya telah ingin menyimpulkan bahwa Kami berpendapat sebegitu baiknya terhadap segala kalangan umat manusia, sehingga beranggapan bahwa tidak hanya para putra Gereja, namun orang-orang lainnya pula, betapapun tetap terasingnya diri mereka dari kesatuan Katolik, sama-sama berada pada jalan keselamatan, dan mungkin sampai pada kehidupan kekal. Diri Kami tidak sanggup mencari kata-kata untuk mengungkapkan rasa ngeri dan kebencian terhadap penghinaan baru yang begitu durjananya itu, yang telah dilakukan terhadap diri Kami. Kami bahwasanya mencintai semua orang dengan kasih yang terdalam dari hati Kami, namun tentunya hanya dalam cinta akan Allah dan Tuhan kita Yesus Kristus, yang telah datang mencari dan menyelamatkan yang dahulu binasa, yang telah wafat untuk semua orang, yang ingin semua orang selamat dan sampai pada pengetahuan akan kebenaran; yang karena itu telah mengutus para murid-Nya ke seluruh dunia untuk memberitakan injil kepada setiap makhluk, mewartakan bahwa mereka yang percaya dan dibaptis akan selamat, namun mereka yang tidak percaya akan dikutuk. Maka hendaknya mereka yang ingin diselamatkan, datang kepada tiang penyangga dan landasan kebenaran, yang adalah Gereja … [Ia (Gereja)] bersinar kirana dalam kesatuan yang sempurna dari iman, sakramen-sakramen, dan disiplin sucinya.”

Maka Paus Pius IX mengoreksi mereka yang secara salah menyatakan bahwa Sri Paus percaya akan bidah-bidah semacam itu. Di dalam pidato itu ia juga menegaskan bahwa mereka yang percaya dan dibaptis akan selamat. Jadi, Quanto Conficiamur memang lebih ambigu, dan penyalahtafsiran surat ensiklik itu telah menyebabkan kerusakan yang begitu besar terhadap jiwa-jiwa, penginjilan serta iman Katolik; namun surat ensiklik itu punya arti yang ortodoks.

Tidak ada alasan apa pun untuk percaya bahwa Paus Pius IX sedang menentang dogma Katolik, dirinya sendiri, dan semua orang kudus serta doktor, yang semufakat mengajarkan bahwa orang dewasa harus mengenal Yesus Kristus serta dasar-dasar iman Kristiani/Katolik untuk memperoleh keselamatan. Sebab, kita sudah melihat bahwa dalam dokumen yang sama ini, gagasan bahwa orang-orang yang hidup dalam kesalahan dan terasing dari kesatuan Katolik bisa diselamatkan, dikutuk oleh Paus Pius IX sebagai kesalahan terberat.

SINGULARI QUIDEM – KEPADA PARA KARDINAL DAN USKUP AUSTRIA, 17 MARET 1856

Teks Paus Pius IX berikutnya yang disalahgunakan orang adalah dari dokumen Singulari Quidem. Dokumen ini ditujukan kepada para kardinal dan uskup Kekaisaran Austria, tertanggal 17 Maret 1856. Ada beberapa orang bidah tertentu yang benar-benar mempermasalahkan dokumen ini, atau lebih tepatnya, mereka mempermasalahkan hal yang mereka kira secara salah dikatakan oleh dokumen itu. Namun seperti dalam banyak aspek perkara-perkara keselamatan dan pembaptisan, penggunaan dokumen ini secara keliru terkait dengan terjemahan yang buruk dan kegagalan untuk mencermati kata-kata serta konteksnya secara saksama. Sebelum kita membahas teks yang bersangkutan, mohon perhatikan bahwa dalam dokumen yang sama, Singulari Quidem #4, Paus Pius IX merujuk kepada Gereja Katolik dan Takhta Petrus.

Paus Pius IX, Singulari Quidem (#4), 17 Maret 1856: “Hanya ada satu Gereja Katolik yang kudus dan sejati, yaitu Gereja Roma Apostolik. Hanya ada satu Takhta yang didirikan dalam diri Petrus oleh sabda Tuhan, di luar mana tidak ditemukan baik iman sejati maupun keselamatan kekal.” 

Sri Paus mengajarkan bahwa orang-orang tidak bisa menemukan keselamatan di luar Gereja. Dia tidak membuat pengecualian apa-apa dalam menemukan keselamatan di luar Gereja, sebab sama sekali tidak ada. Namun pada paragraf #7, ia sedang membahas perkara yang berbeda, yaitu perkara harapan. Pada paragraf ini, Sri Paus tidak sedang berbicara tentang menemukan keselamatan itu sendiri, melainkan tentang harapan akan keselamatan.

Bagian ini sering disalahterjemahkan sebagai berikut:

TERJEMAHAN YANG SALAH

Paus Pius IX, Singulari Quidem, 17 Maret 1856: “Harapan akan keselamatan ini ditempatkan dalam Gereja Katolik yang, dalam melestarikan ibadat sejati, merupakan rumah yang kukuh bagi iman ini serta bait suci Allah. Di luar Gereja, tidak seorang pun dapat mengharapkan hidup atau keselamatan, kecuali orang itu beralasan oleh sebab ketidaktahuan di luar kendalinya.”

Terjemahannya salah. Sri Paus tidak berkata “kecuali orang itu beralasan”.  Dia, contohnya, tidak menggunakan, kata Latin nisi.

