Dilarang Misa Latin atau Berdoa bagi Orang Non-Katolik yang Meninggal – Ajaran Kepausan
April 24, 2023
SUPPORT
Copy Link
https://endtimes.video/id/dilarang-misa-berdoa-untuk-orang-non-katolik-yang-meninggal/
Copy Embed
vatikankatolik.id - Saluran dalam Bahasa Indonesia

| |

Bruder Peter Dimond, OSB

Kami telah mengutip berbagai Paus dalam materi kami untuk membuktikan ajaran Gereja Katolik bahwa orang Katolik dilarang berdoa bagi orang non-Katolik yang telah meninggal dunia. Di dalam video ini saya ingin membahas beberapa kutipan baru yang menarik dari Paus Gregorius XVI tentang perkara ini, yang setahu kami, belum pernah diterjemahkan sebelumnya ke dalam bahasa Indonesia sampai sekarang. Saya juga ingin memberi beberapa contoh bagaimana ajaran Gereja ini ditentang dan ditolak pada zaman kita oleh banyak orang yang mengaku diri Katolik, namun sayangnya bukan.

Paus St. Gregorius III, sekitar 732 M:
“Anda meminta nasihat tentang keabsahan perihal membuat persembahan bagi orang yang sudah mati. Ajaran Gereja demikian adanya – hendaknya setiap orang membuat persembahan-persembahan bagi mereka yang telah meninggal sebagai orang Kristen sejati [Katolik]Namun ia tidak diizinkan untuk melakukannya bagi mereka yang meninggal dalam keadaan dosa, seandainya pun mereka orang Kristen.”

Dokumen pertama ini yang ditulis dalam bahasa Latin adalah sepucuk surat dari Paus Gregorius XVI yang dinamai “Officium”. Surat ini ditulis kepada seorang uskup di Bavaria, dan bertanggal 16 Februari 1842. Beberapa bulan sebelumnya, pada tanggal 13 November 1841, Ratu Karolina dari Baden dari negeri Bavaria, seorang ratu yang menganut agama Protestan, meninggal dunia. Uskup di daerah itu sayangnya memberi izin untuk melakukan upacara pemakaman dan untuk mempersembahkan doa bagi ratu non-Katolik yang meninggal itu. Meskipun para pelayan Protestan yang hadir tidak diperkenankan masuk ke dalam Gereja, kenyataan bahwa seorang uskup pada saat itu mengizinkan doa dan upacara pemakaman bagi orang yang mati di luar Gereja Katolik merupakan suatu aib.

Perbuatan uskup itu mencerminkan kerusakan teologis yang sedang terjadi pada waktu sebelum Vatikan II itu, terutama sehubungan dogma yang sudah didefinisikan, yaitu Di Luar Gereja Tidak Terdapat Keselamatan.

Paus Eugenius IV, Konsili Florence, “Cantate Domino”, 1441, ex cathedra:
“Ia [Gereja Roma yang Kudus] dengan teguh percaya, mengakui dan berkhotbah bahwa ‘semua orang yang berada di luar Gereja Katolik, bukan hanya orang-orang pagan tetapi juga Yahudi atau bidah dan skismatis, tidak dapat mengambil bagian di dalam kehidupan kekal dan akan masuk ke dalam api yang kekal yang telah disiapkan untuk iblis dan para malaikatnya,’ kecuali jika mereka bergabung ke dalam Gereja sebelum akhir hidup mereka … dan bahwa tidak seorang pun dapat diselamatkan, sebanyak apa pun ia telah berderma, walaupun ia telah menumpahkan darah dalam nama Kristus, kecuali jika ia telah bertekun di pangkuan dan di dalam kesatuan Gereja Katolik.”

Penyebarluasan berbagai macam bidah melawan dogma itu, bukan oleh Magisterium, melainkan dalam sumber-sumber yang falibel dan oleh banyak teolog yang falibel sebelum Vatikan II, adalah salah satu sebab utama terjadinya kemurtadan Vatikan II.

