vatikankatolik.id - Saluran dalam Bahasa Indonesia | |
Bruder Peter Dimond, OSB Paus Pius IX membuat pernyataan-pernyataan tentang perkara keselamatan yang disalahgunakan dan disalahpahami banyak orang. Masalah itu akan diulas video ini. Orang pertama-tama harus mengakui bahwa dogma Di Luar Gereja Katolik Tidak Terdapat Keselamatan dan perlunya iman Kristiani/Katolik sudah didefinisikan dan dibereskan bahkan sebelum Paus Pius IX lahir. Gereja Katolik sudah mendeklarasikan secara dogmatis bahwa iman Katolik dan pembaptisan diperlukan untuk keselamatan. Gereja sudah menyatakan bahwa semua orang yang meninggal sebagai orang-orang pagan, Yahudi, bidah dan skismatis, tidak selamat, dan bahwa tiada nama di bawah Surga yang diberikan kepada manusia selain nama Yesus yang olehnya mereka harus diselamatkan. Mengenai orang-orang dewasa yang tidak sempat mendengar Injil, Gereja mengajarkan bahwa mereka tidak dapat diselamatkan tanpa iman Kristiani/Katolik. Orang-orang dewasa yang mengalami ketidaktahuan semacam itu tidak terkutuk karena dosa ketidakberimanan atau karena dosa tidak mendengar Injil, namun mereka terkutuk karena dosa-dosa mereka yang lain. St. Thomas Aquinas menuangkannya dengan baik ketika dia berkata demikian:
Inilah ajaran tradisional Gereja yang diartikulasikan oleh banyak orang kudus dan doktor Gereja. Dan yang terpenting pada perkara ini, ajaran ini terbukti dari ajaran Takhta St. Petrus. Paus Pius IX adalah salah seorang Paus yang terpanjang masa pemerintahannya di dalam sejarah. Ia membuat banyak pernyataan yang kuat pada perkara keselamatan, termasuk:
Mari kita sekarang mencermati tiga pernyataan Paus Pius IX yang paling sering direferensikan dan disalahgunakan pada perkara ini. SINGULARI QUADAM - PAUS PIUS IX KEPADA PARA KARDINAL, 9 DES. 1854
Paus Pius IX berkata bahwa orang-orang yang mengalami ketidaktahuan tak teratasi tidak dianggap bersalah pada perkara ini di mata Tuhan; coba saya ulangi, ya: pada perkara ini, maksudnya pada perkara yang tentangnya itu mereka mengalami ketidaktahuan tak teratasi. Itu memang sungguh benar. Seperti yang sudah kami sebutkan dan kutip dari St. Thomas, ajaran tradisional menyatakan bahwa kalau orang-orang yang tidak pernah mendengar Injil, mati tanpa tahu iman sejati, mereka tidak terkutuk karena dosa ketidakberimanan atau karena dosa tidak pernah mendengar Injil, namun mereka terkutuk karena dosa-dosa mereka yang lain. Itulah sebabnya mereka tidak dianggap bersalah pada perkara ini di mata Allah. Namun itu tidak berarti mereka tidak dianggap bersalah pada perkara-perkara lainnya, atau bahwa mereka bisa selamat tanpa iman Katolik. Mereka tidak bisa. Seperti yang dinyatakan oleh teolog Dominikan dari abad ke-16, Uskup Fransiskus de Vitoria:
Jadi, pernyataan Paus Pius IX bahwa mereka tidak dianggap bersalah “pada perkara ini” di mata Allah sungguh konsisten dengan ajaran tradisional Gereja, bahwa semua orang dewasa yang mati tanpa tahu dasar-dasar iman Katolik tidak dapat diselamatkan. Paus Pius IX lalu menegaskan bahwa kerahiman dan keadilan Allah bersatu dan bahwa kita harus percaya dengan amat teguh bahwa hanya ada satu Allah, satu iman, satu pembaptisan, dan bahwa melangkah lebih lanjut dengan mengajukan pertanyaan merupakan perbuatan terlarang. Pernyataannya ini menentang gagasan “pembaptisan keinginan” serta semua orang yang menggagaskan keselamatan melalui pembaptisan lain, selain pembaptisan air, atau dalam iman-iman yang lain. Sebabnya, dalam konteks membahas perlunya iman Katolik serta tentang perkara ketidaktahuan, Paus Pius IX mengajarkan bahwa orang dilarang menyatakan apa-apa selain satu Allah, satu iman dan satu pembaptisan