“Ortodoksi” Timur Terbongkar: Doktrin Sesat Mereka tentang Allah
November 16, 2023
SUPPORT
Copy Link
https://endtimes.video/id/ortodoksi-timur-terbongkar-doktrin-sesat-mereka-tentang-allah/
Copy Embed
vatikankatolik.id - Saluran dalam Bahasa Indonesia

|

Bruder Peter Dimond, OSB

Di dunia ini ada beberapa ratus juta yang orang mengaku diri Ortodoks Timur. Video ini akan membuktikan bahwa Ortodoksi Timur bukanlah agama Kristen sejati, melainkan sebenarnya suatu sekte bidah dan agama sesat. Ada banyak masalah serius dalam teologi Ortodoksi Timur. Namun video ini akan berfokus terutama kepada satu perkara yang sangat penting, yaitu doktrin Ortodoksi Timur tentang Allah merupakan bidah.

Ortodoksi Timur seperti yang akan kita lihat sebenarnya bukanlah agama Kristen yang Ortodoks; meskipun agama itu mengaku diri demikian. Itulah sebabnya kami sering menyebut agama itu sebagai “Ortodoksi” dan para penganutnya sebagai kaum “Ortodoks”. Namun supaya kedua istilah itu tidak diulang-ulang sehingga membuat orang menjadi jemu, di dalam video ini kami akan sering menyebut agama itu hanya sebagai Ortodoksi Timur atau Ortodoksi, dan para penganutnya sebagai kaum Ortodoks.

Di dalam agama Kristen, ada satu Allah dalam tiga pribadi ilahi: Bapa, Putra dan Roh Kudus.

Matius 28:19-20 – “Maka pergilah dan muridkanlah segala bangsa, dengan membaptis mereka dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka untuk menaati segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu sekalian ....”

Ketiga pribadi ilahi itu memiliki Esensi ilahi, atau kodrat ilahi, atau hakikat ilahi yang persis sama.

Paus Eugenius IV, Konsili Florence, “Cantate Domino,” 1441, ex cathedra:
“ … ketiga pribadi ini adalah satu Allah, bukan tiga allah, karena ketiganya memiliki satu hakikat, satu esensi, satu kodrat, satu keilahian, satu kemahabesaran, satu keabadian, dan semuanya satu adanya, dengan syarat hal ini tidak dimustahilkan oleh oposisi relasi. ‘Oleh karena kesatuan ini, Bapa sepenuhnya utuh dalam Putra, sepenuhnya utuh dalam Roh Kudus, Putra sepenuhnya utuh dalam Bapa, sepenuhnya utuh dalam Roh Kudus, Roh Kudus sepenuhnya utuh dalam Bapa, sepenuhnya utuh dalam Putra. Tidak satu pun mendahului yang lainnya dalam keabadian atau melampaui yang lainnya dalam keagungan maupun melebihi yang lainnya dalam kuasa.’”

Bapa, Putra dan Roh Kudus merupakan tiga pribadi yang berbeda, dan masing-masing pribadi adalah Allah; namun karena masing-masing pribadi memiliki Esensi ilahi yang persis sama, hanya ada satu Allah.

Paus Eugenius IV, Konsili Florence, “Cantate Domino,” 1441, ex cathedra:
“ … satu Allah yang esa dan sejati, Mahakuasa, tidak dapat berubah dan kekal; Bapa dan Putra dan Roh Kudus; satu dalam esensi, tiga dalam pribadi, Bapa tidak dilahirkan, Putra dilahirkan dari Bapa, Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra, Bapa bukanlah Putra ataupun Roh Kudus, Putra bukanlah Bapa ataupun Roh Kudus, Roh Kudus bukanlah Bapa ataupun Putra, namun Bapa hanyalah Bapa, Putra hanyalah Putra, Roh Kudus hanyalah Roh Kudus.”

1 Petrus 1:2 – “ … sesuai dengan rencana Allah Bapa, dalam pengudusan Roh Kudus, agar taat kepada Yesus Kristus dan diperciki dengan darah-Nya. Semoga rahmat dan damai sejahtera melimpah kepada kamu sekalian.”

Seandainya Esensi ilahi itu tidaklah tunggal dan tak terbagi-bagi, maka tidak akan ada satu Allah saja. Namun setelah terjadi kontroversi antara Gregorius Palamas dan Barlaam pada abad ke-14, Ortodoksi Timur secara resmi menganut pandangan yang diajukan oleh Gregorius Palamas, yang mereka sebut sebagai Santo Gregorius Palamas. Menurut pandangan Palamas ini, dalam diri Allah, Esensi-Nya berbeda dan lain dari Energi-Nya.

Ortodoksi Timur

Dalam diri Allah, Esensi-Nya berbeda dan lain dari Energi-Nya

Posisi bahwa dalam diri Allah ada perbedaan yang riil antara Esensi milik-Nya (ousia) dengan Energi-Nya (energeia), merupakan ajaran resmi Ortodoksi, dan telah menjadi ajaran resminya sejak setidak-tidaknya tahun 1351.

Orang-orang yang mempelajari Ortodoksi kemungkinan telah menjumpai konsep yang satu ini, yang disebut pembedaan Palamit, namun ada banyak orang lain yang tidak akrab dengan konsep tersebut. Kami akan menjelaskan mengapa fakta bahwa Ortodoksi menganut pembedaan/pandangan Palamit tentang Allah menghancurkan klaim agama itu sebagai agama Kristen. Penjelasan kami membuktikan bahwa Ortodoksi bahkan bukan agama Trinitarian ataupun Monoteis. Ortodoksi seperti yang akan kita lihat kenyataannya adalah agama politeis. Pandangan Ortodoksi tentang Allah kenyataannya adalah bidah dan penghujatan.

Pada abad ke-14 ada seorang rohaniwan Ortodoks yang bernama Barlaam dari Calabria. Ia berkunjung ke biara Ortodoks yang terkenal di Gunung Athos di Yunani. Ketika ia di sana, Barlaam mengamati suatu praktik aneh yang dilakukan oleh para biarawan yang dikenal sebagai kaum Hesikhas atau Quietis.

Alexander Hugh Hore, Eighteen Centuries of the Orthodox Greek Church [Delapan Belas Abad Gereja Ortodoks Yunani], hal. 458:
“ … Barlaam, pada kunjungannya ke Gunung Athos, telah menjalin hubungan dengan kaum Hesikhas atau Quietis, suatu aliran yang telah muncul baru-baru itu di kalangan rahib dari biara yang terkenal itu. Mereka percaya akan opini yang aneh, bahwa jiwa bertempat duduk di daerah pusar, dan dengan memusatkan konsentrasi pada daerah tersebut, mereka dapat melihat Cahaya yang tampak pada [peristiwa] Transfigurasi ….”

Kaum Hesikhas mempraktikkan suatu bentuk spiritualitas, yang menurut mereka, dengan posisi tubuh, teknik pernapasan, doa dan keheningan batin tertentu, mereka dapat mengalami cahaya Allah yang tak tercipta. Mereka memusatkan pandangan kepada pusar diri mereka sendiri, yaitu pada daerah perut, dan bersandar dagu pada dada mereka sendiri.

Dialogue Between An Orthodox And A Barlaamite [Dialog antara Seorang Ortodoks dan Seorang Barlaamit], 1999, Prakata oleh Sara J. Denning-Bolle, hal. 4:
“Dengan memusatkan pandangan kepada pusar diri sendiri dan menyandarkan dagu pada dadanya, seseorang dapat membuat napasnya bertepatan dengan pengulangan doa tersebut.”

Orang dapat menyadari adanya kemiripan antara metode kaum Hesikhas Ortodoks dan praktik-praktik agama pagan dari Timur, seperti yoga, yang juga mengutamakan pernapasan, posisi badan dan fokus ke dalam batin, untuk menjalin hubungan dengan “Sang Ilahi”.

[Instruktur Yoga:] Teknik pernapasan ini disebut Kapalabhati Pranayama. [Bernapas pendek & cepat]. Sekarang anda akan merasakan sensasi energi yang sangat kentara, yang berkumpul di kepala. Coba energi itu anda salurkan menembus otak. Teknik ini akan membawa orang ke dalam meditasi. Ke dalam keheningan yang mendalam, keheningan yang lebih tinggi.

Mohon mengingat bahwa istilah “Hesikhasme” sebenarnya berarti keheningan, dan kaum Hesikhas Ortodoks menggunakan metode pernapasan dan memusatkan perhatian kepada diri mereka sendiri untuk menjalin hubungan dengan “Energi”, atau mengalami “Energi” itu. Praktik mereka ini sungguh mirip dengan paganisme dari Timur.

Semua agama pagan dari Timur tentunya adalah agama satanik. Ilah-ilah palsu mereka adalah roh-roh jahat, dan agama-agama tersebut berasal dari kebohongan Setan, yaitu bahwa Allah harus dicari dalam diri sendiri, atau bahwa Allah satu adanya dengan alam. Itulah sebabnya untuk menjangkau “Sang Ilahi” itu, agama-agama pagan dari Timur itu mencari daya pemersatu yang universal, yang menurut kepercayaan mereka dapat ditemukan dalam diri manusia. Para penganut paganisme Timur itu mencoba berkontak dengan “Energi ilahi” dalam diri mereka sendiri, sama halnya dengan kaum Hesikhas Ortodoks yang memusatkan pandangan pada diri mereka sendiri, kepada perut atau dada mereka, karena mereka ingin berkontak dengan “Energi tak tercipta”.

Kemiripan antara Hesikhasme dan yoga dalam agama Hindu begitu kentara, sehingga fenomena ini terkadang diakui dalam karya tulis para penganut Ortodoksi Timur. Sebagai contoh, Timothy Ware, seorang uskup Metropolitan dan penulis yang terkenal, dan menulis atas nama Gereja Ortodoks mencatat hal berikut:

“Salah satu upaya yang paling menyeluruh dan terperinci dalam sejarah spiritualitas Kristiani untuk memberi tubuh suatu peran positif dan dinamis pada waktu doa, ditempuh oleh kaum Hesikhas dari abad keempat belas. Sebagai pendamping pendarasan Doa Yesus, mereka mengusulkan suatu teknik fisik yang memiliki kemiripan-kemiripan yang jelas dengan yoga dan di kalangan kaum sufi Islam.”

Ware juga berkata:

“Ada kemiripan-kemiripan yang jelas antara teknik-teknik fisik yang dianjurkan oleh kaum Hesikhas Bizantina dan yang digunakan dalam yoga dari agama Hindu dan dalam Sufisme.”

Ia juga berkata bahwa ada tiga aspek utama dalam teknik fisik kaum Hesikhas:

“i) Postur tubuh

ii) Kendali pernapasan

iii) Penyelidikan batin. Sama seperti seorang aspiran dalam Yoga diajar untuk memusatkan pikirannya kepada bagian-bagian tertentu dari tubuhnya, demikian pula seorang Hesikhas memusatkan pikirannya pada pusat jantung.”