Bahasa Latin: “… in catholica Ecclesia, quae verum retinens cultum est stabile ipsius fidei domicilium, et Dei templum extra quod, citra invincibilis ignorantiae excusationem, quisquis fuerit, est a spe vitae, et salutis alienus.”

Namun Sri Paus menggunakan kata depan citra, yang berhubungan dengan kasus akusatif. Citra bisa antara lain berarti:

  • selain
  • terlepas dari
  • tanpa peduli
  • tanpa membahas

Sebagai contoh, kamus berbahasa Latin-Inggris oleh John Traupman, The New College Latin Dictionary, memberi definisi citra sebagai berikut, bersama sebuah contoh:

" … terlepas dari (contoh. keinginan-keinginan seseorang) ... citra senatus populique auctoritatem – terlepas dari atau tanpa peduli otoritas senat dan rakyat."

The Oxford Latin Dictionary (Kamus Latin Oxford) juga memberi definisi berikut untuk citra:

“ … Tanpa mempertimbangkan atau peduli … b) tanpa mempertimbangkan (kehendak, izin seseorang).”

Kenyataannya, di dalam surat lain Paus Pius IX yang ditujukan kepada Austria, “Vix dum a Nobis”, Sri Paus menggunakan kata yang sama, citra, namun jelas dengan makna “terlepas dari”.

Paus Pius IX, Vix dum a Nobis, 1 Maret 1874: “Nam persuasam Nobis est, vos etiam citra hortationes Nostras haec ultro fuisse effecturos.”

Paus Pius IX, Vix dum a Nobis, 1 Maret 1874: “Sebab diri Kami telah menjadi yakin, bahwa terlepas dari [citra] nasihat-nasihat Kami sekalipun, anda sekalian akan secara sukarela menjalankan hal-hal ini.”

Citra di sini digunakan oleh Paus yang sama, dan ditujukan kepada negara yang sama. Dan kata itu tidak berarti “kecuali”. Artinya adalah “terlepas dari” atau “tanpa peduli”. Sri Paus berkata bahwa mereka akan melakukan hal-hal tertentu terlepas dari nasihat-nasihatnya.

Ada sebuah contoh lain, yang menggambarkan penggunaan citra yang serupa. Contoh ini didapati dalam terjemahan Latin surat Klemens kepada jemaat di Korintus, bab 50:

Paus St. Klemens, Surat kepada Jemaat di Korintus, Bab 50: “Oremus igitur et petamus a misericordia ejus, ut in charitate vivamus, citra humanam propensionem, et inculpati.”

Paus St. Klemens, Surat kepada Jemaat di Korintus, Bab 50: “Mari kita berdoa dan mari kita meminta dari kerahiman-Nya, agar kita boleh hidup dalam kasih, tanpa peduli [citra] kecenderungan insani dan tanpa bercacat cela.”

Di sini kata citra juga tidak berarti “kecuali”. Artinya adalah tanpa peduli atau mengabaikan. Pada contoh-contoh ini, objek kata depan citra diabaikan sebagai sesuatu yang tidak atau seharusnya tidak membatasi ajaran atau pernyataannya. Maka jika kata citra dalam teks Singulari Quidem diterjemahkan menjadi “terlepas dari”, seperti pada penggunaan kata yang sama itu oleh Sri Paus dalam dokumennya yang lain ke Austria, teks itu akan dibaca seperti ini:

Paus Pius IX, Singulari Quidem (#7), 17 Maret 1856:
“Harapan akan keselamatan ini ditempatkan dalam Gereja Katolik, yang mempertahankan ibadat sejati dan merupakan tempat tinggal yang teguh bagi iman sendiri serta bait suci Allah, di luar mana, terlepas dari alasan ketidaktahuan tak teratasi, setiap orang terasing dari harapan akan hidup dan keselamatan.”

Makna terjemahan ini jelas berbeda dari terjemahan yang salah. Paus Pius IX seperti yang telah kami bahas mengajarkan bahwa orang-orang yang mengalami ketidaktahuan tanpa salah atau tak teratasi tidak dikutuk karena ketidaktahuan itu, dan kalau mereka tanggap kepada Allah, Allah akan membawa mereka kepada terang iman.

Jadi, teks Singulari Quidem ini bisa berarti bahwa dogma tentang perlunya Gereja untuk keselamatan itu 100% benar, terlepas dari alasan ketidaktahuan tak teratasi – maksudnya, konsep ketidaktahuan tak teratasi sama sekali tidak membatasi dogma itu. Terjemahan ini sungguh selaras dengan dogma tersebut, sebab kalau orang mengalami ketidaktahuan semacam itu dan tanggap kepada Allah, dalam penyelenggaraan-Nya Allah akan membawa orang itu masuk ke dalam kandang domba-Nya.

Tetapi citra juga bisa disadur secara lebih lemah, dengan makna “tanpa membahas”. Kalau demikian, terjemahannya akan seperti ini:

Paus Pius IX, Singulari Quidem (#7), 17 Maret 1856: “Harapan akan keselamatan ini ditempatkan dalam Gereja Katolik, yang mempertahankan ibadat sejati dan merupakan tempat tinggal yang teguh bagi iman sendiri serta bait suci Allah, di luar mana, tanpa membahas alasan ketidaktahuan tak teratasisetiap orang terasing dari harapan akan hidup dan keselamatan.”