dari wahyu ilahi. Namun pembaptisan yang satu dari wahyu ilahi itu adalah pembaptisan air, seperti yang dideklarasikan secara dogmatis oleh Konsili Vienne. Menurut Paus Pius IX, percaya sesuatu yang menyimpang dari ajaran itu bersifat nefas – yang berarti tindak kriminal atau melawan hukum ilahi. Saya ulangi ya, Paus Pius IX mengajarkan bahwa orang berbuat kriminal dan menentang hukum ilahi, kalau orang itu menyatakan suatu hal pun yang lain dari satu Allah, satu iman dan satu pembaptisan dari Efesus 4:5, yaitu Sakramen Pembaptisan. Karena itulah Paus Pius IX secara tersirat mencela teori-teori keselamatan melalui pembaptisan-pembaptisan yang lain dan dalam iman-iman yang lain pada pidatonya ini. Ia seharusnya mengutuk gagasan-gagasan itu secara lebih eksplisit, namun ia menegaskan posisi yang benar serta aturan iman yang benar. Mereka yang percaya dan mengajarkan bahwa orang bisa selamat tanpa iman yang satu dan pembaptisan yang satu itu, melanggar hukum ilahi, seturut Paus Pius IX. Paus Pius IX lalu berkata bahwa kita hendaknya berdoa agar “segala bangsa berkonversi kepada Kristus” dan supaya “karunia-karunia rahmat surgawi sama sekali tiada kekurangan bagi mereka yang tulus menginginkan dan meminta agar disegarkan dengan terang ini.”
Ini juga konsisten dengan ajaran tradisional, yang diungkapkan secara jelas oleh orang-orang seperti St. Thomas dan St. Robertus Bellarminus, yaitu jika seseorang tidak tahu tentang Kristus dan bertindak semampu dirinya, serta meminta bantuan dari Allah, Allah akan mewahyukan iman sejati kepada orang itu. Perhatikan, bahwa Paus Pius IX mengasosiasikan konversi kepada Kristus dengan menerima terang Ilahi. Ini akan menjadi penting di kemudian waktu pada video ini. QUANTO CONFICIAMUR – KEPADA PARA KARDINAL DAN USKUP ITALIA, 10 AGU. 1863 Dokumen berikutnya dari Paus Pius IX yang disalahgunakan dan disalahpahami adalah Quanto Conficiamur, sepucuk surat kepada para kardinal dan uskup Italia, tertanggal 10 Agustus 1863. Paus Pius IX ingin menekankan bahwa kerahiman Allah sejalan dengan keadilan-Nya dan dengan kebenaran bahwa tidak seorang pun diselamatkan tanpa iman Katolik. Oleh sebab itulah Sri Paus membahas perkara ketidaktahuan tak teratasi pada sejumlah kesempatan, seperti halnya banyak teolog di masa lalu yang secara bersamaan menegaskan dengan benar bahwa tidak ada orang dewasa yang meninggal dalam ketidaktahuan akan iman Katolik yang dapat diselamatkan. Maka hanya karena seseorang membahas konsep ketidaktahuan tak teratasi, bukan berarti orang itu mengajarkan bahwa orang-orang semacam itu bisa selamat tanpa iman Katolik. Paus Pius IX menyatakan:
Sri Paus pertama-tama mengutuk pandangan itu sebagai kesalahan terberat (gravissimum errorem): pandangan bahwa orang-orang yang hidup dalam kesalahan serta terasing dari iman sejati, dapat mencapai kehidupan kekal. Sri Paus lalu berkata bahwa pandangan ini terutama bertentangan dengan doktrin Katolik. Ini benar-benar mengakhiri perdebatan, sebab orang-orang yang tak dibaptis dan tidak tahu iman Katolik, terasing dari kesatuan Katolik. Gereja adalah kesatuan iman, kesatuan sakramen, dll. Maka Paus Pius IX mengajarkan bahwa pandangan itu adalah kesalahan terberat: pandangan bahwa orang-orang semacam itu dapat memperoleh kehidupan kekal, ketika mereka terpisah dari kesatuan Gereja. Ia lalu membahas ketidaktahuan tak teratasi. Seperti yang sudah kami catat, ada konsep ketidaktahuan tak teratasi atau ketidaktahuan tanpa salah, yang memang benar-benar sah: yaitu, orang-orang tidak dianggap bersalah atas hal yang tidak mereka ketahui bukan karena kesalahan diri mereka sendiri. Tetapi orang-orang semacam itu tidak bisa selamat tanpa iman Katolik. Kalau mereka tanggap kepada Allah di mana pun mereka berada, Allah tidak akan meninggalkan mereka dalam kegelapan. Maka Paus Pius IX berkata bahwa jika orang-orang semacam itu dengan penuh perhatian menaati hukum kodrat dan dipersiapkan untuk menaati Allah, mereka dapat dengan pertolongan kuasa terang dan rahmat ilahi yang bekerja, memperoleh kehidupan kekal. Yang dimaksud kuasa terang dan rahmat ilahi yang bekerja itu adalah menerima Injil. Misalnya:
Sri Paus tidak berkata bahwa orang-orang bisa mencapai kehidupan kekal kalau mereka tetap mengalami ketidaktahuan, tetapi bahwa mereka bisa mencapai kehidupan kekal dengan pertolongan kuasa terang dan rahmat ilahi yang bekerja; maksudnya adalah menerima kebenaran Injil serta disaturagakan ke dalam Gereja Kristus, seperti yang sudah kita lihat. Kita juga melihat hubungan antara menerima terang ilahi dan berkonversi kepada Kristus pada pidato Singulari Quadam dari Paus Pius IX. Bahkan di dalam Quanto Conficiamur sendiri, hanya dua paragraf sebelum perikop yang sedang kita bahas, Paus Pius IX membuat kaitan langsung antara terang dan menerima iman Kristiani.
Menurut Paus Pius IX, terang itu mencerahkan orang-orang dengan iman. Terang itu tidak menelantarkan mereka dalam ketidaktahuan. Sri Paus juga secara langsung mengaitkan terang itu dengan menerima iman Kristiani dalam dokumen Singulari Quidem #7, sebuah dokumen yang juga akan kita ulas.
Di sini Sri Paus berkata secara langsung, bahwa terang itu mencerai-beraikan gelap ketidaktahuan. Ia kenyataannya mengunakan kata-kata divina sua luce (“dengan terang ilahinya”), yang mengikutsertakan kata-kata yang persis sama (hanya dalam bentuk gramatikal yang berbeda) yang digunakan pada #7 dari Quanto Conficiamur. Di dalam Quanto Sri Paus menggunakan kata-kata divinae lucis (“dari terang ilahi”). Menurut Paus Pius IX, “terang ilahi” yang bekerja itu mengentaskan ketidaktahuan, dan tidak menelantarkan orang di dalamnya. Maka pernyataan Paus Pius IX dalam Quanto Conficiamur #7 – bahwa orang-orang yang mengalami ketidaktahuan tak teratasi bisa diselamatkan dengan pertolongan kuasa terang dan rahmat ilahi yang bekerja – seharusnya dipahami sesuai dengan pernyataan-pernyataannya yang lain, bahwa orang-orang semacam itu bisa diselamatkan melalui karunia Penyelenggaraan terang iman Kristiani, yang tercurah atas mereka yang tanggap kepada Allah di mana mereka berada. Paus Pius IX seharusnya bertutur kata secara lebih jelas dalam Quanto Conficiamur #7, dan dia memang bisa lebih jelas, namun kata-katanya itu (kalau dipahami secara tepat) tidak memerlukan makna yang salah, bidah atau baru. Jika terang ilahi itu bekerja, seperti yang dikatakan Sri Paus, maka artinya orang menerima terang itu dan tidak tertinggal dalam gelap ketidaktahuan. Faktanya, Romo Michael Muller adalah seorang imam yang hidup di zaman Paus Pius IX. Ia menulis untuk melawan orang-orang yang menyalahgunakan dan menyalahtafsirkan perkataan Paus Pius IX. Mereka menggunakan kata-kata Sri Paus untuk mengajarkan gagasan bidah, bahwa orang bisa selamat meski tetap tidak tahu tentang iman Kristiani/Katolik.
Fakta bahwa Allah akan membawa orang semacam itu kepada pengetahuan akan iman Kristiani, merupakan ajaran Gereja, seperti yang sudah kita lihat. Terkait mereka yang belum pernah mendapat pewartaan Injil, St. Robertus Bellarminus mengajarkan bahwa mereka tidak bisa selamat tanpa iman Kristiani. Ia berkata bahwa mereka bisa tahu bahwa Allah itu ada, sehingga kalau mereka berdoa dan berderma, Allah akan dengan mudah menyampaikan kebenaran-kebenaran iman Kristiani kepada mereka, entah melalui manusia atau malaikat.