Ketika seorang klerus Ortodoks yang bernama Barlaam menemukan kepercayaan dan praktik para biarawan Hesikhas itu, ia menyerang praktik-praktik dan kepercayaan-kepercayaan mereka, yang dicapnya sebagai absurd dan bersifat takhayul, dan pada akhirnya sebagai penghujatan dan bidah. Termasuk praktik-praktik itu adalah:

Yang disebut-sebut sebagai “masuk dan keluarnya kecerdasan bersama napas melalui lubang hidung” dan “perisai-perisai yang berkumpul bersama di sekeliling pusar ....”

Barlaam berkata bahwa para biarawan itu telah mengaku diri melihat Allah dengan mata kepala mereka sendiri dalam rupa cahaya. Kaum Hesikhas menganggap cahaya itu sebagai cahaya tak tercipta, dan karena itu cahaya tersebut mereka anggap sebagai Allah sendiri.

Menarik pula bahwa para praktisi yoga juga mengaku mengalami cahaya keemasan. Ekspose ini tentunya tidak bermaksud menyangkal adanya pengalaman supernatural dalam agama Kristen sejati. Namun sebaliknya ekspose ini bermaksud menguak kemiripan antara Hesikhasme kaum Ortodoks Timur dengan praktik yoga dalam agama pagan, yang sama-sama merupakan praktik yang sesat.

Berikut beberapa klip video dari seorang imam Ortodoks Timur, yang di dalamnya ia menjelaskan reaksi Barlaam terhadap praktik-praktik para biarawan Hesikhas di Gunung Athos.

“Protopresbiter” Maxym Lysack, “St. Gregory Palamas & The Challenge of Barlaam” [“St. Gregorius Palamas & Tantangan Balaam”:]

[Lysack:] “Ia [Barlaam] melihat beberapa dari antara mereka menggunakan teknik-teknik pernapasan untuk meningkatkan irama doa mereka. Ia mulai berbicara dengan mereka untuk bertanya kepada mereka, apa yang mereka kira sedang mereka lakukan, dan mereka mulai menjelaskan kepadanya bahwa mereka sedang berdoa Doa Yesus. Ia bertanya lebih lanjut kepada mereka. Mereka mulai bercerita lebih banyak kepadanya. Mereka mulai berbicara tentang cahaya tak tercipta. 'Memangnya apa cahaya tak tercipta yang sedang kalian bicarakan ini?', tanya Barlaam. Dan tentunya, para biarawan itu dengan sangat polos berbagi pengalaman mereka dengan dia. Dan sekalinya Barlaam paham apa yang pada dasarnya mereka lakukan, ia pun menjadi lebih terkejut daripada pertama kalinya. Dan kritiknya sebagai berikut. Ia pun dengan amat ganas menyerang praktik para biarawan itu.

Ia berkata bahwa metode doa mereka, yang dijuluki metode Hesikhastik, metode yang baru saja saya deskripsikan, yang dilakukan dengan berdoa dan mengulangi doa Yesus sembari duduk dengan kepala yang tertuju ke arah hati, sama sekali konyol dan sebagus-bagusnya bersifat takhayul.

Dan ketika ia mendengar mereka berbicara tentang cahaya tak tercipta, ia juga mendengar mereka berbicara tentang pembedaan antara Esensi dan Energi-Energi dalam diri Allah. Hal ini menimbulkan batu sandungan yang besar baginya; pandangan itu dianggapnya bidah dan takhayul. Ia menganggap Energi-Energi itu sama saja dengan Esensi ilahi.

Ia mengembangkan suatu posisi yang benar-benar bertentangan dengan Hesikhasme; Hesikhasme adalah kata yang kita gunakan untuk mendeskripsikan seluruh fenomena doa, cara berdoa ini dan yang kita anggap terkait erat bukan hanya dengan St. Gregorius Palamas saja, namun yang juga kita kaitkan secara erat dengan St. Gregorius dari Sinai, yang telah saya sebutkan, dan yang tentu kita kaitkan secara erat pada kenyataannya dengan praktik spiritual Gereja Ortodoks.”

Di dalam literatur Ortodoks, orang bisa menemukan kutipan berikut yang dianggap berasal dari Pseudo-Simeon, yang memberi anjuran kepada praktisi Hesikhasme.

“Tumpukan janggutmu pada dadamu, dan pusatkan pandangan badanmu, bersama segenap akalmu, kepada pusat dari perutmu atau pusarmu.”

Dan berikut sebuah kutipan dari Jurnal Yoga:

“Tetapkan pandangan anda dengan mantap pada satu titik, pusatkan perhatian kepada batin, berkonsentrasilah – dan jika anda mengalami terlalu banyak gangguan, pejamkan mata anda.”

Di dalam karyanya yang terkenal yang berjudul “Triade”, Gregorius Palamas – yang menjadi pembela kaum Hesikhas yang terutama – mendukung metode pernapasan itu serta metode menatap pusar diri sendiri.

Gregorius Palamas, Triade:
“… tidaklah janggal untuk mengajar orang, terutama para pemula, supaya mereka menatap diri mereka sendiri, dan memfokuskan benak mereka ke dalam diri mereka sendiri melalui kendali pernapasan.”

Dan:

Gregorius Palamas, Triade:
“Bagaimanakah orang seperti itu tidak mendapat faedah yang besar bila ia tidak membiarkan matanya berkelana … namun justru memasangnya pada dada atau pusarnya, sebagai sebuah titik konsentrasi? ....”

Ia juga berkata:

Gregorius Palamas, Triade:
“Inilah alasan beberapa guru tertentu menganjurkan mereka untuk mengendalikan gerakan napas ke dalam dan ke luar, dan menahannya sedikit; dengan demikian, mereka juga akan mampu mengendalikan pikiran bersama dengan napas ....”

Palamas berkata bahwa metode-metode ini menyanggupkan orang untuk “merenungkan dirinya sendiri”.

Gregorius Palamas, Triade:
“Orang bijak tidak akan melarang seseorang yang sampai sekarang belum merenungkan dirinya sendiri untuk menggunakan metode-metode tertentu demi memulihkan pikirannya ke dalam dirinya sendiri ....”

Menurut Palamas, metode-metode ini menarik fokus ke dalam diri dan menyanggupkan orang untuk “merenungkan dirinya sendiri” dan mengalami energi tak tercipta. Pandangannya ini sangat mirip paganisme Timur.

[Praktisi paganisme Timur:] “Ketika sudah ada kepasrahan kepada kecerdasan yang lebih tinggi dalam diri melalui keheningan pikiran dan dengan berpaling lebih dalam ke dalam batin kepada sumber keberadaan kita. Dan dalam tindak menerima diri kita itulah, hadir kesunyian yang menghidupkan kembali perwujudan tak kenal lekang dari kodrat kita yang sebenarnya.”

[Instruktur Yoga:] [Bernapas pendek & cepat] “Sekarang anda akan merasakan sensasi energi yang sangat kentara dan yang berkumpul di kepala. Coba energi itu anda salurkan menembus otak. Teknik ini akan membawa orang ke dalam meditasi. Ke dalam keheningan yang mendalam, keheningan yang lebih tinggi.”

[Special Head:] “Nama saya Special Head. Ketika menjelajahi dunia, saya bertemu seorang guru di Turki yang mengajar saya cara mengendalikan badan, pikiran dan roh saya.0148

Coba anda perhatikan klip video berikut. Instruktur yoga ini berbicara tentang pusar, Energi atau tenaga dalam, dan pentingnya pernapasan untuk berkontak dengan tenaga itu.

[Instruktur Yoga:] “Mudra atau posisi tangan ini akan membantu kita menampung energi yang akan kita hasilkan dengan Napas Api … Napas Api adalah napas yang cepat dan terus menerus; iramanya seperti anjing terengah-engah. Ketika melatih Napas Api, pusar kita angkat dan masukkan secara berirama, [bernapas pendek & cepat] ketika mengembuskan napas.”

Biarawan Ortodoks dari abad ke-13 yang bernama Nikeforus juga menyatakan:

Nikeforus, Biarawan “Ortodoks” dari abad ke-13:
“Anda tahu bahwa kita menarik dan mengembuskan napas … maka, seperti yang sudah saya katakan, duduklah, pusatkan pikiran anda kembali, tariklah – maksud saya itu tariklah pikiran anda – ke dalam lubang hidung anda; itulah jalan yang diambil oleh napas untuk mencapai jantung. Doronglah, paksakanlah pikiran anda itu masuk ke dalam jantung anda bersama udara yang sedang anda tarik masuk.”

Barlaam adalah orang terpandang di kalangan Ortodoks dan serangan-serangannya terhadap para biarawan Ortodoks itu begitu serius. Maka meletuslah sebuah kontroversi besar dalam Ortodoksi. Berikut penjelasannya oleh imam Ortodoks ini:

[Maxym Lysack:]  “Sewaktu Barlaam meluncurkan tuduhan-tuduhannya terhadap para biarawan itu, terutama para biarawan Gunung Athos, tuduhan-tuduhannya itu sangat serius, dan oleh karena itu tidak dapat dibiarkan tanpa dijawab. Ini menjadi suatu perkara di Konstantinopel yang melibatkan semua orang. Belum pernah sebelumnya mereka menghadapi orang dari dalam Gereja … Dan karena itu serangannya telah datang, istilahnya, dari dalam.

Maka untuk membela Hesikhasme dan pandangan-pandangan mereka, para biarawan Gunung Athos meminta salah seorang dari antara mereka yang bernama Gregorius Palamas untuk berdebat dengan Barlaam dan memperjuangkan perkara mereka. Palamas pun melakukannya dalam karyanya yang terkenal, yang bernama Triade-Triade dan Pembelaan Kaum Hesikhas Suci atau singkatnya Triade saja. Ada berbagai macam perkara yang dibahas dalam Triadenya itu, namun di sini kami akan berfokus pada perkara pembedaan Esensi-Energi. Kami akan mencermati perkataan Palamas pada perkara ini, dan menunjukkan bahwa ajarannya itu pastinya bukan ajaran Kristen, melainkan ajaran bidah dan penghujatan.

Penting adanya untuk disadari bahwa ajaran Palamas dalam karyanya tentang pembedaan Esensi-Energi bukan hanya pandangan yang dianut salah seorang anggota Gereja Ortodoks Timur saja. Perdebatan antara Barlaam dan Palamas mengakibatkan terjadinya sejumlah kutukan bolak-balik, dan Ortodoksi secara resmi berpihak pada Palamas dan pembedaan Esensi-Energinya. Pada serangkaian konsili-konsili di Konstantinopel pada abad ke-14, Gereja Ortodoks menjadikan pembedaan Esensi-Energi sebagai ajaran resminya. “Gereja Ortodoks” juga telah mendukung penjelasaan Palamas dalam Triadenya.