Saya sebetulnya percaya bahwa seperti inilah makna yang dimaksudkan Paus Pius IX ketika menggunakan citra dalam teks Singulari Quidem ini. Namun meski dengan terjemahan citra yang “lebih lemah” ini, maknanya sama sekali tidak bidah. Karena seperti yang sudah disebutkan, yang diulas teks ini bukanlah perihal mencapai keselamatan – namun justru tentang harapan akan keselamatan. Ini poin yang krusial. Paus Pius IX percaya bahwa orang-orang yang mengalami ketidaktahuan tak teratasi akan dicerahkan kalau mereka tanggap kepada Allah. Maka dari itu, Sri Paus bisa saja bermaksud tidak membahas (citra) perkara ketidaktahuan tak teratasi, ketika mengulas apabila ada orang di luar Gereja yang bisa punya semacam harapan akan keselamatan. Sri Paus bisa saja tidak membahas perkara itu, ketika dia sedang menyebutkan perkara harapan. Tetapi itu tidak berarti ada orang-orang yang bisa menemukan keselamatan di luar Gereja atau ketika mereka tetap tak tercerahkan dan mengalami ketidaktahuan. Mereka tentunya tidak bisa.

Jadi, terjemahan yang salah dan kegagalan untuk mempertimbangkan konteks dari teks itu telah mengakibatkan beberapa orang mengambil kesimpulan bahwa Paus Pius IX secara sesat mengajarkan bahwa ada pengecualian untuk dogma Di Luar Gereja Tidak Seorang Pun Dapat Mencapai Keselamatan. Namun dengan terjemahan yang lebih baik, dengan memperhatikan konteksnya secara cermat, dan dengan memahami cara kata citra bisa digunakan, terbukti bahwa orang tidak perlu menyimpulkan bahwa Paus Pius IX sedang mengajarkan bidah bahwa ada pengecualian untuk dogma tersebut. Memang benar, gagasan bahwa dogma itu menerima adanya pengecualian, merupakan bidah. Bahkan, orang-orang seperti Mons. Joseph Clifford Fenton sekalipun, yang kenyataannya seorang liberal pada perkara ini, dengan benar menyatakan bahwa berkata ada pengecualian untuk dogma Di Luar Gereja Tidak Terdapat Keselamatan, setara menyangkal dogma tersebut.

Monsinyur Joseph Clifford Fenton, The Catholic Church and Salvation [Gereja Katolik dan Keselamatan], 1958, hal. 124, 126:
Ajaran bahwa dogma perlunya Gereja untuk keselamatan menerima adanya pengecualian, pada hakikatnya merupakan penyangkalan terhadap dogma tersebut sebagaimana dogma itu telah dinyatakan dalam deklarasi-deklarasi otoritatif magisterium gerejawi dan bahkan sebagaimana yang terungkap dalam aksioma atau rumusan ‘Extra ecclesiam nulla salus.’ Penting untuk dicatat bahwa ajaran semacam itu ditemukan dalam kajian terakhir Kardinal Newman yang diterbitkan pada perkara ini … Jelas bahwa tidak mungkin ada cara yang lebih efektif untuk mereduksi ajaran perlunya Gereja demi pencapaian keselamatan kekal menjadi rumusan yang hampa selain penjelasan yang diajukan oleh Newman ....”

Maka mereka yang berpikir secara salah bahwa Paus Pius IX sedang menyisipkan pengecualian untuk dogma itu, orang-orang itu menuduh Sri Paus menganut bidah terang-terangan. Namun kita telah melihat bahwa terjemahan yang tepat serta perhatian yang cermat terhadap konteksnya, tidak mewajibkan makna semacam itu. Dan juga, teksnya itu tidak infalibel. Ajaran falibel Paus Pius IX atau Paus lain mana pun harus dikesampingkan kalau menentang ajaran Gereja yang dogmatis dan diulang-ulang pada perkara ini. Ajaran dogmatis Gereja kenyataannya secara positif meniadakan segala pengecualian. Gereja secara infalibel menggunakan kata-kata seperti sama sekali tiada seorang punsetiap makhluk manusiabarang siapatidak seorang pun, dll., dalam menyatakan bahwa tidak terdapat keselamatan tanpa iman Katolik atau di luar Gereja Katolik. Maka, pengecualian jelas bertentangan dengan dogma tersebut.

Paus Pius IX tidak mengajarkan bahwa orang-orang yang mengalami ketidaktahuan bisa selamat kalau mereka tetap tidak tahu dan tidak dicerahkan. Ia secara terbuka mengutuk gagasan bahwa siapa pun bisa selamat tanpa iman Katolik atau sembari terpisah dari kesatuan Katolik, dan Sri Paus menyatakan sebagai perbuatan kriminal kalau orang mengakui apa pun selain satu Tuhan, satu iman dan satu pembaptisan dari wahyu ilahi.

Kenyataan bahwa tidak ada orang dewasa yang bisa selamat tanpa percaya akan misteri-misteri esensial dari iman Kristiani, kembali diteguhkan oleh Paus St. Pius X dalam surat ensikliknya dari tahun 1905, Acerbo Nimis. Sri Paus juga mereferensikan Paus Benediktus XIV.