Hal ini sudah kami bahas dalam video kami tentang St. Robertus Bellarminus. Pada tahun 1847, Paus Pius IX juga melawan orang-orang tertentu, yang menganggap dirinya memegang posisi bidah bahwa orang bisa selamat tanpa iman Katolik.
Maka Paus Pius IX mengoreksi mereka yang secara salah menyatakan bahwa Sri Paus percaya akan bidah-bidah semacam itu. Di dalam pidato itu ia juga menegaskan bahwa mereka yang percaya dan dibaptis akan selamat. Jadi, Quanto Conficiamur memang lebih ambigu, dan penyalahtafsiran surat ensiklik itu telah menyebabkan kerusakan yang begitu besar terhadap jiwa-jiwa, penginjilan serta iman Katolik; namun surat ensiklik itu punya arti yang ortodoks. Tidak ada alasan apa pun untuk percaya bahwa Paus Pius IX sedang menentang dogma Katolik, dirinya sendiri, dan semua orang kudus serta doktor, yang semufakat mengajarkan bahwa orang dewasa harus mengenal Yesus Kristus serta dasar-dasar iman Kristiani/Katolik untuk memperoleh keselamatan. Sebab, kita sudah melihat bahwa dalam dokumen yang sama ini, gagasan bahwa orang-orang yang hidup dalam kesalahan dan terasing dari kesatuan Katolik bisa diselamatkan, dikutuk oleh Paus Pius IX sebagai kesalahan terberat. SINGULARI QUIDEM – KEPADA PARA KARDINAL DAN USKUP AUSTRIA, 17 MARET 1856 Teks Paus Pius IX berikutnya yang disalahgunakan orang adalah dari dokumen Singulari Quidem. Dokumen ini ditujukan kepada para kardinal dan uskup Kekaisaran Austria, tertanggal 17 Maret 1856. Ada beberapa orang bidah tertentu yang benar-benar mempermasalahkan dokumen ini, atau lebih tepatnya, mereka mempermasalahkan hal yang mereka kira secara salah dikatakan oleh dokumen itu. Namun seperti dalam banyak aspek perkara-perkara keselamatan dan pembaptisan, penggunaan dokumen ini secara keliru terkait dengan terjemahan yang buruk dan kegagalan untuk mencermati kata-kata serta konteksnya secara saksama. Sebelum kita membahas teks yang bersangkutan, mohon perhatikan bahwa dalam dokumen yang sama, Singulari Quidem #4, Paus Pius IX merujuk kepada Gereja Katolik dan Takhta Petrus.
Sri Paus mengajarkan bahwa orang-orang tidak bisa menemukan keselamatan di luar Gereja. Dia tidak membuat pengecualian apa-apa dalam menemukan keselamatan di luar Gereja, sebab sama sekali tidak ada. Namun pada paragraf #7, ia sedang membahas perkara yang berbeda, yaitu perkara harapan. Pada paragraf ini, Sri Paus tidak sedang berbicara tentang menemukan keselamatan itu sendiri, melainkan tentang harapan akan keselamatan. Bagian ini sering disalahterjemahkan sebagai berikut: TERJEMAHAN YANG SALAH
Terjemahannya salah. Sri Paus tidak berkata “kecuali orang itu beralasan”. Dia, contohnya, tidak menggunakan, kata Latin nisi.
Namun Sri Paus menggunakan kata depan citra, yang berhubungan dengan kasus akusatif. Citra bisa antara lain berarti:
Sebagai contoh, kamus berbahasa Latin-Inggris oleh John Traupman, The New College Latin Dictionary, memberi definisi citra sebagai berikut, bersama sebuah contoh:
The Oxford Latin Dictionary (Kamus Latin Oxford) juga memberi definisi berikut untuk citra:
Kenyataannya, di dalam surat lain Paus Pius IX yang ditujukan kepada Austria, “Vix dum a Nobis”, Sri Paus menggunakan kata yang sama, citra, namun jelas dengan makna “terlepas dari”.