Seperti yang dijelaskan oleh Uskup Ortodoks Timothy Ware di dalam bukunya The Orthodox Church, sebuah buku yang terkadang digunakan sebagai katekismus Ortodoks:

Uskup Timothy Ware, The Orthodox Church [Gereja Ortodoks], Penguin Books, 1993, hal. 67:
“Gregorius berprestasi menegakkan Hesikhasme pada landasan dogmatis yang kuat, dengan mengintegrasikannya ke dalam teologi Ortodoks secara keseluruhan. Ajarannya diteguhkan oleh dua konsili yang berlangsung di Konstantinopel pada tahun 1341 dan 1351. Meskipun bersifat lokal dan tidak Ekumenis, namun konsili-konsili itu memiliki otoritas doktrin dalam teologi Ortodoks yang hanya sedikit saja lebih rendah dari ketujuh konsili umum sendiri.”

Sarjana Ortodoks yang bernama John Meyendorff juga menyatakan dalam buku yang berjudul St. Gregory Palamas And Orthodox Spirituality [Santo Gregorius Palamas dan Spiritualitas Ortodoks]:

John Meyendorff, Saint Gregory Palamas And Orthodox Spirituality [Santo Gregorius Palamas dan Spiritualitas Ortodoks], hal. 99:
“Konsili yang terpenting berhimpun pada bulan Juli 1351 dan mengutuk musuh Palamas yang terakhir … Surat Tomus Sinodal yang diterbitkan oleh konsili ini tergolong manifesto resmi, yang di dalamnya Gereja Ortodoks menyetujui doktrin Palamas.”

“Protopresbiter” Ortodoks, Maxym Lysack, juga berkata demikian:

[Lysack:] “Posisi Barlaam dikutuk di tahun 1341 pada suatu konsili. Sungguh luar biasa, karena sengketa antara Barlaam dan St. Gregorius Palamas ini tidak selesai di situ. Barlaam mempunyai para pendukung di Konstantinopel. Dan kita mendapati adanya orang-orang di Konstantinopel – kaum cendekiawan – yang menentang teologi Hesikhastik, yang sekarang kita sebut teologi Ortodoks saja, karena tidak ada perbedaan yang riil antara keduanya. Dan kita mendapati bahwa selepas kembalinya Barlaam ke Italia, Gregorius Akindynus dan Nikeforus Gregoras melanjutkan upaya yang telah dahulunya dikerahkan Barlaam dan kembali meluncurkan serangan kepada St. Gregorius Palamas.

Konsili-konsili lainnya pun diadakan. Tahun 1347, ada konsili yang lain. Tahun 1351. Pada akhirnya, di tahun 1351 – Konsili ini dianggap bersifat definitif dan final, dan surat Tomus Sinodal dari sinode itu dianggap sebagai pernyataan normatif doktrin Ortodoks. Itulah sebabnya St. Gregorius Palamas sekarang dianggap dalam Gereja Ortodoks, bukan semata-mata juru bicara Hesikhasme saja, namun yang mengungkapkan benak Gereja. Dia bukanlah seorang bapa “pinggiran” bagi Gereja Ortodoks; sebaliknya, ia mengungkapkan hakikat kepercayaan Gereja Ortodoks!”

Maka kita bisa melihat bahwa pada abad ke-14, Ortodoksi “mendogmakan” doktrin Palamas. Peristiwa ini merupakan masalah yang serius dan membantah Ortodoksi. Untuk tahu alasannya, kita perlu memahami yang diajarkan Palamas.

Kutipan-kutipan dari karya Palamas yang berjudul Triade akan kita bahas, dan dapat ditemukan dalam terjemahan buku itu ke dalam bahasa Inggris, The Triads, yang disunting oleh sarjana Ortodoks John Meyendorff, dan disadur oleh Nicholas Gendle.

Palamas mengajarkan bahwa di dalam diri Allah, ada perbedaan yang riil antara Esensi-Nya dan Energi-Energi-Nya. Menurut Palamas, Esensi Allah sama sekali tak terjangkau dan tak dapat dikenal, dan tidak akan pernah ada orang yang melihat Esensi-Nya ataupun berkomunikasi dengannya.

  • Esensi Allah sama sekali tak terjangkau dan tak dapat dikenal; tidak akan pernah ada orang yang melihatnya.

Namun Energi-Energi-Nya, yang bukan Esensi-Nya, merupakan cara Allah mewujudkan diri-Nya sendiri kepada manusia, berkomunikasi dengan manusia, mengubah manusia, dll.

  • Energi-Energi Allah merupakan cara Allah mewujudkan diri-Nya sendiri kepada manusia, berkomunikasi dengan manusia, mengubah manusia, dll.

Uskup Ortodoks Timothy Ware:

Uskup Timothy Ware, The Orthodox Church [Gereja Ortodoks], hal. 67-68: “ … Gregorius mengembangkan pembedaan antara Esensi dan Energi-Energi Allah … Ia menegaskan … ‘Tidak ada suatu hal pun … yang pernah atau akan pernah mempunyai persekutuan sekecil apa pun dengan kodrat terluhur ....’ Namun betapapun jauhnya kita dari esensi-Nya, dalam energi-energi-Nya Ia telah mewahyukan diri-Nya sendiri kepada kita ....”

Walaupun Palamas menekankan bahwa Esensi Allah bukanlah Energi-Energi-Nya, dan sebaliknya, ia mengajarkan bahwa keduanya itu adalah Allah seutuhnya. Tentang Energi-Energi-Nya, Palamas menyatakan:

Gregorius Palamas, Triade:
“Allah seutuhnya hadir dalam masing-masing energi ilahi ....”

Namun kalau Energi-Energinya itu adalah Allah, dan Esensinya juga Allah, tetapi Energi-Energinya itu bukan Esensinya, orang mungkin berpikir: bukankah ini membuat adanya pembagian dalam Ketuhanan, dan karena itu menyangkal bahwa hanya ada satu Allah saja?

Ortodoksi Timur

Energi-Energi Allah bukanlah Esensi-Nya

Seperti yang dicatat oleh John Meyendorff:

John Meyendorff, Saint Gregory Palamas And Orthodox Spirituality [Santo Gregorius Palamas dan Spiritualitas Ortodoks], hal. 122:
“Para musuh Palamas menuduhnya mengadakan dualitas dalam diri Allah: kalau energi-Nya berbeda dari esensi-Nya, bukankah lalu ada dua Allah?”

Palamas menyangkal tuduhan bahwa pandangannya itu membagi-bagi Ketuhanan, namun tuduhan itu kenyataannya benar, seperti yang akan kita lihat.

Penting di sini untuk mempertimbangkan Kanon 1 dari Konsili Konstantinopel II di tahun 553, yang ditulis untuk melawan Tiga Pasal. Mohon mengingat, bahwa orang-orang Katolik dan Ortodoks Timur mengaku menerima Konsili Konstantinopel II, dan karena itu kedua belah pihak mengaku menganggap kanon ini bersifat dogmatis. Kanon ini menyatakan:

Konsili Konstantinopel II, 553, Kanon 1:
“Barang siapa tidak mengakui kodrat atau esensi yang tunggal milik Bapa dan Putra dan Roh Kudus, serta kekuatan dan kuasa yang tunggal, Tritunggal sehakikat yang harus disembah sebagai satu Ketuhanan dalam tiga hipostasis atau pribadi, terkutuklah orang semacam itu ....”[1]

Mohon dicatat, bahwa kanon ini mendogmakan Esensi ilahi yang tunggal, kekuatan dan kuasa ilahi yang tunggal, dan Tritunggal sehakikat yang harus disembah sebagai satu Ketuhanan dalam tiga pribadi.

Ulangan 6:4 - “Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa!”

Terkait kebenaran tentang Esensi ilahi yang tunggal ini, Gereja Katolik mengajarkan bahwa dalam diri Allah sendiri, segala sesuatu satu adanya, kecuali di mana ada oposisi relasi antara ketiga pribadi ilahi dari Allah Tritunggal.

Karena itulah para teolog Katolik telah menjelaskan, bahwa berbagai atribut ilahi yang kita kenali dalam diri Tuhan (seperti kuasa, pengetahuan, keadilan, kasih, dan sebagainya) sebenarnya identik dengan esensi ilahi dan identik satu sama lain

Sebagai makhluk manusia, kita membedakan atribut-atribut Allah, seperti antara kasih dan kuasa-Nya, karena dalam akal manusia kita yang tercipta, pikiran-pikiran kita bersifat komposit, dan kita hanya bisa mempertimbangkan aspek-aspek esensi Allah yang tak terhingga dengan aneka macam konsep dan dengan melakukan penalaran dari satu hal ke hal yang lain. Namun dalam diri Allah, atribut-atribut-Nya identik dengan Esensi-Nya dan identik satu sama lain.

Itulah sebabnya Kitab Suci berkata bahwa “Allah adalah kasih” (1 Yohanes 4:8)

1 Yohanes 4:8 - “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.”

Kasih, yang merupakan atribut Ilahi Allah, sebenarnya identik dengan Esensi ilahi-Nya. Demikian pula Yesus berkata, “Akulah kebenaran”, Yohanes 14:6. Kebenaran, yang merupakan atribut Yesus, identik dengan Esensi ilahi. Allah adalah kebenaran.

Yohanes 14:6 – “Akulah jalan, dan kebenaran, dan hidup. Tidak seorang pun datang kepada Bapa jika tidak melalui Aku.”

Begitu pula, di dalam Surat III Santo Sirilus kepada Nestorius, yang sering diasosiasikan dengan yang diterima pada Konsili Efesus, ada tertulis bahwa Allah adalah hidup, dan bahwa Roh Allah adalah hikmat dan kuasa.

Surat III St. Sirilus kepada Nestorius, yang sering diasosiasikan dengan Konsili Efesus, 431:
“Sebab karena diri-Nya itu adalah hidup seturut kodrat sebagai Allah ....”

“ … Ia [Roh Kudus] adalah diri-Nya sendiri, tentunya, hikmat dan kuasa.”

Atribut-atribut ilahi identik dengan Esensi ilahi.

Seandainya, di samping perbedaan riil yang ada antara ketiga pribadi ilahi dalam Allah Tritunggal, orang mencetuskan perbedaan riil dalam diri Allah sendiri antara Esensi dan atribut-atribut-Nya, atau seperti yang dilakukan kaum Ortodoks antara Esensi dan Energi-Energi-Nya, maka orang itu akan mencetuskan adanya ilah yang berbeda, dan gagasan itu menyangkal kebenaran bahwa hanya ada satu Allah saja.

Di dalam video ini kami akan menunjukkan bahwa prinsip-prinsip Ortodoksi Timur menghasilkan bidah. Jadi, atribut-atribut ilahi dalam diri Allah sendiri sungguh identik dengan Esensi ilahi dan identik satu sama lain. Tetapi, macam-macam nama atau atribut yang diacukan kepada Allah dalam Alkitab atau oleh manusia, seperti Mahabaik atau Mahakuasa, bukan berarti sinonim semuanya, tidak bermakna atau hanya semata-mata pembedaan logis atau mental.