Paus Pius X, Acerbo Nimis (#2), 15 April 1905: “Dan dengan demikian, Pendahulu Kami, Benediktus XIV, memiliki alasan yang benar untuk berkata: ‘Kami menyatakan bahwa sejumlah besar orang yang terkutuk ke dalam hukuman yang abadi menderita malapetaka yang kekal itu akibat ketidaktahuan akan misteri-misteri iman yang harus diketahui dan dipercayai untuk menjadi terhitung dari antara orang-orang pilihan.’

Ketika St. Pius X merujuk kepada misteri-misteri iman yang harus diketahui dan dipercayai untuk memperoleh keselamatan, ia tidak semata-mata berbicara tentang keyakinan akan Allah dan bahwa Allah adalah pemberi pahala. Sri Paus menyertakan misteri-misteri iman. Dia kenyataannya merujuk kepada dogma Penjelmaan pada paragraf yang sama. Sebabnya adalah tidak seorang pun selamat tanpa iman akan Yesus Kristus.

Paus St. Pius X, Acerbo Nimis (#2), 15 April 1905: “Maka mereka tidak tahu apa-apa tentang Penjelmaan Sabda Allah, ataupun tentang pemulihan umat manusia secara sempurna yang telah dilaksanakan oleh diri-Nya sendiri ....”

Di dalam Kisah Para Rasul 4:12, St. Petrus, Paus yang pertama, mewartakan bahwa tiada nama lain di bawah Surga yang diberikan kepada manusia, yang olehnya kita harus diselamatkan, selain nama Yesus.

Kisah Para Rasul 4:11-12 - “[Yesus] Inilah batu yang telah ditolak oleh kalian, para tukang bangunan, namun Ia telah menjadi batu penjuru. Dan tiada keselamatan dalam seorang lain pun, sebab tiada nama lain di bawah Surga yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita harus diselamatkan.

Dogma ini diulangi oleh para Paus di sepanjang sejarah, termasuk oleh Paus Leo Agung, Leo XII, Pius VIII, Leo XIII dan Pius XI. Dogma ini juga diajarkan oleh Konsili Trente.

Paus St. Leo Agung, Surat 129, 10 Maret 454: “ … bangsa Mesir telah sejak pertama kalinya belajar dari ajaran Rasul Petrus yang Terberkati melalui Markus, muridnya yang terberkati, tentang apa yang diakui sebagai ajaran yang telah dipercayai oleh bangsa Romawi, yakni selain Tuhan Yesus Kristus, ‘tiada nama lain yang diberikan kepada manusia di bawah Surga, yang di dalamnya mereka harus diselamatkan’ [Kisah Para Rasul 4:12].”

Paus Pius VIII, Traditi Humilitati #4, 24 Mei 1829: “Untuk melawan para sofis yang berpengalaman ini orang-orang harus diajarkan bahwa pengakuan iman Katolik adalah satu-satunya yang benar, seperti yang dinyatakan oleh sang rasul: satu Tuhan, satu iman, satu pembaptisan … Bahwasanya tiada nama selain nama Yesus yang diberikan kepada manusia yang olehnya mereka dapat diselamatkan. Barang siapa percaya akan diselamatkan; barang siapa tidak percaya akan dikutuk.”

Paus Leo XII, Ubi Primum (#14), 5 Mei 1824: “Allah yang Mahabenar, yang bahwasanya adalah Kebenaran yang terluhur sendiri, sang Penyelenggara yang Mahabaik dan Mahabijak, tidak mungkin menyetujui semua sekte yang mengajarkan doktrin-doktrin sesat yang saling bertentangan dan berkontradiksi, serta menganugerahkan imbalan-imbalan abadi kepada orang-orang yang mengakui doktrin-doktrin sesat tersebut … dengan Iman Ilahi Kami percaya akan satu Tuhan, satu Iman, satu Pembaptisan, dan bahwa tiada nama lain di bawah Surga yang diberikan kepada manusia selain nama Yesus Kristus dari Nazaret, yang di dalamnya kita harus diselamatkan, dan oleh karena itu Kami mengakui bahwa tidak terdapat keselamatan di luar Gereja.”

Paus Pius XI, Mit Brennender Sorge (#17), 14 Maret 1937:
“Karena Kristus … telah menuntaskan karya Penebusan … sejak hari itu tiada nama lain di bawah Surga yang telah diberikan kepada manusia, yang olehnya kita harus diselamatkan (Kisah Para Rasul 4:12).”

Konsili Trente, Sesi 5, Tentang Dosa Asal: “ … barang siapa menyangkal bahwa jasa yang sama dari Yesus Kristus itu dibubuhkan baik kepada orang dewasa maupun kepada anak-anak melalui Sakramen Pembaptisan, yang diselenggarakan secara layak seturut formula yang digunakan Gereja, terkutuklah dia; sebab tiada nama lain di bawah Surga yang diberikan kepada manusia, yang di dalamnya kita harus diselamatkan [Kisah Para Rasul 4:12].

Kebenaran wahyu ilahi ini, dogma Gereja Katolik ini, menghancurleburkan gagasan bidah yang sangat merajalela, bahwa orang dewasa tak dibaptis yang tidak tahu tentang Yesus Kristus atau tidak membuat ungkapan iman akan Dia, atau yang merupakan anggota agama sesat, bisa selamat. Untuk tahu alasannya, mari kita mencermati konteks Kisah Para Rasul bab 3 dan 4.