Citra di sini digunakan oleh Paus yang sama, dan ditujukan kepada negara yang sama. Dan kata itu tidak berarti “kecuali”. Artinya adalah “terlepas dari” atau “tanpa peduli”. Sri Paus berkata bahwa mereka akan melakukan hal-hal tertentu terlepas dari nasihat-nasihatnya. Ada sebuah contoh lain, yang menggambarkan penggunaan citra yang serupa. Contoh ini didapati dalam terjemahan Latin surat Klemens kepada jemaat di Korintus, bab 50:
Di sini kata citra juga tidak berarti “kecuali”. Artinya adalah tanpa peduli atau mengabaikan. Pada contoh-contoh ini, objek kata depan citra diabaikan sebagai sesuatu yang tidak atau seharusnya tidak membatasi ajaran atau pernyataannya. Maka jika kata citra dalam teks Singulari Quidem diterjemahkan menjadi “terlepas dari”, seperti pada penggunaan kata yang sama itu oleh Sri Paus dalam dokumennya yang lain ke Austria, teks itu akan dibaca seperti ini:
Makna terjemahan ini jelas berbeda dari terjemahan yang salah. Paus Pius IX seperti yang telah kami bahas mengajarkan bahwa orang-orang yang mengalami ketidaktahuan tanpa salah atau tak teratasi tidak dikutuk karena ketidaktahuan itu, dan kalau mereka tanggap kepada Allah, Allah akan membawa mereka kepada terang iman. Jadi, teks Singulari Quidem ini bisa berarti bahwa dogma tentang perlunya Gereja untuk keselamatan itu 100% benar, terlepas dari alasan ketidaktahuan tak teratasi – maksudnya, konsep ketidaktahuan tak teratasi sama sekali tidak membatasi dogma itu. Terjemahan ini sungguh selaras dengan dogma tersebut, sebab kalau orang mengalami ketidaktahuan semacam itu dan tanggap kepada Allah, dalam penyelenggaraan-Nya Allah akan membawa orang itu masuk ke dalam kandang domba-Nya. Tetapi citra juga bisa disadur secara lebih lemah, dengan makna “tanpa membahas”. Kalau demikian, terjemahannya akan seperti ini:
Saya sebetulnya percaya bahwa seperti inilah makna yang dimaksudkan Paus Pius IX ketika menggunakan citra dalam teks Singulari Quidem ini. Namun meski dengan terjemahan citra yang “lebih lemah” ini, maknanya sama sekali tidak bidah. Karena seperti yang sudah disebutkan, yang diulas teks ini bukanlah perihal mencapai keselamatan – namun justru tentang harapan akan keselamatan. Ini poin yang krusial. Paus Pius IX percaya bahwa orang-orang yang mengalami ketidaktahuan tak teratasi akan dicerahkan kalau mereka tanggap kepada Allah. Maka dari itu, Sri Paus bisa saja bermaksud tidak membahas (citra) perkara ketidaktahuan tak teratasi, ketika mengulas apabila ada orang di luar Gereja yang bisa punya semacam harapan akan keselamatan. Sri Paus bisa saja tidak membahas perkara itu, ketika dia sedang menyebutkan perkara harapan. Tetapi itu tidak berarti ada orang-orang yang bisa menemukan keselamatan di luar Gereja atau ketika mereka tetap tak tercerahkan dan mengalami ketidaktahuan. Mereka tentunya tidak bisa. Jadi, terjemahan yang salah dan kegagalan untuk mempertimbangkan konteks dari teks itu telah mengakibatkan beberapa orang mengambil kesimpulan bahwa Paus Pius IX secara sesat mengajarkan bahwa ada pengecualian untuk dogma Di Luar Gereja Tidak Seorang Pun Dapat Mencapai Keselamatan. Namun dengan terjemahan yang lebih baik, dengan memperhatikan konteksnya secara cermat, dan dengan memahami cara kata citra bisa digunakan, terbukti bahwa orang tidak perlu menyimpulkan bahwa Paus Pius IX sedang mengajarkan bidah bahwa ada pengecualian untuk dogma tersebut. Memang benar, gagasan bahwa dogma itu menerima adanya pengecualian, merupakan bidah. Bahkan, orang-orang seperti Mons. Joseph Clifford Fenton sekalipun, yang kenyataannya seorang liberal pada perkara ini, dengan benar menyatakan bahwa berkata ada pengecualian untuk dogma Di Luar Gereja Tidak Terdapat Keselamatan, setara menyangkal dogma tersebut.