Paus Gregorius XVI, Mirari Vos (#13), 15 Agustus 1832:
“Sebab sang Rasul telah memberi teguran bahwa ‘hanya ada satu Tuhan, satu iman, satu pembaptisan’ (Ef. 4:5); maka, semoga mereka menjadi takut, yakni, orang-orang yang membuat-buat gagasan bahwa dermaga keselamatan terbuka kepada orang-orang yang menganut agama apa pun. Hendaknya mereka sungguh-sungguh merenungkan kesaksian sang Juru Selamat sendiri, bahwa ‘barang siapa tidak bersama Kristus, ia melawan Kristus’ (Luk. 11:23) dan barang siapa tidak memanen bersama-Nya akan tercerai-berai dengan tidak bahagia. Dan itulah sebabnya, ‘jikalau mereka tidak menjaga iman Katolik utuh dan murni, tidak diragukan bahwa mereka akan binasa selamanya’ (Syahadat Atanasius).

Keyakinan dan kesetiaan yang teguh kepada ajaran Gereja tentang keselamatan dan perlunya pembaptisan merupakan ciri utama yang membedakan orang Katolik sejati di zaman kita ini, dari mereka yang kekurangan iman supernatural yang dapat berkenan kepada Allah.

Konsili Trente, Sesi 5, tentang Dosa Asal:
“ ... Iman Katolik kita, ‘yang tanpanya mustahil adanya untuk berkenan kepada Allah’ [Ibrani 11:6] ....” (Denz. 787)

Berikut apa yang ditulis oleh Paus Gregorius XVI kepada uskup itu tentang perkara ini.

Paus Gregorius XVI, Officium, 16 Feb. 1842:
“Namun inilah laporan yang diberikan kepada Kami mengenai ritus-ritus Katolik yang digunakan dalam upacara pemakamannya [upacara pemakaman Ratu Karolina]; dan di depan mata kepala Kami ini terdapat surat anda, yang pada hari ke-19 dari bulan November, telah anda berikan kepada para pastor paroki anda sehubungan perkara ini. Tetapi Kami hampir tidak sanggup mengungkapkan dalam kata-kata kegelisahan batin macam apa yang Kami alami ketika Kami menemukan dengan membaca surat yang sama itu bahwa anda telah memerintahkan supaya permohonan-permohonan publik itu, yang telah diinstitusikan oleh Gereja untuk semua orang yang meninggal dalam persekutuan Kristiani dan Katolik, diselenggarakan pada kesempatan ini untuk penguasa perempuan yang bertemu dengan ajalnya dalam bidah yang sama, di dalam mana ia dahulu hidup secara teramat nyata.

Perkara ini pun tiada sangkut pautnya dengan apakah pada saat-saat terakhir dari hidupnya ia mungkin telah dicerahkan kepada pertobatan oleh kebaikan yang tersembunyi dari Allah yang berbelas kasih. Sebab sesungguhnya, misteri-misteri rahmat ilahi yang lebih tersembunyi ini sama sekali bukan urusan penilaian lahiriah milik otoritas gerejawi; dan itulah sebabnya menurut disiplin Gereja, baik yang kuno maupun yang terkini, orang yang meninggal dalam pengakuan bidah secara terbuka dan notorius telah dilarang untuk dihormati dengan ritus-ritus Katolik.

Namun, tidak cukup bagi anda untuk memerintahkan ritus-ritus Katolik pada kesempatan ini; tetapi anda justru beramanat supaya dalam eulogi upacara pemakaman untuk pihak mendiang, orator suci harus secara spesifik menyerahkannya [mendiang Ratu] kepada doa-doa saleh dari para umat beriman, dan anda melarangnya untuk menambahkan apa-apa lagi demi menjelaskan perbedaan antara upacara pemakaman itu dan upacara pemakaman orang Katolik. Bahwasanya di awal surat anda, anda tidak takut untuk berbicara tentang kematiannya seolah-olah berkata bahwa ia telah dipanggil oleh Allah dari dunia ini kepada kehidupan kekal.