Di Kisah Para Rasul 3:6, St. Petrus berkata kepada orang lumpuh:

Kisah Para Rasul 3:6 – “Dalam nama Yesus Kristus dari Nazaret, bangunlah dan berjalanlah!”

St. Petrus memanggil nama Yesus untuk menyembuhkan seseorang. Di Kisah Para Rasul 3:16, sepuluh ayat kemudian, St. Petrus menjelaskan bahwa orang itu disembuhkan oleh iman dalam nama Yesus.

Kisah Para Rasul 3:16 – “Dan karena iman dalam nama-Nya, nama-Nya itu telah menguatkan orang yang kalian lihat dan kenal ini ....”

Perhatikan, memanggil nama Yesus secara nyata, dalam suatu ungkapan iman akan Dia, adalah yang memberi kesembuhan bagi orang lumpuh itu. Di dalam Kisah Para Rasul 4:10, St. Petrus menjelaskan lebih lanjut:

Kisah Para Rasul 4:10 – “ … hendaknya kamu sekalian dan seluruh umat Israel mengetahui, bahwa dalam nama Yesus Kristus dari Nazaret, yang telah kalian salibkan, yang dibangkitkan oleh Allah dari antara orang mati – oleh-Nya orang ini berdiri sehat di hadapan kalian.”

Kita bisa melihat, memanggil nama Yesus dalam ungkapan iman akan Dia, adalah yang dimaksud St. Petrus, ketika berkata “dalam nama Yesus Kristus”. St. Petrus lalu berkata di dalam Kisah Para Rasul 4:11-12:

Kisah Para Rasul 4:11-12 – “[Yesus] Inilah batu yang telah ditolak oleh kalian, para tukang bangunan, namun Ia telah menjadi batu penjuru. Dan tiada keselamatan dalam seorang lain pun, sebab tiada nama lain di bawah Surga yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita harus diselamatkan.”

Di sini kita melihat pernyataan infalibel dari Paus pertama, bahwa satu-satunya cara seseorang diselamatkan adalah oleh nama Yesus Kristus. Kita juga bisa melihat bahwa maksud perkataan “Dalam nama Yesus Kristus”, bagi St. Petrus dan dalam Kisah Para Rasul, adalah memanggil nama Yesus secara nyata ketika ungkapan iman sedang dibuat. Kalau orang tidak menerima ungkapan iman yang menyebutkan nama Yesus Kristus itu, orang tersebut tidak bisa dibenarkan dan selamat – tanda titik. Itu adalah dogma dari wahyu ilahi dan diajarkan Gereja Katolik.

Coba pikirkan pula bahwa nama itu adalah nama di bawah Surga yang diberikan kepada manusia. Jadi, maksudnya ini adalah yang benar-benar berlangsung di Bumi. Kenyataan itu semakin membantah gagasan bidah bahwa Yesus mungkin dari Surga menyelamatkan orang tanpa ada ungkapan iman yang dibuat dalam nama-Nya di Bumi. Tidak, harus dibuat ungkapan iman yang membenarkan dalam nama Yesus kepada orang di atas Bumi. Tidak ada cara lain untuk diselamatkan.

Itulah juga alasan St. Petrus berkata demikian dalam Kisah Para Rasul 10:43:

Kisah Para Rasul 10:43 – “Kepada-Nya semua nabi bersaksi bahwa setiap orang yang percaya akan Dia menerima pengampunan dosa melalui nama-Nya.”       

Tidak ada orang yang dibenarkan atau diselamatkan tanpa ungkapan iman, yang dibuat secara khusus dalam nama Yesus Kristus. Kebenaran ini tentunya sama sekali memustahilkan gagasan bahwa orang-orang dewasa yang tidak tahu tentang Kristus atau tidak percaya akan Dia bisa selamat tanpa iman akan diri-Nya, dan membuktikan bahwa gagasan itu bidah. Gagasan semacam itu mencakup pernyataan-pernyataan berikut:

Trent Horn:  Hal itu tidak memustahilkan orang-orang tertentu untuk memperoleh keselamatan, meskipun mereka tidak tahu bahwa sakramen-sakramen Gereja adalah cara kita menerima rahmat. Atau mereka tidak tahu tentang Yesus. Mereka tidak pernah mendengar apa-apa tentang hal ini.

Tim Staples: Namun hubungan itu dapat timbul melalui berbagai jalan yang misterius, yang hanya diketahui oleh Allah sendiri, melalui ketidaktahuan yang tidak teratasi yang dialami orang itu.

Uskup Agung Lefebvre (SSPX), Against The Heresies, hal. 216: “Jiwa-jiwa dapat diselamatkan di dalam suatu agama selain agama Katolik (Protestantisme, Islam, Buddhisme, dll.), tetapi bukan oleh agama ini.” (Angelus Press, 1997)

Donald Sanborn, 17 Feb. 2008: “Dan kalau seseorang yang berada dalam agama-agama sesat itu diselamatkan, itu tidak ada hubungannya dengan agama sesat tersebut. Itu ada hubungannya dengan rahmat Allah dan ketidaktahuan mereka.”

Michael Lofton:  Individu-individu tertentu, yang mungkin mengaku diri sebagai orang Yahudi, orang Muslim, namun yang menepati semua persyaratan itu, mereka mungkin dapat dipersatukan secara mistis kepada Gereja.