Mazmur 147:5 – “Besarlah Tuhan kita dan berlimpah kekuatan, kebijaksanaan-Nya tak terhingga.”

Tidak, Esensi ilahi, atau Allah, merupakan khazanah kesempurnaan yang tak terhingga. Pikiran kita yang terbatas tidak mampu berupaya menyelami kedalaman dan kekayaan diri Allah itu dalam satu konsep saja, dan karena itu kita menggunakan banyak konsep untuk melakukannya.

St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae, Bagian I, Pertanyaan 13, Artikel 4:
“ … meskipun nama-nama yang diacukan kepada Allah mengungkapkan satu hal saja [yaitu Esensi ilahi], nama-nama itu mengungkapkannya [hal itu] dalam aspek yang banyak dan beragam, dan oleh karena itu bukanlah sinonim.”

St. Thomas juga berkata:

St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae, Bagian I, Pertanyaan 13, Artikel 4: “ … inilah ciri khas keesaan Allah yang sempurna, yaitu yang bersifat banyak dan terbagi-bagi dalam pihak lain bersifat sederhana dan bersatu dalam diri-Nya. Dan karena itulah Ia satu adanya dalam realitas, namun banyak dalam gagasan; sebab akal yang kita punyai memahami diri-Nya dengan cara yang sedemikian beragamnya sebagaimana hal-hal menggambarkan-Nya dengan aneka ragam cara.”

St. Thomas juga berkata bahwa nama-nama yang kita gunakan untuk mengungkapkan Esensi ilahi tidak mengungkapkan-Nya secara penuh atau sempurna. Pembedaan yang kita buat antara berbagai macam atribut ilahi Allah tidak semata-mata bersifat logis, namun juga disebut “virtual”, sebab dasar faktual pembedaan itu adalah kepenuhan diri Allah yang tak terhingga, meskipun dalam diri Allah, masing-masing atribut-Nya sebenarnya merupakan hal yang sama, yaitu Esensi ilahi, tanpa ada pembagian atau perbedaan yang riil.

Bapa, Putra dan Roh Kudus memiliki kekuatan dan kuasa yang tunggal, seperti yang dinyatakan oleh Konsili Konstantinopel II. Ketuhanan itu tidak terbagi-bagi. Namun Gregorius Palamas berkata bahwa dalam diri Allah, terdapat Esensi dan juga sesuatu yang berbeda dari Esensi itu, yang disebut sebagai Energi.

Tetapi ada banyak masalah, kontradiksi dan penghujatan dalam ajaran Gregorius Palamas pada perkara ini. Mari kita pertama-tama mengutip pernyataan Palamas, bahwa Esensi Allah berbeda dari Energi-Energi-Nya. Ingat ya, ajaran Palamas pada perkara ini merupakan ajaran resmi Ortodoksi Timur. Palamas berkata:

Gregorius Palamas, Triade:
“Dengan demikian, esensi superesensial milik Allah tidak boleh disamakan dengan energi-energi-Nya, bahkan dengan energi-energi tak berawal sekalipun ....”

Kita bisa melihat bahwa Palamas mengajarkan bahwa Esensi Allah merupakan satu hal, sedangkan Energi-Energi-Nya adalah hal yang berbeda – tetapi keduanya tak tercipta, dan karena itu keduanya Allah. Ia berkata:

Gregorius Palamas, Triade:
“Esensi dan energi maka dari itu tidak sepenuhnya identik dalam diri Allah, meskipun Dia seutuhnya nyata dalam setiap energi ....”

 Palamas terkadang menyebut “energi-energi tak tercipta” dengan istilah “cahaya tak tercipta” atau “sinar-sinar cahaya yang berasal dari Esensi Allah, meskipun bukan Esensi ilahi”. Yang disebut-sebut “cahaya tak tercipta” atau Energi-Energi ilahi yang bukan Esensi Allah itu adalah apa yang kaum Hesikhas aku-akui mereka lihat.

Gregorius Palamas, Triade:
“Maka sinar-sinar itu terlihat bagi mereka yang pantas, walaupun esensi ilahi sama sekali tidak kelihatan, dan sinar-sinar tak berawal dan tak berakhir ini merupakan cahaya tanpa awal maupun akhir. Oleh karena itu, ada sebuah cahaya abadi yang lain dari esensi ilahi ….”

Menurut Palamas, Energi-Energi ini merupakan cahaya abadi yang berbeda dari Esensi ilahi, atau dalam kata-katanya sendiri, yang lain dari Esensi ilahi. Palamas mengajarkan bahwa ketiga pribadi Allah Tritunggal Mahakudus hadir baik dalam Esensi maupun Energi-Energi-Nya, meskipun Esensi-Nya itu bukanlah Energi-Energi-Nya.

Gregorius Palamas, Triade:
“Allah seutuhnya hadir dalam masing-masing energi ilahi ....”

Dan:

Gregorius Palamas, Triade:
“cahaya itu [yakni ‘energi ilahi’] bukanlah simulakrum keilahian, namun sungguh merupakan cahaya keilahian yang sejati, bukan hanya keilahian milik Putra, namun juga milik Bapa dan Roh Kudus pula.”

Orang seharusnya bisa melihat dengan jelas pertentangan antara dogma Kristiani tentang keesaan Allah dengan posisi Palamas. Tetapi coba anda perhatikan hal ini. Palamas tidak hanya membedakan Esensi dan Energi-Energi Allah, namun ia kenyataannya mengajarkan bahwa Esensi Allah melampaui dan melebihi Energi-Energi-Nya.

Gregorius Palamas, Triade:
“ … Esensi-Nya, yang melebihi energi-energi tak tercipta-Nya sekalipun, karena Esensi ini melampaui segala afirmasi dan segala negasi.”

Ajarannya ini jelas merupakan bidah dan penghujatan. Palamas telah menggagaskan sesosok “ilah”, “ilah” yang terpisah, yang dia akui dilampaui oleh Esensi ilahi!

Palamas juga berkata:

Gregorius Palamas, Triade:
Namun esensi ilahi yang melampaui segala nama, juga melebihi energi, seperti pelaku sebuah perbuatan melampaui objeknya ....”

Palamas di sini kembali mengajarkan bahwa Esensi ilahi, yang di dalamnya Allah hadir seutuhnya, melampaui dan melebihi “energi tak tercipta”, yang di dalamnya, menurut Palamas, Allah juga hadir seutuhnya! Perbuatannya ini mencetuskan sesosok “ilah” yang terpisah (yaitu Energi-Energinya) yang oleh Palamas dinyatakannya secara terbuka dilebihi oleh esensinya. Perbuatannya ini menyebabkan penyembahan kepada ilah palsu, ilah palsu yang juga tercetus akibat ajarannya itu.

Apa lagi bukti yang orang butuhkan, bahwa Ortodoksi Timur menyembah ilah palsu, ketika Palamas mengajarkan bahwa “energi tak tercipta” dilampaui dan dilebihi oleh Esensi ilahi – namun mereka tetap menganggap energi itu sebagai Allah?

Ajarannya bahkan memburuk. Gregorius Palamas, si bidah itu bahkan berkata bahwa Esensi ilahi melampaui Energi-Energinya sampai tingkatan tak terhingga!

Gregorius Palamas, Triade:
“Dengan demikian, esensi superesensial milik Allah tidak boleh disamakan dengan energi-energi-Nya, bahkan dengan energi-energi tak berawal sekalipun; oleh sebab itulah esensi Allah tidak hanya melampaui energi macam apa pun, namun melampaui energi-energi itu ‘sampai tingkatan tak terhingga dan berkali-kali lipat tak terhingga’ ....”

Pemirsa, seperti inilah teologi Ortodoksi Timur! Teologi mereka sama sekali bidah dan adalah politeisme. Teologi mereka menyangkal kenyataan bahwa hanya adalah satu Allah dengan membuat pembagian pada Ketuhanan antara Esensi dan Energi-Energi-Nya, dan bahkan dengan mengajarkan bahwa Energi-Energi ilahi dilampaui oleh Esensi-Nya sampai tingkatan tak terhingga!

Tentunya Esensi serta Energi-Energi itu tidak mungkin Allah yang satu dan sama, kalau yang satu melampaui dan melebihi yang lain, dan melampauinya sampai tingkatan tak terhingga!

Namun ada seorang bidah Ortodoks Timur yang telah mencoba membela posisi Palamas yang bidah itu, dengan berargumen bahwa pembedaan dalam diri Allah semacam itu antara Esensi dan Energi-Energi-Nya, tidak menentang keesaan Allah, sebab ada perbedaan-perbedaan antara ketiga Pribadi dalam Allah, dan perbedaan-perbedaan itu tidak menentang keesaan-Nya. Argumen ini sama sekali menyesatkan.

Pertama-tama, Palamas tidak sedang berbicara tentang pembedaan antara pribadi-pribadi ilahi Allah Tritunggal ketika ia sedang membahas Esensi versus Energi. Di dalam teologi Ortodoksi Timur, Energi-Energi itu adalah milik Esensi ilahi, walaupun Energi-Energi itu bukanlah Esensi ilahi.

Seperti yang telah kita lihat diajarkan Palamas, Energi-Energi itu merupakan keilahian tak tercipta milik Bapa, Putra dan Roh Kudus. Ia mengajarkan bahwa, keilahian tak tercipta milik Energi-Energi itu dilebihi oleh keilahian tak tercipta milik Esensinya. Pernyataannya itu menggagaskan dua keilahian tak tercipta yang berbeda satu sama lain, yang satu melampaui yang lain, dan gagasan semacam itu bidah! Hanya ada satu keilahian. Hanya ada satu Allah.

Kedua, sekiranya pun Palamas sedang membahas pembedaan antara Pribadi-Pribadi Allah (yang kenyataannya bukan), ajarannya itu tetap sungguh merupakan bidah, sebab tidak ada pribadi keempat dalam diri Allah yang disebut Energi-Energi ilahi. Dan ia mengajarkan bahwa keilahian Energi-Energi itu  terlebihi oleh keilahian Esensinya.

Orang menentang dogma Kristiani, kalau ia berkata bahwa keilahian pribadi yang satu dari Allah Tritunggal melampaui keilahian pribadi yang lain dari Allah Tritunggal! Mereka punya keilahian yang persis sama. Jadi, sama sekali tidak ada cara untuk menyelaraskan ajaran Palamas yang menghujat itu dengan iman Kristiani.

Seperti yang dikatakan oleh Syahadat Atanasius

Syahadat Atanasius:
“ … di dalam Tritunggal ini tiada satu pun yang lebih dahulu atau yang lebih kemudian, tiada satu pun yang lebih besar atau lebih kecil; tetapi ketiga pribadi itu seluruhnya sama-sama abadi dan sama-sama setara. Sehingga di dalam segala hal … keesaan di dalam Tritunggal, dan Tritunggal di dalam keesaan harus disembah.”