Kami bahwasanya tidak paham bagaimana hal yang telah anda nyatakan dengan begitu lancangnya tanpa didampingi pernyataan tambahan apa-apa sungguh dapat diselaraskan dengan dogma Katolik tentang perlunya iman Katolik sejati untuk memperoleh keselamatan – dengan dogma yang satu itu, yang bahwasanya, dari antara pasal-pasal utama lainnya, telah kembali dituangkan dalam rumusan-rumusan pengakuan iman, dan yang juga telah Kami serahkan dalam Surat Ensiklik Kami kepada para uskup Bavaria agar ditaati sebagai penawar untuk wabah indiferentisme yang sedang merebak, sebuah penawar yang diperlukan terutama pada masa kini.”

Ada beberapa pernyataan yang sangat menarik dalam surat ini. Pertama-tama, Paus Gregorius XVI menegur uskup itu dan kembali menegaskan ajaran Gereja, yaitu bahwa semua orang yang mati di luar persekutuan Gereja Katolik tidak dapat dihormati dengan ritus-ritus Katolik. Asas ini sudah berlaku sejak Gereja kuno, dan dapat dikemas dalam perkataan ini

Paus St. Gregorius VII, 28 Okt. 1076:
“Maka jika dalam skisma ini, yang dengan lancang dilakukan terhadap Gereja yang Kudus dan Apostolik … ia atau siapa saja yang akan secara sukarela memberikan tanda tangannya, sembari secara sadar berkomunikasi dengan raja yang telah diekskomunikasikan, telah mati atau akan mati tanpa pertobatan dan penyilihan, Kami tidak dapat berbelok dari keputusan yang relevan dari para bapa yang kudus – yakni, ‘Jika kita tidak berkomunikasi dengan mereka ketika mereka dahulu masih hidup, kita tidak boleh berkomunikasi dengan mereka ketika mereka sudah mati.’”

Paus St. Leo Agung mengajarkan asas ini, yang juga terkait dengan alasan orang yang tak dibaptis tidak diberi penguburan Kristiani. Asas ini diikutsertakan dalam hukum kanon abad pertengahan, dan diulangi oleh para Paus, termasuk Paus St. Gregorius VII. Asas ini tidak hanya melarang misa dan upacara pemakaman publik bagi orang non-Katolik yang meninggal, tetapi juga melarang segala doa bagi orang non-Katolik yang meninggal.

Perhatikan bagaimana Paus Gregorius XVI menegur uskup itu khususnya karena uskup itu memberi tahu oratornya untuk menganjurkan para umat beriman supaya mereka bahkan berdoa untuk mendiang ratu Protestan itu.

anda justru beramanat supaya dalam eulogi upacara pemakaman untuk pihak mendiang, orator suci harus secara spesifik menyerahkannya [mendiang Ratu] kepada doa-doa saleh dari para umat beriman

Selain itu, prinsip yang satu ini, yang telah kami kutip dalam video yang terdahulu, juga tercermin dalam dokumen Paus St. Gregorius VII, di mana beliau melarang doa dipersembahkan bagi siapa pun yang mati melayani seorang pangeran yang terekskomunikasi. Prinsip ini juga berlaku kepada semua orang yang mati di luar persekutuan dengan Gereja. 

Paus St. Gregorius Vll, Setelah tanggal 24 Juni 1082:
"Maka barang siapa tidak taat kepada nasihat-nasihat atau perintah-perintah Kami atau otoritas Petrus yang terberkati dan akan mati dalam kesetiaan atau pelayanan kepada Yordanus, doa tentunya tidak boleh dipersembahkan untuk orang itu; dan Kami juga memerintahkan supaya ia tidak diserahkan untuk penguburan seturut adat orang Kristen.”

Begitu pula, di dalam surat bulla Inter Cunctas, Paus Martinus V mengajarkan bahwa dengan mendoakan siapa saja yang tergolong pengikut para bidah Wycliffe, Hus atau Hieronimus dari Praha, seseorang dicurigai atas bidah. Surat bulla ini menyatakan secara jelas bahwa bahkan berdoa secara pribadi pun untuk mereka berlawanan dengan ajaran Katolik.