Para bidah semacam ini serta banyak orang lain seperti mereka, menyangkal pernyataan-pernyataan dogmatis Gereja pada perkara ini. 

Paus Eugenius IV, Konsili Florence, “Cantate Domino,” 1441, ex cathedra: “Ia [Gereja Roma yang Kudus] dengan teguh percaya, mengakui dan berkhotbah bahwa ‘semua orang yang berada di luar Gereja Katolik, bukan hanya orang-orang pagan tetapi juga Yahudi atau bidah dan skismatis, tidak dapat mengambil bagian di dalam kehidupan kekal dan akan masuk ke dalam api yang kekal yang telah disiapkan untuk iblis dan para malaikatnya’, kecuali jika mereka bergabung ke dalam Gereja sebelum akhir hidup mereka … dan bahwa tidak seorang pun dapat diselamatkan, sebanyak apa pun ia telah berderma, walaupun ia telah menumpahkan darah dalam nama Kristus, kecuali jika ia telah bertekun di pangkuan dan di dalam kesatuan Gereja Katolik.”

Mereka juga menyederhanakan dogma Kisah Para Rasul 4:12 serta dogma-dogma terkait menjadi rumusan-rumusan tak bermakna. Paus Paulus III semakin membantah bidah-bidah berbahaya semacam itu dalam surat bulla kepausannya dari tanggal 29 Mei 1537:

Paus Paulus III, Surat Bulla Sublimis Deus, 29 Mei 1537:
“ … manusia, menurut kesaksian Kitab Suci, telah diciptakan untuk menikmati kehidupan dan kebahagiaan kekal, yang tidak dapat diperoleh oleh seorang pun selain melalui iman akan Tuhan kita Yesus Kristus ... ‘Pergilah dan ajarlah semua bangsa.’ Ia berkata semua, tanpa pengecualian, karena semua orang mampu menerima doktrin-doktrin iman ....”

Paus St. Leo Agung, Khotbah 34, Abad V:
“ … sama sekali tidak seorang pun dapat dibenarkan selain mereka yang percaya Tuhan Yesus sebagai Allah benar dan manusia benar sekaligus.”

Paus Gregorius XVI, Mirari Vos (#13), 15 Agustus 1832: “Hendaknya mereka sungguh-sungguh merenungkan kesaksian sang Juru Selamat sendiri, bahwa ‘barang siapa tidak bersama Kristus, ia melawan Kristus’ (Luk. 11:23) dan barang siapa tidak memanen bersama-Nya akan mencerai-beraikan dengan tidak bahagia. Dan itulah sebabnya, ‘jikalau mereka tidak menjaga iman Katolik utuh dan murni, tidak diragukan bahwa mereka akan binasa selamanya’ (Syahadat Atanasius).”

Orang-orang dewasa harus tahu dan percaya akan misteri-misteri esensial Injil serta iman Kristiani/Katolik, seperti Allah Tritunggal dan Penjelmaan, sebagaimana yang diajarkan pula oleh Syahadat Atanasius.

Paus Eugenius IV, Konsili Florence, “Syahadat Atanasius”. 1439:
“Tetapi, adalah suatu hal yang juga diperlukan untuk keselamatan kekal, bahwa ia dengan setia percaya akan Penjelmaan Tuhan kita Yesus Kristus.”

Jadi, apa itu ungkapan iman lahiriah dalam nama Yesus Kristus, suatu perbuatan yang mengampuni orang-orang, dan yang harus diterima setiap orang supaya selamat? Jawabannya adalah pembaptisan. Itulah sebabnya Kisah Para Rasul berulang kali berkata bahwa orang-orang dibaptis dalam nama Tuhan Yesus.

Kisah Para Rasul 2:38 – “Dan Petrus berkata kepada mereka, ‘Bertobatlah dan berikanlah dirimu masing-masing dibaptis dalam nama Yesus Kristus demi pengampunan atas dosa-dosamu ....”

Kisah Para Rasul 8:16 – “ … mereka hanya telah dibaptis dalam nama Tuhan Yesus.”

Kisah Para Rasul 10:48 – “Dan ia memerintahkan mereka supaya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus Kristus.”

Kisah Para Rasul 19:5 – “Ketika mendengar hal ini, mereka dibaptis dalam nama Tuhan Yesus.”

Anda bisa lihat hubungannya? Pernyataan St. Petrus dalam Kisah Para Rasul 4:12, bahwa orang harus diselamatkan oleh nama Yesus Kristus, dikaitkan secara langsung oleh wahyu ilahi dengan pembaptisan, yang berulang kali disamakannya dengan perbuatan dalam nama Tuhan Yesus Kristus.

Ada beberapa hal terbukti dari fakta ini:

1) Pembaptisan melahirkan kembali, mengampuni dan membenarkan, sebab pembaptisan adalah perbuatan dalam nama Yesus yang mengampuni dan menyelamatkan manusia, dan itu juga jelas terlihat dari Kisah Para Rasul 2:38.

2) Bayi-bayi dibenarkan oleh pembaptisan, karena setiap orang harus menerima perbuatan itu supaya selamat.

3) Tidak ada orang yang selamat tanpa pembaptisan air, sebab seperti yang dikatakan St. Petrus di Kisah Para Rasul 4:12, orang tidak diselamatkan selain oleh nama Yesus Kristus, dan pembaptisan adalah perbuatan yang dilakukan dalam nama-Nya.