Tetapi masih ada banyak lagi bidah Ortodoksi Timur dan Gregorius Palamas dalam perkara ini yang perlu diekspos. Kita perlu mempertimbangkannya sehubungan ketidakberubahan Allah, atau yang juga dapat disebut imutabilitas Allah.

Di dalam karyanya, Triade, Palamas merujuk kepada “Energi-Energi tak tercipta”, dan ia berkata bahwa tidak semua Energi itu tak berawal.

Gregorius Palamas, Triade:
“ … dari pihak kita, kita tahu bahwa meskipun semua energi Allah tak tercipta, tidak semuanya tak berawal.”

Kutipannya ini luar biasa penting, sebab kutipan ini membuktikan bahwa Palamas dan Ortodoksi Timur menolak ketidakberubahan Allah, di samping menganut bidah-bidah mereka yang lain.

Palamas di sini mengajarkan bahwa beberapa energi Allah bersifat tak tercipta, tetapi energi-energi itu punya permulaan. Sungguh jelas, mengapa ajarannya ini bidah. Sebelum menjelaskan dan membuktikannya, kami harus mengutip perkataan Palamas pada baris berikutnya. Ia berkata demikian:

Gregorius Palamas, Triade:
Awal dan akhir bahwasanya harus diacukan, kalau bukan kepada kuasa pencipta itu sendiri, lantas setidak-tidaknya kepada aktivitasnya, dalam kata lain, kepada energinya sebagaimana yang terarah kepada hal-hal tercipta.”

Menurut Palamas, energi yang disebutnya sebagai “energi tak tercipta” itu dapat memiliki suatu awal dan bahkan suatu akhir. Ajarannya ini adalah bidah, seperti yang akan kita lihat.

Beberapa orang mungkin mencoba mengajukan tanggapan awal, dengan menyebutkan bahwa Palamas sedang berbicara tentang energi atau energi-energi tak tercipta yang berawal, sehubungan aktivitas yang terarah kepada ciptaan dalam waktu. Namun tanggapan itu tidak membereskan masalahnya, karena Palamas tetap mengajarkan bahwa hal yang “tak tercipta” dapat memiliki awal, dan tidak ada sesuatu pun yang berawal namun tak tercipta!

Seperti yang ditulis secara benar oleh St. Thomas Aquinas:

St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae, Bagian III, Pertanyaan 2, Artikel 7:
“Segala sesuatu yang berawal dalam waktu, bersifat tercipta.”

Supaya semakin jelas bahwa Palamas memang mengajarkan bahwa ada hal-hal berawal yang “tak tercipta”, coba anda lihat teks yang kami referensikan sebelumnya:

Gregorius Palamas, Triade:
“Dengan demikian, esensi superesensial milik Allah tidak boleh disamakan dengan energi-energi-Nya, bahkan dengan energi-energi tak berawal sekalipun ....”

Hal ini sekali lagi menunjukkan, bahwa menurut posisi Palamas, beberapa energi yang tak tercipta memang memiliki awal. Ajarannya itu bidah dan menyangkal ketidakberubahan Allah. Berikut alasannya.

Syahadat Konstantinopel, yang dianggap dogmatis oleh pihak Katolik maupun “Ortodoks”, menegaskan bahwa Allah adalah pencipta langit dan bumi dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan.

Konsili Konstantinopel I, 381:
Kami percaya akan satu Allah, Bapa yang Mahakuasa, pencipta langit dan bumidan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan, dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang tunggal. Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar. Ia dilahirkan, bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa … Dan akan Roh Kudus ....”

Karena Allah adalah pencipta segala sesuatu, hanya Allah sajalah yang tak tercipta. Segala sesuatu yang bukan Allah merupakan ciptaan. Agama Kristen sejati juga menegaskan bahwa hanya Allah sendirilah yang tak berawal.

Karena hanya Allah sendiri yang tak tercipta, seperti yang harus diakui baik oleh kaum Ortodoks Timur maupun Katolik, satu-satunya cara sesuatu mungkin tak tercipta, namun mulai memiliki keberadaan, seperti yang dikhayalkan oleh Palamas si bidah itu tentang “energi-energi tak tercipta” tertentu

  • adalah kalau energi-energi yang mulai berada itu menjadi bagian dari keilahian tak tercipta melalui emanasi.

Itulah satu-satunya cara sesuatu itu mungkin tak tercipta, namun mulai berada. Namun

  • Hal itu akan niscaya berarti bahwa keilahian tak tercipta itu mengalami perubahan dengan memperoleh ciri yang baru, atau dengan mengalami pembesaran, atau dengan mendapat suatu kekuatan baru, atau dengan menjadi sesuatu yang berbeda melalui proses ini.

Itu tentunya menyangkal ajaran Kitab Suci dan Konsili-Konsili tentang ketidakberubahan/imutabilitas Allah, yang adalah suatu dogma iman Kristiani!

Yakobus 1:17 – “ … Bapa segala terang, pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.”

Maleakhi 3:6 – “Sebab Aku Tuhan tidak berubah.”

Alkitab menerangkannya dengan jelas: keilahian tidak berubah. Konsili-Konsili juga menegaskan kebenaran dari wahyu ilahi ini.

Di dalam surat ketiga dari Sirilus kepada Nestorius, yang sering diasosiasikan dengan yang dahulu diterima pada Konsili Efesus, kita membaca:

Konsili Efesus, Surat III St. Sirilus kepada Nestorius, 431:
“Kita tidak berkata bahwa dagingnya berubah menjadi kodrat Ketuhanan atau bahwa Sabda Allah yang tak terungkapkan itu berubah menjadi kodrat daging. Sebab Dia (sang Sabda) tidak dapat teralterasi dan sama sekali tidak dapat berubah dan senantiasa sama adanya sebagaimana yang dikatakan Kitab Suci.”

Di dalam surat Santo Sirilus kepada Yohanes dari Antiokhia, yang diasosiasikan dengan Efesus namun diterima secara resmi oleh Konsili Kalsedon, kita membaca:

Surat St. Sirilus kepada Yohanes dari Antiokhia, yang diterima oleh Konsili Kalsedon, 451:
“ … mereka sangat gila kalau mengandaikan bahwa ‘bayangan perubahan’ dapat dibayangkan sehubungan kodrat ilahi sang Sabda. Sebab Ia senantiasa tetap merupakan diri-Nya sendiri dan belum pernah berubah, tidak pun Ia pernah bisa berubah, tidak pun Ia mampu berubah.”

Di dalam surat Tomus dogmatis Paus St. Leo Agung kepada Flavianus, yang diterima oleh Konsili Kalsedon di tahun 451, Sri Paus merujuk kepada “Allah yang tak dapat berubah”.

Surat Tomus Paus St. Leo Agung kepada Flavianus, Konsili Kalsedon, 451:
“ … dahulu kala perlu tersedia suatu rancangan tersembunyi, agar Allah yang tak dapat berubah, yang kehendak-Nya tiada dapat kehilangan kebaikan-Nya sendiri, dengan suatu misteri yang lebih tersembunyi memenuhi rencana asali-Nya dalam cinta kasih-Nya kepada kita.”

Seperti yang dapat kita lihat, termasuk dalam iman Kristiani, adalah kebenaran bahwa Allah itu imutabel/tidak dapat berubah di dalam keilahian-Nya.

Namun Ortodoksi Timur dan Gregorius Palamas pastinya menyangkal dogma agama Kristiani ini, dengan mengajarkan bahwa energi-energi atau kuasa-kuasa tak tercipta memiliki permulaan dalam keilahian tak tercipta, dan karena itu keilahian tak tercipta berubah dengan memperoleh sesuatu yang baru atau menjadi sesuatu yang berbeda. Hal ini sendiri membuktikan bahwa Ortodoksi Timur adalah agama sesat.

Kenyataannya, untuk memperkuat bukti bahwa Ortodoksi Timur bersalah atas bidah pada perkara ini, kami akan mengutip Romo Dumitru Staniloae. Romo Dumitru Staniloae dahulu adalah seorang profesor Ortodoks di Rumania, dan ia dianggap oleh banyak pengikut agama Ortodoks Timur sebagai teolog Ortodoks Timur teragung pada abad ke-20.

Di dalam serinya tentang teologi dogmatis Ortodoks, ia secara terbuka dan berulang kali mengajarkan bahwa Allah tidak bersifat imutabel dalam “Energi-Energi Tak Tercipta”.

Romo Dumitru Staniloae, The Experience of God [Pengalaman akan Allah], Holy Cross Orthodox Press, 1994, hal. 126:
“Allah sendiri berubah demi kita dalam aktivitas-aktivitas-Nya, tetap sederhana sebagai sumber aktivitas-aktivitas ini dan hadir seutuhnya dalam masing-masing aktivitas tersebut.”

Kita bisa melihat, ketika ia merujuk kepada energi-energi tak tercipta yang disebutnya sebagai aktivitas-aktivitas, ia secara terbuka berkata bahwa Allah berubah dalam aktivitas-aktivitas itu, meskipun menurutnya, Allah hadir seutuhnya dalam hal-hal yang berubah itu.

Dia juga bahkan berkata secara lebih blak-blakan:

Romo Dumitru Staniloae, The Experience of God [Pengalaman akan Allah], Holy Cross Orthodox Press, 1994, hal. 150:
“Rumusan yang paling signifikan dari sintesis ini didapati dalam doktrin Palamit tentang energi-energi tak tercipta yang memang berubah meskipun energi-energi itu muncul dari esensi Allah yang tetap tidak berubah.”

Kita di sini mendapati bidah Ortodoksi Timur tertuang secara amat jelas. Mereka menegaskan bahwa esensi Allah tidak berubah, namun “energi-energi tak tercipta” yang juga mereka anggap sebagai Allah, dapat mengalami perubahan dan karena itu tidak imutabel!

Hal ini kembali membuktikan bahwa “energi-energi tak tercipta” mereka itu, yang menurut bayangan mereka berbeda dari esensi ilahi, merupakan ilah palsu. Mereka mengakui kepercayaan akan ilah tak tercipta yang berubah. Dan kepercayaan itu adalah bidah.

Mereka telah merekayasa suatu ilah palsu, yang bahkan mereka akui tidak bersifat imutabel dan terlampaui oleh Allah benar sampai tingkatan tak terhingga. Ilah palsu mereka tidak punya atribut-atribut Allah benar, sebab ilah mereka itu palsu. Agama mereka itu bidah.

Kenyataannya, coba anda pertimbangkan hal ini. Konsili ekumenis pertama setelah periode Apostolik, yaitu Konsili Nicea, di dalam kanon yang menyertai Syahadatnya, secara dogmatis menegaskan ketidakberubahan Putra Allah dan mengutuk orang-orang yang mengajarkan hal yang berlawanan, seperti kaum Ortodoks Timur.