Maka mereka yang berpikir secara salah bahwa Paus Pius IX sedang menyisipkan pengecualian untuk dogma itu, orang-orang itu menuduh Sri Paus menganut bidah terang-terangan. Namun kita telah melihat bahwa terjemahan yang tepat serta perhatian yang cermat terhadap konteksnya, tidak mewajibkan makna semacam itu. Dan juga, teksnya itu tidak infalibel. Ajaran falibel Paus Pius IX atau Paus lain mana pun harus dikesampingkan kalau menentang ajaran Gereja yang dogmatis dan diulang-ulang pada perkara ini. Ajaran dogmatis Gereja kenyataannya secara positif meniadakan segala pengecualian. Gereja secara infalibel menggunakan kata-kata seperti sama sekali tiada seorang pun, setiap makhluk manusia, barang siapa, tidak seorang pun, dll., dalam menyatakan bahwa tidak terdapat keselamatan tanpa iman Katolik atau di luar Gereja Katolik. Maka, pengecualian jelas bertentangan dengan dogma tersebut. Paus Pius IX tidak mengajarkan bahwa orang-orang yang mengalami ketidaktahuan bisa selamat kalau mereka tetap tidak tahu dan tidak dicerahkan. Ia secara terbuka mengutuk gagasan bahwa siapa pun bisa selamat tanpa iman Katolik atau sembari terpisah dari kesatuan Katolik, dan Sri Paus menyatakan sebagai perbuatan kriminal kalau orang mengakui apa pun selain satu Tuhan, satu iman dan satu pembaptisan dari wahyu ilahi. Kenyataan bahwa tidak ada orang dewasa yang bisa selamat tanpa percaya akan misteri-misteri esensial dari iman Kristiani, kembali diteguhkan oleh Paus St. Pius X dalam surat ensikliknya dari tahun 1905, Acerbo Nimis. Sri Paus juga mereferensikan Paus Benediktus XIV.
Ketika St. Pius X merujuk kepada misteri-misteri iman yang harus diketahui dan dipercayai untuk memperoleh keselamatan, ia tidak semata-mata berbicara tentang keyakinan akan Allah dan bahwa Allah adalah pemberi pahala. Sri Paus menyertakan misteri-misteri iman. Dia kenyataannya merujuk kepada dogma Penjelmaan pada paragraf yang sama. Sebabnya adalah tidak seorang pun selamat tanpa iman akan Yesus Kristus.
Di dalam Kisah Para Rasul 4:12, St. Petrus, Paus yang pertama, mewartakan bahwa tiada nama lain di bawah Surga yang diberikan kepada manusia, yang olehnya kita harus diselamatkan, selain nama Yesus.
Dogma ini diulangi oleh para Paus di sepanjang sejarah, termasuk oleh Paus Leo Agung, Leo XII, Pius VIII, Leo XIII dan Pius XI. Dogma ini juga diajarkan oleh Konsili Trente.
Kebenaran wahyu ilahi ini, dogma Gereja Katolik ini, menghancurleburkan gagasan bidah yang sangat merajalela, bahwa orang dewasa tak dibaptis yang tidak tahu tentang Yesus Kristus atau tidak membuat ungkapan iman akan Dia, atau yang merupakan anggota agama sesat, bisa selamat. Untuk tahu alasannya, mari kita mencermati konteks Kisah Para Rasul bab 3 dan 4. Di Kisah Para Rasul 3:6, St. Petrus berkata kepada orang lumpuh:
St. Petrus memanggil nama Yesus untuk menyembuhkan seseorang. Di Kisah Para Rasul 3:16, sepuluh ayat kemudian, St. Petrus menjelaskan bahwa orang itu disembuhkan oleh iman dalam nama Yesus.