4) Tidak seorang pun bisa diselamatkan kalau mati tak dibaptis dan tanpa tahu kebenaran-kebenaran esensial dari iman Kristiani.

Berkata bahwa orang dewasa tak dibaptis dan yang tidak mengenal Yesus atau percaya akan Dia (dan karena itu sama sekali tidak membuat ungkapan iman akan Yesus dan dalam nama-Nya) bisa diselamatkan, adalah bidah terang-terangan! Perbuatan itu menentang dogma Kisah Para Raul 4:12 serta dogma-dogma lainnya dari iman Katolik, seperti ajaran infalibel Gereja bahwa tidak seorang pun dapat selamat atau dibenarkan tanpa iman Katolik.

Konsili Trente, Sesi 5, tentang Dosa Asal:
“ ... Iman Katolik kita, ‘yang tanpanya mustahil adanya untuk berkenan kepada Allah’ [Ibr. 11:6] ….”

Posisi semacam itu tentunya juga menolak dogma yang dipermaklumkan Paus Eugenius IV pada Konsili Florence, bahwa semua orang yang meninggal di luar Gereja Katolik (termasuk orang-orang pagan, Yahudi, dsb.) tidak selamat. Dan juga, pembaptisan dalam nama Tuhan Yesus Kristus mengacu kepada pembaptisan dalam nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus, seperti yang ditunjukkan oleh konteks Kisah Para Rasul 19. Meskipun rumusannya Trinitarian, sebutannya adalah pembaptisan dalam nama Yesus Kristus, karena Tuhan dan Yesus Kristus adalah pribadi yang sama.

Pembaptisan dalam nama Allah Tritunggal adalah pembaptisan dalam nama Yesus Kristus, sebab Yesus adalah Pribadi Kedua Allah Tritunggal, yang dipanggil dalam rumusan tersebut. Di samping menerima pembaptisan, orang dewasa tentunya juga harus percaya akan misteri-misteri esensial dari Injil dan iman Katolik supaya bisa dibenarkan dan selamat. Orang itu juga tidak boleh menolak kebenaran iman Katolik yang lebih mendalam yang diketahuinya.

St. Yustinus Martir, 155 M, Apologi Pertama, Bab 61: “Lalu, mereka dibawa oleh kami ke tempat yang ada airnya, dan diregenerasikan dengan cara yang sama kami sendiri dahulu diregenerasikan. Sebab dalam nama Allah, Bapa dan Tuhan semesta alam, dan Yesus Kristus Juru Selamat kita, serta Roh Kudus, mereka kemudian menerima permandian dengan air. Sebab Kristus berkata, ‘Jika engkau tidak dilahirkan kembali, engkau tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga’ … Alasan untuk melakukan hal ini telah kami pelajari dari para Rasul.”

St. Ireneus, 190 M, Fragmen-Fragmen 34:
“Sebab karena kita adalah pengidap kusta dalam dosa, kita dibersihkan dari pelanggaran-pelanggaran kita yang lama dengan menggunakan air suci dan memanggil nama Tuhan; dari pelanggaran-pelanggaran lama kita; diregenerasikan secara rohani seperti bayi-bayi yang baru lahir, sama saja dengan yang telah dikatakan Tuhan: ‘Jika seseorang tidak dilahirkan kembali dari air dan Roh, ia tidak akan masuk ke dalam kerajaan Surga.’”

St. Atanasius, 360 M, Empat Diskursus Melawan Kaum Arian, 3:26-33“ … dengan dilahirkan kembali dari atas dari air dan Roh, dalam Kristus kita semua dijadikan hidup.”

St. Agustinus, 395 M, Khotbah kepada Para Katekumen, tentang Syahadat, 7:15:  “ … Allah tidak mengampuni dosa kecuali untuk mereka yang telah dibaptis.”

St. Agustinus, 420 M, Melawan Dua Surat Kaum Pelagian, 3:3-5: “Pembaptisan mencuci bersih segala dosa kita ….”

Matius 19:16-17 – “Dan lihatlah, ada orang yang datang kepada-Nya dan berkata, ‘Guru, perbuatan baik apa yang harus kulakukan supaya beroleh kehidupan kekal?’ Dan Dia berkata kepadanya, ‘Mengapa engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya ada satu yang baik, Allah. Jika engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah perintah-perintah Allah.”          

Supaya selamat, orang juga perlu mati dalam keadaan rahmat dengan menuruti Allah, menghindari dosa berat dan bertekun dalam iman Katolik sampai ajal. Di dalam 1 Korintus 6:11, sebuah ayat kunci tentang pembenaran, kita juga menemukan kaitan langsung antara pengampunan, pembenaran dan suatu perbuatan yang dilakukan “dalam nama Tuhan”.

1 Korintus 6:11 – “Tetapi kalian telah dibasuh [ἀπελούσασθε], kalian telah dikuduskan, kalian telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan oleh Roh Allah kita.”

Di dalam bahasa Yunani, kata kerja dibasuh dalam 1 Kor. 6:11 ini, ἀπολούωhanya digunakan satu kali lagi di dalam Perjanjian Baru, yaitu dalam Kisah Para Rasul 22:16, yang mengacu kepada dosa-dosa yang dibasuh dalam pembaptisan air.