Konsili Nicea, 325, Kanon Dogmatis:
“Dan bagi mereka yang berkata bahwa ada suatu kala ketika Ia [Putra Allah] tidak ada, atau bahwa sebelum diri-Nya dilahirkan Ia tidak ada, atau bahwa Ia dijadikan dari hal-hal yang dahulunya tidak ada, atau bahwa hakikat atau esensi-Nya berbeda [dari Bapa] atau bahwa Ia adalah ciptaan, atau mereka yang menyatakan diri-Nya dapat mengalami alterasi atau perubahan, Gereja Katolik dan Apostolik menganatemakan mereka.”

Coba anda pertimbangkan hal ini dengan sangat cermat. Gereja Katolik dan Apostolik menganatemakan (mengutuk) mereka yang berkata bahwa Putra Allah dapat mengalami perubahan. Tetapi Ortodoksi Timur tentunya mengajarkan bahwa Putra Allah dapat mengalami perubahan, sebab agama itu mengajarkan bahwa Putra Allah, bersama dengan Bapa dan Roh Kudus, merupakan energi-energi tak tercipta, dan bahwa energi-energi tak tercipta itu dapat mengalami perubahan! Mereka teranatema, mereka terkutuk.

Hal itu berarti Ortodoksi Timur dan ajaran bidahnya tentang Allah dibantah, dikutuk dan dianatemakan oleh konsili ekumenis pertama. Betapa indahnya keadilan yang menjatuhi kaum skismatis ini, mereka yang telah memisahkan diri dari Gereja sejati, Gereja Katolik, namun secara palsu mengaku-ngaku mewarisi iman Kristiani yang diteguhkan oleh Konsili-Konsili!

Dalam kata lain, kalau prinsip-prinsip atau posisi-posisi anda tentang esensi versus energi, rahmat, dsb. memandu anda sampai kesimpulan bahwa Allah tidak imutabel, seperti adanya pada kaum Ortodoks Timur, maka prinsip-prinsip anda salah dan agama anda salah.

Salah satu alasan kaum Ortodoks Timur telah jatuh ke dalam bidah yang mereka anut, bidah yang menyangkal keesaan dari Ketuhanan dan imutabilitas Allah, adalah dalam berbagai kasus mereka telah mencampuradukkan efek-efek kuasa Allah dalam ciptaan dengan ilah yang tak tercipta sendiri, ilah yang menyebabkan dan memunculkan efek-efek tersebut.

Kuasa ilahi yang identik dengan esensi ilahi tentunya tak tercipta. Namun hal-hal yang dimunculkan oleh kuasa ilahi, yaitu yang dimunculkan oleh Allah, dalam ciptaan (seperti cahaya yang dibuat-Nya tampak atau pesan yang disampaikan-Nya kepada manusia) tidak bersifat tak tercipta.

Misalnya, perkataan Kitab Suci diilhami Allah Yang Mahakuasa, namun kata-kata itu bukanlah Allah, melainkan hal-hal tercipta yang telah diilhami-Nya. Efek-efek itu tercipta, tidak seperti kuasa ilahi sendiri yang memunculkan efek-efek itu (yaitu Allah) yang tidak tercipta. Tetapi akibat keinginan jahat dan musyrik untuk menyembah berbagai hal tercipta seolah-olah “tak tercipta”, Ortodoksi Timur telah terperosok, sehingga dalam banyak kasus mencampuradukkan efek-efek tercipta dengan ilah tak tercipta sendiri.

Suatu contoh utama dalam perkara ini adalah ajaran mereka yang menyatakan bahwa rahmat secara umum bersifat tak tercipta dan karena itu, rahmat adalah Allah sendiri. Ini adalah suatu kesalahan. Istilah rahmat, dalam penggunaannya yang paling umum, mengacu kepada karunia yang bersifat supernatural namun tercipta, yang diberikan oleh Allah. Rahmat tidak bersifat tak tercipta, dan bukan Allah.

Dengan bersikeras mencampuradukkan, dalam banyak kasus, efek-efek tercipta dengan ilah tak tercipta itu sendiri, Ortodoksi Timur telah terperosok ke dalam bidah dan penyembahan berhala. Dalam banyak konteks, kesalahan mereka itu tidak kentara, namun seturut bukti yang telah kami sajikan dan akan terus demonstrasikan, ajaran sesat mereka berkembang penuh menjadi bidah dan penyembahan berhala dengan Gregorius Palamas.

Mereka secara salah menyamakan berbagai hal mutabel dan tercipta dengan ilah tak tercipta sendiri, dan dengan demikian mereka terjerembap sehingga menyangkal ketidakberubahan Allah, suatu dogma agama Kristen. Maka, kita telah melihat bahwa dengan menganut posisi Palamas, Ortodoksi menyangkal kenyataan bahwa hanya ada satu Allah, serta menyangkal ketidakberubahan Allah, yang merupakan dogma-dogma iman Kristiani.

Bidah Ortodoksi Timur juga menyangkal Allah Tritunggal dan kesehakikatan Pribadi-Pribadi Allah Tritunggal. Konsili Nicea, Konstantinopel dan lain sebagainya menegaskan keilahian penuh milik Putra, Tuhan Yesus Kristus. Konsili-konsili itu melakukannya secara persis dengan menyatakan bahwa Yesus Kristus sehakikat dengan Bapa. Dalam kata lain, Yesus Kristus memiliki substansi atau esensi yang sama dengan yang dimiliki Bapa.

Konsili Konstantinopel I, 381:
“Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar. Ia dilahirkan, bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa ....”

Kita bisa melihat di sini bahwa identitas Putra adalah Allah benar karena Ia sehakikat dengan Bapa, yaitu Ia memiliki esensi atau substansi yang sama dengan yang dimiliki Bapa. Surat III dari Sirilus kepada Nestorius, yang sering diasosiasikan dengan yang diterima pada Konsili Efesus, berkata demikian:

Surat III St. Sirilus kepada Nestorius, yang sering diasosiasikan dengan Konsili Efesus, 431:
“Sebab ketika Ia [Yesus] berbicara tentang diri-Nya sendiri secara ilahi, seperti ‘Barang siapa melihat Aku, ia melihat Bapa’, dan ‘Aku dan Bapa satu adanya’, kita merenungkan kodrat ilahi-Nya yang tak terlukiskan yang merupakan dasar diri-Nya itu satu adanya dengan Bapa-Nya sendiri oleh karena keidentikan esensi ....”

 Perhatikan bahwa keesaan Allah, keesaan antara Bapa dan Putra (yang tentunya juga berlaku bagi Roh Kudus pula) dikarenakan keidentikan esensi. Namun posisi Palamas dan Ortodoks Timur menyangkal dogma ini. Posisi mereka itu mengajarkan bahwa dalam energi-energi, entitas yang mereka sebut-sebut sebagai Bapa, Putra dan Roh Kudus ada dalam sesuatu yang berbeda dari Esensi.

Maka yang mereka anggap sebagai “Bapa, Putra dan Roh Kudus” dalam energi-energi tidak punya keidentikan esensi milik Bapa, Putra dan Roh Kudus yang sejati, dan karena itu merupakan sesosok ilah palsu. Sungguh mengejutkan pada kenyataannya, bahwa Palamas secara amat langsung menentang Surat III dari Sirilus kepada Nestorius!

Dalam mengajarkan bahwa esensi dan energi-energi berbeda dalam diri Allah, Palamas berkata bahwa Esensi itu:

Gregorius Palamas, Triade:
tidak boleh disamakan dengan energi-energi-Nya ....”

Perhatikan kata “disamakan”.

Namun kita sudah melihat bahwa Yesus satu adanya dengan Bapa-Nya sendiri oleh karena keidentikan esensi, oleh karena esensi yang identik. “Energi-energi tak tercipta” dalam Ortodoksi Timur tidak punya keidentikan esensi yang dimiliki oleh Bapa, Putra dan Roh Kudus sejati, dan karena itu “energi-energi tak tercipta” itu adalah ilah palsu. Ortodoksi Timur telah merekayasa Bapa, Putra dan Roh Kudus palsu di dalam “energi-energi tak tercipta” yang tidak sehakikat, yaitu satu dalam esensi atau substansi dengan Bapa, Putra dan Roh Kudus sejati.

Perhatikan pula bahwa dalam pernyataan ini, dan juga dalam Kanon I dari Konsili Konstantinopel II, istilah “kodrat” dan “esensi” digunakan sebagai sinonim. Hal itu penting, karena ketika Konsili-Konsili itu mendefinisikan Penjelmaan sang Sabda, mereka mengajarkan bahwa Putra Allah menjadi manusia, dan peristiwa ini menyebabkan bersatunya dua kodrat yang tak bercampur: yaitu kodrat ilahi dan kodrat manusiawi, dalam satu Pribadi ilahi, yaitu Putra Allah.

Konsili Kalsedon, 451: “ … kami semua mengajarkan dengan suara bulat bahwa kami mengakui satu Putra yang esa dan sama, Tuhan kita Yesus Kristus, Putra yang sama ini sempurna di dalam keilahian, dan Putra yang sama ini sempurna di dalam kemanusiaan, Putra yang sama ini adalah Allah sejati dan manusia sejati yang memiliki sebuah jiwa rasional dan tubuh yang sungguh manusiawi, sehakikat dengan Bapa seturut keilahian, dan Putra yang sama ini sehakikat dengan kita seturut kodrat manusiawi … diakui di dalam dua kodrat, tanpa pencampuran, tanpa perubahan, tanpa pembagian maupun pemisahan, perbedaan dari kodrat-kodrat-Nya sama sekali tidak terhapuskan akibat persatuan itu tetapi, kekhasan dari kodrat yang satu dan kodrat yang lain, sebaliknya terjaga dengan baik, dan bersatu di dalam satu pribadi ....”

Maka konsili-konsili mengajarkan bahwa kuasa keilahian diikutsertakan dalam istilah “kodrat” dan “esensi”. Kenyataan itu menentang Ortodoksi Timur, yang mengajarkan bahwa kuasa-kuasa atau energi-energi milik Allah berbeda dari esensi atau kodrat-Nya.

Omong-omong, setelah Ortodoksi Timur secara resmi berpihak kepada posisi Palamas yang bidah itu, Barlaam berkonversi ke dalam agama Katolik.

Di dalam salah satu suratnya, Gregorius Palamas bahkan memperbedakan esensi Allah “yang melayang di atas” dan sesosok “’Ilah/Ketuhanan’ yang lebih rendah”, yaitu energi-energinya.