Perhatikan, memanggil nama Yesus secara nyata, dalam suatu ungkapan iman akan Dia, adalah yang memberi kesembuhan bagi orang lumpuh itu. Di dalam Kisah Para Rasul 4:10, St. Petrus menjelaskan lebih lanjut:
Kita bisa melihat, memanggil nama Yesus dalam ungkapan iman akan Dia, adalah yang dimaksud St. Petrus, ketika berkata “dalam nama Yesus Kristus”. St. Petrus lalu berkata di dalam Kisah Para Rasul 4:11-12:
Di sini kita melihat pernyataan infalibel dari Paus pertama, bahwa satu-satunya cara seseorang diselamatkan adalah oleh nama Yesus Kristus. Kita juga bisa melihat bahwa maksud perkataan “Dalam nama Yesus Kristus”, bagi St. Petrus dan dalam Kisah Para Rasul, adalah memanggil nama Yesus secara nyata ketika ungkapan iman sedang dibuat. Kalau orang tidak menerima ungkapan iman yang menyebutkan nama Yesus Kristus itu, orang tersebut tidak bisa dibenarkan dan selamat – tanda titik. Itu adalah dogma dari wahyu ilahi dan diajarkan Gereja Katolik. Coba pikirkan pula bahwa nama itu adalah nama di bawah Surga yang diberikan kepada manusia. Jadi, maksudnya ini adalah yang benar-benar berlangsung di Bumi. Kenyataan itu semakin membantah gagasan bidah bahwa Yesus mungkin dari Surga menyelamatkan orang tanpa ada ungkapan iman yang dibuat dalam nama-Nya di Bumi. Tidak, harus dibuat ungkapan iman yang membenarkan dalam nama Yesus kepada orang di atas Bumi. Tidak ada cara lain untuk diselamatkan. Itulah juga alasan St. Petrus berkata demikian dalam Kisah Para Rasul 10:43:
Tidak ada orang yang dibenarkan atau diselamatkan tanpa ungkapan iman, yang dibuat secara khusus dalam nama Yesus Kristus. Kebenaran ini tentunya sama sekali memustahilkan gagasan bahwa orang-orang dewasa yang tidak tahu tentang Kristus atau tidak percaya akan Dia bisa selamat tanpa iman akan diri-Nya, dan membuktikan bahwa gagasan itu bidah. Gagasan semacam itu mencakup pernyataan-pernyataan berikut:
Para bidah semacam ini serta banyak orang lain seperti mereka, menyangkal pernyataan-pernyataan dogmatis Gereja pada perkara ini.
Mereka juga menyederhanakan dogma Kisah Para Rasul 4:12 serta dogma-dogma terkait menjadi rumusan-rumusan tak bermakna. Paus Paulus III semakin membantah bidah-bidah berbahaya semacam itu dalam surat bulla kepausannya dari tanggal 29 Mei 1537:
Orang-orang dewasa harus tahu dan percaya akan misteri-misteri esensial Injil serta iman Kristiani/Katolik, seperti Allah Tritunggal dan Penjelmaan, sebagaimana yang diajarkan pula oleh Syahadat Atanasius.
Jadi, apa itu ungkapan iman lahiriah dalam nama Yesus Kristus, suatu perbuatan yang mengampuni orang-orang, dan yang harus diterima setiap orang supaya selamat? Jawabannya adalah pembaptisan. Itulah sebabnya Kisah Para Rasul berulang kali berkata bahwa orang-orang dibaptis dalam nama Tuhan Yesus.
Anda bisa lihat hubungannya? Pernyataan St. Petrus dalam Kisah Para Rasul 4:12, bahwa orang harus diselamatkan oleh nama Yesus Kristus, dikaitkan secara langsung oleh wahyu ilahi dengan pembaptisan, yang berulang kali disamakannya dengan perbuatan dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Ada beberapa hal terbukti dari fakta ini: 1) Pembaptisan melahirkan kembali, mengampuni dan membenarkan, sebab pembaptisan adalah perbuatan dalam nama Yesus yang mengampuni dan menyelamatkan manusia, dan itu juga jelas terlihat dari Kisah Para Rasul 2:38. 2) Bayi-bayi dibenarkan oleh pembaptisan, karena setiap orang harus menerima perbuatan itu supaya selamat. 3) Tidak ada orang yang selamat tanpa pembaptisan air, sebab seperti yang dikatakan St. Petrus di Kisah Para Rasul 4:12, orang tidak diselamatkan selain oleh nama Yesus Kristus, dan pembaptisan adalah perbuatan yang dilakukan dalam nama-Nya. 4) Tidak seorang pun bisa diselamatkan kalau mati tak dibaptis dan tanpa tahu kebenaran-kebenaran esensial dari iman Kristiani. Berkata bahwa orang dewasa tak dibaptis dan yang tidak mengenal Yesus atau percaya akan Dia (dan karena itu sama sekali tidak membuat ungkapan iman akan Yesus dan dalam nama-Nya) bisa diselamatkan, adalah bidah terang-terangan! Perbuatan itu menentang dogma Kisah Para Raul 4:12 serta dogma-dogma lainnya dari iman Katolik, seperti ajaran infalibel Gereja bahwa tidak seorang pun dapat selamat atau dibenarkan tanpa iman Katolik.