Kisah Para Rasul 22:16 - “ … Bangunlah dan berilah dirimu dibaptis dan dosa-dosamu dibasuh [ἀπόλoυσαι] ....”

St. Paulus menggambarkan jemaat di Korintus yang telah dibasuh, dikuduskan, dan dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus – persisnya karena ia sedang merujuk kepada saat mereka dahulu dibaptis. Ada banyak doktor Gereja Katolik yang juga menegaskan ajaran Katolik, bahwa tidak seorang pun bisa diselamatkan tanpa iman akan Yesus Kristus. Mereka mengajarkan secara benar bahwa orang-orang yang meninggal tanpa pernah mendengar Injil tidak selamat.

St. Petrus Kanisius, Summa Doctrinae Christianae, Abad ke-16, Mengenai Iman dan Simbol Iman, #18:
“Mereka bersama-sama memiliki kesatuan iman, kesetujuan dalam doktrin, dan keseragaman dalam penggunaan sakramen … Di luar persekutuan para kudus ini (seperti di luar bahtera Nuh), niscaya terdapat kehancuran bagi manusia fana, bahwasanya tiada keselamatan: baik bagi orang-orang Yahudi maupun pagan yang tidak pernah menerima iman Gerejamaupun bagi para bidah, yang setelah menerima iman itu, meninggalkan atau membejatkannya; tidak pun bagi para skismatis … dan pada akhirnya tidak pun bagi mereka yang terekskomunikasi ….”

Orang-orang yang mengalami ketidaktahuan semacam itu tidak terkutuk karena ketidaktahuan mereka, namun mereka terkutuk karena dosa-dosa mereka yang lain, dosa-dosa yang tidak dapat diampuni tanpa iman.

St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae, Bagian II-II, Pertanyaan 10, Artikel 1: “Tetapi jika dipandang dalam bentuk negasi murni, seperti yang didapati pada mereka yang tidak pernah mendengar apa-apa tentang iman, ketidakberimanan sifatnya bukanlah dosa, melainkan hukuman, karena ketidaktahuan semacam itu tentang hal-hal ilahi merupakan akibat dari dosa nenek moyang pertama kita. Namun orang-orang kafir semacam ini [yaitu mereka yang tidak memiliki iman, akibat ketidaktahuan dan bukan pertentangankenyataannya terkutuk karena dosa-dosa lainnya, dosa-dosa yang tidak dapat diampuni tanpa iman, namun mereka terkutuk bukan karena dosa ketidakberimanan. Oleh sebab itulah Tuhan kita berkata (Yohanes 15:22): ‘Sekiranya Aku tidak datang dan berbicara kepada mereka, mereka tidak akan berdosa’; Agustinus menjabarkan bahwa perkataan itu (Tract. lxxxix in Joan.) ‘mengacu kepada dosa yang mereka perbuat dengan tidak percaya akan Kristus.’”

Kalau orang-orang dalam situasi-situasi semacam itu berkehendak baik dan tanggap terhadap Allah, Allah akan membawa mereka sampai pada pengetahuan akan iman Katolik dan pada pembaptisan.

Kita membaca dalam Yohanes 3:18.

Yohanes 3:18 – “ … barang siapa tidak percaya [akan Putra] sudah terkutuk, karena ia tidak percaya dalam nama Putra tunggal Allah.”

Kebenaran yang sama ini kembali ditegaskan dalam Yohanes 3:36. St. Robertus Bellarminus menyatakan hal berikut tentang ayat itu:

St. Robertus Bellarminus, De Amissione Gratiae Et Statu Peccati, Buku 6, Bab 2: “Barang siapa percaya akan Putra beroleh kehidupan kekal; tetapi barang siapa tidak percaya akan Putra tidak akan melihat hidup, namun murka Allah tetap ada di atasnya [Yohanes 3:36] ... St. Agustinus mengamati dengan tepat … bahwa tidak dikatakan [dalam Yohanes 3:36]: ‘Murka Allah akan menimpa mereka’, melainkan ‘tetap ada di atas mereka’, supaya kita paham bahwa iman akan Kristus diperlukan tidak hanya agar kita tidak jatuh ke dalam murka Allah, namun bahkan agar kita dapat dibebaskan dari murka yang ke dalamnya kita telah jatuh akibat ketidaktaatan manusia pertama. Mengenai hal ini, sang Rasul berkata demikian kepada Jemaat di Efesus, bab 2: Sebab kita juga secara kodrat adalah anak-anak yang patut dimurkai ....”

Poin ini sangat penting. Perhatikan, ya, orang bukannya harus mendengar tentang Yesus dan Injil, dan lalu menolak Yesus agar menjadi terkutuk. Ya, perbuatan itu akan mengutuk orang tersebut, namun orang-orang yang tidak percaya akan Yesus, entah sudah mendengar tentang Yesus atau belum, mereka sudah berada dalam keadaan pengutukan akibat dosa asal. Dan kalau umur mereka di atas usia akal, mereka berada dalam keadaan pengutukan akibat dosa-dosa nyata mereka. Pengutukan yang memustahilkan mereka masuk Surga itu tetap ada di atas mereka, kalau tidak dihapuskan melalui iman akan Yesus Kristus dan penyaturagaan ke dalam Dia. Tidak ada cara lain untuk diselamatkan.

SHOW MORE