Gregorius Palamas, Surat III kepada Akindynus

  • Esensi Allah “yang melayang di atas”(ὑπερκειμένη οὐσία)
  • Sesosok “Ilah/Ketuhanan” yang lebih rendah(ὑφειμένη θεότης, yakni Energi-Energinya)

Demikian komentar seorang imam Ortodoks tentang perkataan Palamas pada perkara ini:

Romo Nikolaos Loudovikos, Striving for Participation: Palamite Analogy as Dialogical Syn-energy… [Berjuang demi Partisipasi: Analogi Palamit sebagai Sin-energi Dialog ....] (Bab 5 dalam Divine Essence and Divine Energies … [Esensi Ilahi dan Energi-Energi Ilahi ….], James Clarke & Co., 2013):
“Jelas adanya, bahwa istilah yang pertama kenyataannya berarti ‘ilah yang lebih tinggi’, dan yang kedua berarti ‘ilah yang lebih rendah’.”

Ini adalah bukti lebih lanjut bahwa Palamas dan Ortodoksi Timur telah menciptakan sesosok ilah palsu, suatu “ilah/ketuhanan” yang berbeda dari yang sejati. Ortodoksi Timur bersifat bidah dan politeis.

Gregorius Palamas juga berkata:

Gregorius Palamas, Triade:
“Allah tidak akan disebut ‘lebih-dari-Allah’ seandainya tidak ada rahmat deifikasi, sehingga Ia tidak akan disebut ‘lebih-dari-tak-berawal’ ....”

Ini adalah bidah!

Kami dapat mengutip lebih banyak lagi ajaran sesat Palamas pada perkara ini, namun seperti yang telah disebutkan, ajaran Ortodoksi Timur tentang rahmat juga salah. Ortodoksi Timur secara salah berpendapat bahwa rahmat secara umum adalah Allah sendiri dalam “energi-energi tak tercipta”-Nya.

Uskup Timothy Ware, The Orthodox Church [Gereja Ortodoks], hal. 68:
“Dalam hubungan dengan kita manusia, energi ilahi kenyataannya tidak berbeda dari rahmat Allah ….”

Pernyataannya ini salah. Kecuali kalau seorang penulis mungkin berbicara tentang Roh Kudus, atau merujuk kepada Allah dalam suatu konteks tertentu sebagai “Rahmat Tak Tercipta”, “rahmat” (sebagaimana istilah ini paling sering digunakan) bukanlah Allah. Rahmat tidak bersifat tak tercipta. Rahmat adalah pertolongan, kuasa atau karunia supernatural tercipta yang diberikan oleh Allah. Rahmat berbeda dari ilah tak tercipta, dan merupakan hal supernatural yang diberikan Allah kepada manusia. Ortodoksi Timur menerapkan pandangannya yang sesat bahwa rahmat bersifat tak tercipta, dan karena itu adalah Allah, bahkan kepada karunia-karunia karismatik yang disebutkan dalam 1 Korintus, seperti mukjizat-mukjizat, nubuat, berbicara dalam berbagai bahasa, dll. Sehubungan hal-hal tersebut, Gregorius Palamas berkata:

Gregorius Palamas, Triade:
“Inilah alasan para kudus merupakan alat yang digunakan Roh Kudus, karena mereka telah menerima energi yang sama dengan yang dimiliki-Nya. Sebagai bukti pasti dari yang saya katakan, orang mungkin mengutip karisma-karisma penyembuhan, karya mukjizat, prapengetahuan ....”

Menurut Ortodoksi Timur, semua rahmat karismatik itu bersifat tak tercipta dan karena itu adalah Allah. Tetapi pandangan mereka itu salah, dan dibantah, antara lain, oleh 1 Korintus 12:31. Mengenai karunia-karunia atau rahmat-rahmat karismatik, ayat itu berkata:

1 Kor. 12:29-31 – “ … Apakah semuanya mengerjakan mukjizat? Apakah semuanya memiliki karunia-karunia penyembuhan? Apakah semuanya berbicara dengan bahasa roh? Apakah semuanya menafsirkan? Namun dambakanlah sungguh-sungguh karunia-karunia yang lebih besar ....”

Perhatikan, bahwa beberapa karunia/rahmat lebih besar daripada yang lain. Namun dalam diri Allah, tidak ada yang lebih besar atau lebih kecil. Hal ini membuktikan bahwa rahmat-rahmat yang digambarkan di sini (seperti mukjizat, penyembuhan, dll.) tidaklah tak tercipta. Namun rahmat-rahmat itu merupakan karunia-karunia supernatural tercipta yang berasal dari Allah, dan diberikan kepada manusia dalam waktu. Agama Katolik benar. “Ortodoksi” Timur salah.

Rahmat, dalam penggunaan terumum istilah itu, bukanlah Allah, namun merupakan karunia atau kuasa supernatural dari Allah. Para penganut Ortodoksi Timur secara salah percaya bahwa rahmat, termasuk rahmat pembenaran, bersifat tak tercipta (walaupun sebenarnya merupakan anugerah supernatural dan suatu efek kuasa Allah). Mereka pun akibatnya tersesatkan kepada pandangan-pandangan bidah tentang deifikasi dan penyalahtafsiran 2 Petrus 1:4, yang menyebabkan mereka pada dasarnya menyembah diri sendiri dan orang lain di antara mereka, yang seturut kepercayaan mereka telah mengalami pembenaran dengan menerima “energi tak tercipta”; ini adalah penyembahan diri sendiri, serupa dengan yang kita lihat pada agama-agama pagan dari Timur.

Berikut beberapa kutipan dari Palamas, yang menyingkapkan bahwa teologi dan pemahaman Ortodoksi Timur tentang deifikasi bersifat bidah dan menyembah diri sendiri. Coba anda ingat, kami telah membuktikan bahwa “cahaya tak tercipta” yang menurut mereka, mereka alami, adalah ilah palsu – sesosok ilah yang mereka akui terlampaui oleh Allah benar. Mereka menyembah cahaya palsu ini, ilah palsu ini, yang tidak imutabel ataupun sehakikat dengan Allah sejati, dan mereka mencoba menemukan atau mengalaminya dalam diri mereka sendiri.

Palamas berkata:

Gregorius Palamas, Triade:
“Barang siapa telah menerima cahaya ini dengan berkonsentrasi pada dirinya sendiri, selalu pada benaknya melihat realitas yang sama yang oleh keturunan bangsa Yahudi disebut manna ....”

Kita kembali melihat fokus kepada diri sendiri, penyembahan diri sendiri. Sebabnya adalah seperti yang telah kami tunjukkan, “cahaya” yang mereka cari-cari itu adalah ilah palsu. Itu adalah ilah palsu dari “energi-energi tak tercipta”, yang mereka akui terlampaui oleh Esensi ilahi.

Gregorius Palamas, Triade:
“ … mereka yang … juga telah mendapat rahmat rohaniah dan supernatural … tahu secara rohaniah, dengan cara yang melampaui indra dan akal, bahwa Allah adalah roh, sebab mereka telah seutuhnya menjadi Allah, dan mengenal Allah dalam diri Allah.”

Ini adalah bidah.

Meskipun seseorang dengan penuh kuasa dan secara supernatural diubah dan dilahirkan kembali dalam pembenaran Kristiani, orang itu tidak menjadi Allah.

Yohanes 3:3-5 – “Jawab Yesus kepadanya, ‘Amin, Amin, Aku berkata kepadamu, jika seseorang tidak dilahirkan kembali ia tidak dapat melihat kerajaan Allah.’ Nikodemus berkata kepada-Nya, ‘Bagaimanakah seorang manusia dapat dilahirkan sewaktu ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kedua kalinya ke dalam rahim ibundanya dan dilahirkan?’ Yesus menjawab, ‘Amin, Amin, Aku berkata kepadamu, jika seseorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam kerajaan Allah.’”

Palamas juga berkata:

Gregorius Palamas, Triade:
Mereka yang mencapainya dengan demikian menjadi tak tercipta, tak berawal dan tak terungkapkan … Bagaimanakah setiap orang kudus menjadi tak tercipta oleh karena rahmat, kalau rahmat ini tercipta?”

Pernyataannya ini bersifat bidah, pagan dan menyembah diri sendiri. Palamas berkata bahwa manusia menjadi tak tercipta dan tak berawal dengan menerima rahmat pembenaran. Tidak, manusia tidak demikian! Coba anda perhatikan faktanya, Kitab Suci justru mengajarkan yang berlawanan ketika mendeskripsikan pembenaran dalam Perjanjian Baru.

2 Korintus 5:17 – “Jadi, jika seseorang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru.”

Perhatikan kata “ciptaan”. Pembenaran Kristiani menghasilkan “ciptaan baru”, dan bukan suatu hal baru yang tak tercipta dan tak berawal. Ajaran Kitab Suci berlawanan dengan ajaran Ortodoksi Timur serta Palamas.

Galatia 6:15 – “Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya.”

Kolose 3:10 – “dan mengenakan yang baru yang senantiasa dibarui dalam pengenalan menurut gambar Dia yang menciptakannya ....”

Efesus 2:10 – “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik ....”

Coba anda perhatikan lagi, manusia baru yang diubah secara supernatural oleh rahmat pengudusan, diciptakan dalam keadaannya yang baru itu. Orang yang dibenarkan tidak menjadi tak tercipta karena rahmat. Ortodoksi Timur adalah bidah. Agama itu menyembah manusia.

Ayat-ayat ini juga membuktikan bahwa agama Katolik itu benar ketika mengajarkan bahwa rahmat pengudusan, yaitu kekudusan yang membuat manusia berkenan bagi Allah, atau benar di hadapan Allah, merupakan rahmat yang bersifat supernatural namun tercipta. Orang yang masuk ke dalam Kristus Yesus dan menerima pembenaran pertama, menjadi ciptaan baru, dan bukan menjadi tak tercipta, seperti ajaran sesat Ortodoksi Timur.

Berikut sebuah kutipan lain yang mengilustrasikan bahwa Palamas mengajarkan politeisme. Ingatlah, esensi dan sinar-sinarnya di sini adalah Allah.

Gregorius Palamas, Triade:
“Pertama-tama, esensi itu tunggal, meskipun sinar-sinarnya ada banyak, dan dikirim keluar dengan cara yang layak bagi mereka yang turut serta dalam sinar-sinar itu, diperbanyak sesuai kemampuan yang beragam dari mereka yang menerima sinar-sinar tersebut ....”

Ini politeisme dan bidah, sebab ia mengajarkan bahwa “sinar-sinar” yang menurutnya adalah Allah, diperbanyak sesuai kemampuan orang-orang yang menerima sinar-sinar itu. Ortodoksi Timur percaya bahwa ilah yang tak tercipta itu berubah dan menjadi berlipat jumlahnya dalam berbagai rupa, dan pandangan semacam itu tidak Kristen.

Ironis juga, karena kaum Ortodoks Timur mengklaim bahwa teologi mereka melestarikan pengalaman langsung dengan Allah sendiri, namun merekalah yang kenyataannya menyangkal hal itu, sebab menurut kepercayaan mereka, sekiranya pun manusia berada dalam Surga, dia tidak pernah bisa melihat Esensi ilahi atau berkomunikasi dengannya, namun hanya dengan “energi-energi-Nya” saja. Sedangkan agama Kristen sejati, yaitu agama Katolik, mengajarkan bahwa orang yang berada di Surga memiliki akal yang dicerahkan oleh terang kemuliaan dan dapat melihat Esensi ilahi secara langsung, meski tidak pernah dapat sepenuhnya menyelami misteri-misterinya yang tak terbatas, dll.