Paus Martinus V, Inter Cunctas, 22 Feb. 1418:
"Di samping itu, Kami … mendekretkan bahwa barang siapa … akan didapati bereputasi cemar atau dicurigai … atas doktrin para pemuka bidah penyebar wabah itu, yakni Yohanes Wycliffe, Yohanes Hus dan Hieronimus dari Praha, baik dengan mendukung, menyambut, atau membela para pria terkutuk yang telah disebutkan itu atau para pengikut mereka dan murid semu mereka yang durhaka, ketika mereka dahulu hidup di kalangan manusia, atau dengan memercayai kesalahan-kesalahan mereka, dengan berdoa bagi mereka ketika mereka sudah mati atau bagi siapa pun dari pihak mereka setelah kematian mereka ....”

Paus Martinus V, Inter Cunctas, 22 Feb. 1418:
“Demikian pula, apabila setelah kematian mereka ia telah berdoa untuk pihak yang sama [yakni, para bidah] (atau siapa pun dari antara mereka) dan baik secara publik maupun secara tersembunyi melakukan karya-karya kesalehan untuk mereka, sembari menyatakan bahwa mereka akan menjadi terberkati dan diselamatkan.”

Fakta ini membantah banyak orang di zaman kita yang berargumentasi seperti ini: ah, mempersembahkan misa secara publik untuk seorang bidah yang meninggal dunia atau orang non-Katolik yang meninggal dunia itu tidak boleh, namun kita boleh berdoa secara pribadi untuk orang itu. Tidak argumen semacam itu salah dan berlawanan dengan ajaran Katolik. Dan juga akan menjadi absurd bagi Gereja untuk melarang segala doa dan ritus publik bagi orang non-Katolik yang meninggal karena ritus-ritus semacam itu akan menentang dogma Di Luar Gereja Tidak Terdapat Keselamatan, namun lalu mengizinkan para umat beriman bergegas pulang dan berdoa secara pribadi untuk orang non-Katolik yang meninggal itu, dan karena itu menentang dogma tersebut dalam kehidupan pribadi mereka. Tidak masuk akal.

Paus Gregorius XVI juga menanggapi penolakan yang umum dibuat orang dalam perkara ini. Banyak orang akan menolak dengan berkata demikian: bagaimana kalau ratu yang bidah, yang sudah dibaptis itu, bertobat sebelum dia mati? 'Kan, kita tidak bersama dia pada saat-saat hidup terakhirnya. Perkara itu ditanggapi dalam pernyataan Paus Gregorius XVI ini:

Paus Gregorius XVI, Officium, 16 Feb. 1842:
“Perkara ini pun tiada sangkut pautnya dengan apakah pada saat-saat terakhir dari hidupnya ia mungkin telah dicerahkan kepada pertobatan oleh kebaikan yang tersembunyi dari Allah yang berbelas kasih. Sebab sesungguhnya, misteri-misteri rahmat ilahi yang lebih tersembunyi ini sama sekali bukan urusan penilaian lahiriah milik otoritas gerejawi; dan itulah sebabnya menurut disiplin Gereja, baik yang kuno maupun yang terkini, orang yang meninggal dalam pengakuan bidah secara terbuka dan notorius telah dilarang untuk dihormati dengan ritus-ritus Katolik.”

Paus Gregorius XVI mengajarkan bahwa jika mereka tidak membuktikan melalui perbuatan-perbuatan serta pengakuan mereka secara terbuka bahwa mereka memeluk iman Katolik sejati, mereka dianggap telah mati di luar Gereja. Orang-orang itu tidak boleh didoakan. Rujukan yang dibuat Sri Paus kepada disiplin Gereja yang kuno dalam perkara ini adalah suatu rujukan, antara lain, kepada surat Paus St. Gregorius III tentang perkara ini, yang juga telah kami kutip dalam berbagai video.

Paus St. Gregorius Agung, Moralia in Job [Moral tentang Kitab Ayub], Buku 34:
“Mereka [para kudus] mendoakan para musuh mereka pada waktu mereka mampu mempertobatkan hati mereka kepada penitensi yang berbuah … Dan inilah alasan yang sekarang berlaku bagi para kudus untuk tidak mendoakan orang-orang kafir dan orang-orang fasik yang mati; sebab mereka [yakni para kudus] tidak menghendaki jasa-jasa doa mereka disisihkan, di hadirat sang Hakim yang adil, atas nama orang-orang yang mereka ketahui sudah diserahkan ke dalam hukuman yang kekal.”