Posisi semacam itu tentunya juga menolak dogma yang dipermaklumkan Paus Eugenius IV pada Konsili Florence, bahwa semua orang yang meninggal di luar Gereja Katolik (termasuk orang-orang pagan, Yahudi, dsb.) tidak selamat. Dan juga, pembaptisan dalam nama Tuhan Yesus Kristus mengacu kepada pembaptisan dalam nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus, seperti yang ditunjukkan oleh konteks Kisah Para Rasul 19. Meskipun rumusannya Trinitarian, sebutannya adalah pembaptisan dalam nama Yesus Kristus, karena Tuhan dan Yesus Kristus adalah pribadi yang sama. Pembaptisan dalam nama Allah Tritunggal adalah pembaptisan dalam nama Yesus Kristus, sebab Yesus adalah Pribadi Kedua Allah Tritunggal, yang dipanggil dalam rumusan tersebut. Di samping menerima pembaptisan, orang dewasa tentunya juga harus percaya akan misteri-misteri esensial dari Injil dan iman Katolik supaya bisa dibenarkan dan selamat. Orang itu juga tidak boleh menolak kebenaran iman Katolik yang lebih mendalam yang diketahuinya.
Supaya selamat, orang juga perlu mati dalam keadaan rahmat dengan menuruti Allah, menghindari dosa berat dan bertekun dalam iman Katolik sampai ajal. Di dalam 1 Korintus 6:11, sebuah ayat kunci tentang pembenaran, kita juga menemukan kaitan langsung antara pengampunan, pembenaran dan suatu perbuatan yang dilakukan “dalam nama Tuhan”.
Di dalam bahasa Yunani, kata kerja dibasuh dalam 1 Kor. 6:11 ini, ἀπολούω, hanya digunakan satu kali lagi di dalam Perjanjian Baru, yaitu dalam Kisah Para Rasul 22:16, yang mengacu kepada dosa-dosa yang dibasuh dalam pembaptisan air.
St. Paulus menggambarkan jemaat di Korintus yang telah dibasuh, dikuduskan, dan dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus – persisnya karena ia sedang merujuk kepada saat mereka dahulu dibaptis. Ada banyak doktor Gereja Katolik yang juga menegaskan ajaran Katolik, bahwa tidak seorang pun bisa diselamatkan tanpa iman akan Yesus Kristus. Mereka mengajarkan secara benar bahwa orang-orang yang meninggal tanpa pernah mendengar Injil tidak selamat.
Orang-orang yang mengalami ketidaktahuan semacam itu tidak terkutuk karena ketidaktahuan mereka, namun mereka terkutuk karena dosa-dosa mereka yang lain, dosa-dosa yang tidak dapat diampuni tanpa iman.
Kalau orang-orang dalam situasi-situasi semacam itu berkehendak baik dan tanggap terhadap Allah, Allah akan membawa mereka sampai pada pengetahuan akan iman Katolik dan pada pembaptisan. Kita membaca dalam Yohanes 3:18.
Kebenaran yang sama ini kembali ditegaskan dalam Yohanes 3:36. St. Robertus Bellarminus menyatakan hal berikut tentang ayat itu:
Poin ini sangat penting. Perhatikan, ya, orang bukannya harus mendengar tentang Yesus dan Injil, dan lalu menolak Yesus agar menjadi terkutuk. Ya, perbuatan itu akan mengutuk orang tersebut, namun orang-orang yang tidak percaya akan Yesus, entah sudah mendengar tentang Yesus atau belum, mereka sudah berada dalam keadaan pengutukan akibat dosa asal. Dan kalau umur mereka di atas usia akal, mereka berada dalam keadaan pengutukan akibat dosa-dosa nyata mereka. Pengutukan yang memustahilkan mereka masuk Surga itu tetap ada di atas mereka, kalau tidak dihapuskan melalui iman akan Yesus Kristus dan penyaturagaan ke dalam Dia. Tidak ada cara lain untuk diselamatkan. |
Paus Pius IX Tidak Mengajarkan Keselamatan di luar Gereja
SHOW MORE
Latest News
Trump’s plan to dismantle the Deep State was originally released on March 21 (Feast of St. Benedict) - video
Trump To Stop The Flow Of Weapons To Israel? - video
RFK Jr. shares plans for FDA, says entire departments will be shut down - video
Letitia James vows more lawfare immediately after Trump being declared presidential winner - video
Trump Lawyer tells Letitia James: Continue lawfare against Trump, and “We will put you... in prison” - video