1 Yohanes 3:2 – “Ketika Ia tampak, kita akan menjadi seperti diri-Nya, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya ....”

St. Thomas Aquinas menjelaskan, mengapa tidak benar kalau orang berpendapat seperti Ortodoksi Timur, bahwa manusia tidak pernah dapat benar-benar melihat Esensi ilahi, meski dalam Surga sekalipun. Ia menjelaskan bahwa pandangan semacam itu harus ditolak.

St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae, Bagian Suplemen, Pertanyaan 92, Artikel 1:
“Pertama-tama, karena pandangan itu bertentangan dengan otoritas kitab suci kanonik, seperti yang dinyatakan Agustinus … Kedua, pemahaman merupakan aksi paling khas milik manusia. Karena itulah kebahagiaan manusia niscaya harus bergantung pada aksi pemahaman; sedemikian rupa sehingga kebahagiaan tercapai ketika aksi ini menjadi sempurna dalam dirinya.

Namun kesempurnaan makhluk berakal, secara hakiki, adalah objek yang dipahami; dan kalau manusia dalam aksi akalnya yang tersempurna tidak sampai pada penglihatan akan esensi ilahi, namun pada sesuatu yang bukan esensi tersebut, maka niscaya harus dikatakan bahwa sesuatu yang lain dari Allah merupakan objek kebahagiaan manusia 

dan karena kesempurnaan tertinggi dari suatu hal mengharuskan hal itu bersatu dengan pangkalnya, maka sesuatu yang bukan Allah itulah yang merupakan pangkal efektif manusia. Pandangan itu absurd … Maka menurut kami, harus dinyatakan bahwa akal kita [kalau kita masuk Surga] akan sampai pada penglihatan akan esensi Ilahi ....”

Ortodoksi Timur menyangkal kenyataan bahwa orang-orang terberkati di Surga dapat melihat esensi ilahi, dan karena itu agama tersebut menyangkal fakta bahwa Allah sendiri merupakan objek terluhur kebahagiaan manusia.

Patut dicatat pula, bahwa Gregorius Palamas tidak hanya memutilasi doktrin Allah yang sejati, tetapi dia juga secara berkala menyalahgunakan para Bapa Gereja. Dia sering mengutip mereka di luar konteks untuk mencari-cari sebuah preseden bagi bidahnya. Tetapi Palamas adalah seorang inovator, dan sekiranya pun orang menemukan beberapa pernyataan yang tidak akurat dari para bapa (dan memang benar-benar ada, lho ya) tentunya tidak pernah dibenarkan bagi orang itu untuk merekayasa teologi yang sama sekali bidah, yang sekarang telah resmi dirangkul Ortodoksi Timur.

Kaum Ortodoks Timur yang bidah itu kadang-kadang mengklaim bahwa para Bapa Kapadokia (yaitu Basilius Agung, Gregorius dari Nyssa dan Gregorius dari Nazianzus) mengajarkan posisi Palamas, tetapi pernyataan mereka itu salah. J. P. Houdret menulis sebuah artikel yang dinamai “Palamas and the Cappadocians” [Palamas dan Para Bapa Kapadokia]. Artikel itu secara saksama mencermati beberapa perikop utama para Bapa Kapadokia, yang diungkit-ungkit oleh para penganut Ortodoksi Timur pada perkara ini.

Artikelnya itu memperlihatkan bahwa para bapa tersebut tidak mengajarkan yang diajarkan Palamas: yaitu gagasan bahwa dalam diri Allah sendiri ada perbedaan riil antara yang tak dapat dikenal (yaitu Esensi-Nya) dan yang dapat dikenal (yaitu energi-energi-Nya).

Jean Philippe Houdret, Palamas and the Cappadocians [Palamas dan Para Bapa Kapadokia]1974 (bekkos.wordpress.com)
“Karena itulah, di kalangan Kapadokia, sama sekali tidak ada gagasan untuk membuat pembedaan riil dalam diri Allah, seperti yang akan dilakukan Palamas, antara yang tak dapat dikenal (esensi yang bersifat tak terjangkau, tak terpahami, tak terlihat, tak memungkinkan partisipasi) dan yang dapat dikenal (energi atau energi-energi yang bersifat tak tercipta, kelihatan, terpahami, ternamai, memungkinkan partisipasi, yang berbeda dari esensi-Nya) … Pada poin vital ini, kita hendaknya mencatat adanya ketidaksepakatan besar antara pemikiran para bapa Kapadokia dan pemikiran Gregorius Palamas. Maka dari itu tampak mustahil bagi kita untuk berbicara tentang awal mula pembedaan Palamit di kalangan para bapa dari abad keempat.”

Namun yang paling penting dalam perkara ini bukanlah pernyataan beberapa bapa tertentu, namun ajaran Kitab Suci dan Gereja pada konsili-konsili, dan mereka jelas membuktikan bahwa ajaran Ortodoksi Timur itu bidah. Hal ini bisa dilihat dengan sangat kentara, dalam kepercayaan Ortodoksi Timur akan sesosok “ilah” yang mereka akui terlampaui dan terlebihi oleh esensi Ilahi, dan dalam penyangkalan mereka terhadap ketidakberubahan Allah.

Kami telah membuktikan di dalam video ini bahwa teologi resmi Ortodoksi Timur menyangkal fakta bahwa hanya ada satu Allah, dengan memperkenalkan pembagian riil dalam Ketuhanan antara esensi dan energi-energi. Teologi mereka merekayasa ilah palsu yang tidak sehakikat dengan Allah benar, namun yang secara tak terhingga inferior dari Allah benar. Teologi mereka menyangkal imutabilitas Allah, dengan mengajarkan bahwa Allah bisa berubah dan bahwa ada hal-hal tak tercipta, yang walau demikian mulai berada. Teologi mereka mengajarkan secara sesat bahwa rahmat pembenaran bersifat tak tercipta – suatu kesalahan yang telah mereka anut sampai mengajarkan kemusyrikan yang menyembah diri sendiri. Teologi mereka merupakan doktrin agama sesat yang menghujat – dalam banyak aspek sebanding dengan berbagai macam ajaran agama sesat yang ada di kalangan orang-orang pagan Timur.

Setelah kaum Skismatis Timur pecah dari Gereja Katolik, ketika mereka menyangkal Kepausan di tahun 1054, Allah tidak melindungi mereka ataupun ajaran mereka.

Matius 16:18-19 - “Dan Aku pun berkata kepadamu: engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku, dan pintu-pintu gerbang Neraka tidak akan berjaya melawannya. Aku akan memberikan kepadamu kunci-kunci Kerajaan Surga, dan apa pun yang kauikat di atas bumi akan terikat di dalam Surga dan apa pun yang kaulepaskan di atas bumi akan terlepas di dalam Surga.”

Yohanes 21:15-17  - “Ketika mereka telah selesai makan pagi, Yesus berkata kepada Simon Petrus, ‘Simon, putra Yunus, apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada hal-hal ini?’ Ia berkata kepada-Nya, ‘Ya, Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.’ Ia berkata kepadanya, ‘Berilah makan anak-anak domba-Ku!’ Ia berkata lagi kedua kalinya kepadanya, ‘Simon, putra Yunus, apakah engkau mengasihi Aku?’ Ia berkata kepada-Nya, ‘Ya, Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.’ Ia berkata kepadanya, ‘Gembalakanlah domba-domba-Ku!’ Ia berkata kepadanya untuk ketiga kalinya, ‘Simon, putra Yunus, apakah engkau mengasihi Aku?’ Petrus menjadi sedih hatinya karena Ia berkata kepadanya untuk ketiga kalinya, ‘Apakah engkau mengasihi Aku?’ Maka ia berkata kepada-Nya, ‘Tuhan, Engkau mengetahui segala sesuatu. Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau!’ Yesus berkata kepadanya, ‘Berilah makan domba-domba-Ku!’”

Sangatlah menarik, bahwa setelah mereka terpotong dari pokok anggur karena menolak Kepausan, kaum skismatis Timur jatuh ke dalam bidah pada perkara doktrin tentang Allah, yang membuat mereka sebanding dengan agama-agama pagan dan politeis dari Timur, seperti yang telah kami perlihatkan dalam video ini.

Tidak hanya mengajarkan politeisme, namun banyak dari agama-agama itu juga menyangkal imutabilitas Allah, dengan mengajarkan bahwa keilahian dapat bermutasi. Menurut kami ini bukan semata-mata suatu kebetulan, bahwa Allah membiarkan kaum skismatis Timur menjadi sebanding dengan kaum pagan Timur, setelah mereka dengan arogannya menolak Kepausan yang didirikan oleh Yesus Kristus.

Di samping bidah-bidahnya sehubungan doktrin tentang Allah, Ortodoksi Timur juga memiliki banyak masalah doktrin lainnya, masalah-masalah yang serius. Agama mereka itu memperbolehkan perceraian dan “pernikahan kembali”, suatu ajaran yang menentang ajaran Yesus dalam Injil.

Lukas 16:18 – “Setiap orang yang menceraikan istrinya dan menikahi wanita lain, ia berbuat zina, dan barang siapa menikahi seorang wanita yang bercerai dengan suaminya, orang itu berbuat zina.”

Ortodoksi Timur menolak keutamaan otoritas yang jelas dikaruniakan oleh Kristus atas St. Petrus, dan lain sebagainya. Namun salah satu alasan banyak orang telah menganut agama sesat Ortodoksi Timur dan tetap buta terhadap bidah-bidah serta kontradiksi-kontradiksinya, adalah mereka terlalu mementingkan penampilan luar.

Penampilan luar berperan besar dalam Ortodoksi Timur. Penampilan luar membuat mereka merasa seolah-olah mereka suci, walaupun mereka sebenarnya tidak suci, karena mereka tidak punya iman sejati.

Demikian pula banyak orang telah menjadi Mormon, atau tetap Mormon, kendati doktrin kaum Mormon tentang Allah yang luar biasa sesat. Orang-orang merasa tertarik dengan kegiatan bernyanyi atau aspek-aspek berkomunitas Mormonisme, dan mereka tetap buta, atau tidak peduli, dengan masalah-masalah besar pada doktrinnya. Karena mereka tidak mencari kebenaran dengan tulus, Allah membiarkan mereka berada dalam kegelapan.

Dalam kasih kami memanggil semua anggota Ortodoksi Timur dan semua orang non-Katolik, agar mereka mengakui fakta-fakta ini dan menganut iman yang satu dan sejati akan Yesus Kristus, iman Katolik tradisional, di luar mana tidak terdapat keselamatan.

Catatan kaki:

[1] Denzinger 421.

SHOW MORE