Menarik pula, omong-omong, jika kita menimbang betapa banyaknya Paus yang bernama Gregorius yang telah mengajarkan bahwa orang Katolik tidak diizinkan berdoa bagi orang non-Katolik yang meninggal atau bagi orang yang meninggal secara jelas dalam keadaan dosa berat. Ada ajaran tentang perkara ini dari Paus St. Gregorius Agung, Paus St. Gregorius III, Paus St. Gregorius VII, dan sekarang Paus Gregorius XVI. Ada pula dari Paus Martinus V. Nah, Paus Gregorius XVI mengakhiri tegurannya itu dengan menunjukkan bahwa pernyataan dari uskup itu bahwa ratu Protestan yang bidah itu masuk Surga berlawanan dengan dogma tentang perlunya iman Katolik untuk memperoleh keselamatan.

Sekarang, menimbang fakta-fakta dari ajaran Katolik ini, coba anda pikirkan seperti apa reaksi banyak orang kepada kematian Ratu Elizabeth II pada bulan September 2022. Elizabeth sayangnya adalah seorang bidah notorius dan seorang Protestan seperti Karolina dari Baden. Ia kenyataannya lebih buruk dan lebih notorius daripada Karolina dalam banyak hal.

Elizabeth bukan hanya seorang anggota sekte bidah, namun ia juga mengaku diri sebagai kepala Gereja Inggris. Meskipun demikian, berikut ini sebuah pos yang dikeluarkan para bidah dari organisasi “Catholic Answers”, yang menyatakan bahwa orang hendaknya berdoa bagi jiwa Elizabeth agar beristirahat kekal.

“Catholic Answers”
Ratu Elizabeth Il, yang dahulu memimpin selama tujuh puluh tahun sebagai Ratu Britania Raya dan empat belas negeri lainnya, termasuk Kanada dan Australia, telah meninggal dunia pada usia sembilan puluh enam tahun. Marilah kita berdoa agar jiwanya beristirahat kekal.

Pernyataan itu berlawanan dengan ajaran Katolik dan mencerminkan bidah yang mereka anut.  Mereka sama sekali menolak dogma Di Luar Gereja Tidak Terdapat Keselamatan. Omong-omong, beberapa tahun lalu organisasi “Catholic Answers” ini mengeluarkan sebuah pamflet yang dianggap-anggap membahas dogma Di Luar Gereja Tidak Terdapat Keselamatan, yang sama sekali tidak mengutip satu pun definisi dogmatis tentang topik itu. Luar biasa! Mereka tidak mengutip definisi-definisi dogmatisnya karena upaya-upaya mereka untuk meniadakan dogma itu dengan penjelasan mereka jelas bertentangan dengan apa yang dinyatakan dogma itu sendiri.

Semua kelompok atau individu yang akan kami kutip di sini, yang mendoakan Elizabeth setelah kematiannya, menyangkal ajaran Gereja Katolik bahwa orang harus memiliki iman Katolik untuk memperoleh keselamatan.

“Kardinal” Nichols
Hati kami yang remuk ini pilu akibat kematian Yang Mulia Paduka Ratu. Meskipun berdukacita, diri saya penuh dengan rasa syukur yang amat besar atas anugerah bagi dunia yang terwujud dalam kehidupan Ratu Elizabeth II.  Kami berdoa agar jiwa Yang Mulia beristirahat kekal.

“Recusant Catholic”
Semoga Yang Mulia Ratu Elizabeth II beristirahat dalam damai.
Sri Ratu telah mati: panjang umur Sri Raja!

Brompton Oratory
Pada pukul 11 pagi di hari Minggu 11 September, sebuah Misa Rekuiem Khidmat akan dipersembahkan bagi jiwa Yang Mulia Ratu Elizabeth II, dengan rasa syukur yang tulus kepada Allah Yang Mahakuasa atas kehidupan dan kesaksian Kristiani dirinya. Semoga Allah memberkati putranya, Yang Mulia Raja Charles III.

Berikut Taylor Marshall, seorang tradisionalis palsu yang bukan Katolik sejati. Ia menentang ajaran Katolik dengan berdoa bagi Elizabeth setelah kematiannya.

[Taylor Marshall:] Ya, sangat menyedihkan. Sebelum saya datang live, saya mendapat informasi bahwa Ratu Elizabeth II telah meninggal dunia dan berpulang. Semoga ia beristirahat dalam damai, semoga jiwa-jiwa para umat beriman yang telah meninggal beristirahat dalam damai berkat kerahiman Allah.

Berikut seorang imam yang bernama William Jenkins, seorang tradisionalis palsu pencemooh Yohanes 3:5, yang berulang kali memberi tahu para pendengarnya supaya mendoakan Elizabeth setelah kematiannya. Ia dengan demikian menentang ajaran Katolik dan menganjurkan orang lain untuk berbuat dosa.

[William Jenkins:]  Dan maka dari itu, kita memang mendoakan jiwa Elizabeth. Peran kita adalah untuk berdoa. Dan saya yakin kita semua telah mendoakan keselamatannya. Dan kita hanya dapat berdoa agar jiwanya diberi kerahiman; dan kita memang melakukannya! Satu-satunya hal yang sungguh dapat mendatangkan faedah adalah mereka yang cukup peduli akan jiwanya mendoakan dia. Dan saya kira kita hendaknya melakukannya. Tentunya kita sebagai orang Katolik hendaknya mengingatnya dalam doa-doa kita.

Itulah salah satu contoh bagaimana ketika orang mengikut para bidah yang menyangkal ajaran Gereja tentang keselamatan, mereka akan disesatkan.

Mario Derksen, seorang bidah tradisionalis palsu pencemooh Yohanes 3:5, yang mendukung para bidah publik yang mengajarkan bahwa jiwa-jiwa dapat diselamatkan dalam agama-agama sesat (termasuk dalam agama-agama pagan) juga telah berargumentasi bahwa orang Katolik boleh mendoakan orang non-Katolik yang meninggal dunia dan bahkan mempersembahkan Misa secara pribadi bagi orang non-Katolik yang meninggal dunia. Pernyataannya itu tentunya salah dan bertentangan dengan ajaran Katolik, seperti yang telah kami tunjukkan dalam video ini.

Namun kesalahan yang besar itu memang terselisip dalam ajaran para teolog yang liberal dan bidah sebelum Vatikan II, dan bahkan didukung dalam sebuah artikel dari Catholic Encyclopedia. Ini juga merupakan bukti lebih lanjut bahwa kerusakan dalam hal iman sudah bermula sebelum Vatikan II. Orang-orang yang tidak menyadari bahwa jalan menuju kemurtadan besar sudah dirintis sebelum Vatikan II, orang-orang itu tidak akan memahami situasi masa kini dengan baik.

Beberapa orang tampaknya berpikir seperti ini: ah, saya cari saja buku yang terbit sebelum tahun 1955 dengan imprimatur dan buku itu akan aman dan ortodoks. Tidak, tidak benar. Orang-orang yang menganut bidah-bidah pada Vatikan II itu tidak semata-mata hadir dan lalu menjadi pemurtad pada Konsili itu. Orang-orang yang menyetujui bidah-bidah di Konsili Vatikan II itu umumnya sudah kehilangan iman di tahun-tahun atau dekade-dekade menjelang Vatikan II. Penyangkalan terhadap ajaran Gereja tentang keselamatan adalah faktor utamanya.

Paus Gregorius XVI, Summo Iugiter Studio (#2), 27 Mei 1832:
“Pada akhirnya beberapa orang yang teperdaya ini mencoba meyakinkan diri mereka sendiri dan orang-orang lain bahwa manusia tidak hanya diselamatkan di dalam agama Katolik, tetapi bahwa bahkan para bidah dapat memperoleh kehidupan kekal.”

Serikat St. Petrus di Auckland di Selandia Baru bahkan secara publik mempromosikan dan mempersembahkan Misa Rekuiem untuk Ratu Elizabeth.

SSP Auckland
Misa malam ini di Gereja Mt St Mary's di Titirangi pada pukul 7 petang akan dijadikan Misa Rekuiem bagi Yang Mulia Paduka Ratu Elizabeth II.

SSP Auckland
Misa malam ini adalah Misa tanpa nyanyian

Gaye Ballington
Sri Ratu adalah seorang Kristen yang baik meskipun Gereja Inggris di sekelilingnya waktu itu sedang runtuh dan sama sekali tidak seperti yang diwujudkannya pada waktu ia dimahkotai. Misa ini akan menjadi perbuatan kasih yang terbesar yang dapat dilakukan siapa pun untuk dirinya. Beristirahatlah dalam damai, hai hamba Allah yang setia.

Perbuatan yang itu sungguh tercela itu adalah dosa berat, dan akan ditentang lebih lanjut oleh kutipan yang berikutnya akan kami bahas dari Paus Gregorius XVI.

“Romo” Armand de Malleray, FSSP
Sebagai kesimpulan, sahabat-sahabat yang terkasih, pada Misa Suci ini, marilah kita berdoa agar jiwa Yang Mulia Ratu Elizabeth beristirahat kekal.

Juga, para bidah di saluran YouTube Sensus Fidelium, yang menerima agama sesat Vatikan II, mempromosikan pernyataan-pernyataan bidah yang penuh dosa yang dibuat oleh para “imam” Serikat St. Petrus.

[ “Imam” FSSP:] … agar Ia, Gembala kita yang Abadi, sudi menyambut dirinya masuk ke dalam rumah milik-Nya sendiri di mana ia boleh tinggal bahwasanya untuk sepanjang segala masa.

[“Imam”:] Selamat datang di Misa pada hari ini, di mana kita merayakan Rekuiem bagi jiwa Yang Mulia Ratu Elizabeth agar beristirahat kekal. Ratu kita yang tercinta, Elizabeth, menjalani hidup yang panjang dan baik. Semoga Juru Selamat kita yang terberkati menyambut Ratu Elizabeth ke dalam rumah Bapa.

“Uskup Agung” Sekte Vatikan II, Prowse dari Canberra, Australia:
“Bersama begitu banyak orang lain di seputar dunia, kami bergabung dalam doa pada kematian Ratu Elizabeth II. Maka pada kematiannya, marilah mendoakannya. Marilah berpikir tentang dia dan mendoakannya pada misa-misa kita.”

“Uskup Agung” Sekte Vatikan II, Thomas Paprocki dari Springfield, Illinois:
“Semoga jiwa Ratu Elizabeth II beristirahat dalam damai.”

Tidaklah mengejutkan bahwa Anti-Paus Fransiskus yang pemurtad mengumumkan dirinya akan mendoakan jiwa ratu Protestan yang meninggal dunia itu, dan hal itu dipromosikan oleh EWTN, sebuah saluran televisi Katolik palsu. Kenyataan ini semakin membuktikan bahwa mereka sayangnya tidak memiliki iman Katolik.

[Wartawan EWTN:] Kemarin hari, Paus Fransiskus mengirimkan sebuah telegram kepada Raja Charles III dan kepada rakyat Britania Raya, yang mengungkapkan belasungkawa setulus hati dari diri beliau, memuji kehidupannya yang dibaktikan kepada pelayanan dan berkata bahwa beliau akan berdoa agar Paduka Ratu beristirahat kekal.

Michael Voris
Kita hendaknya mendoakan Ruth Bader Ginsburg, tentunya. Tetapi cukup sudah PUJI-PUJIAN ini. Wanita ini pergi menghadap Allah dengan tangan yang bersimbahkan darah jutaan orang dan semua kanak-kanak itu berada pada pengadilannya. Mereka bersaksi melawan dia. Mengerikan.

Michael Voris, seorang bidah dari sekte Vatikan II, dan kelompoknya yang bidah itu bahkan mendoakan Ruth Bader Ginsburg, seorang pakar hukum Amerika Serikat, setelah dia meninggal. Wanita ini bukan hanya orang yang terkenal jahat dan seorang non-Katolik yang fasik, namun dia juga bahkan tidak mengaku diri percaya akan Yesus.

Maka Voris tidak hanya menentang ajaran dan praktik Katolik dengan terlibat dalam perbuatan dosa ini, namun dalam kebutaannya, ia secara salah menggambarkan bahwa perbuatan ini adalah yang dilakukan orang Katolik yang baik dan yang diperintahkan oleh Allah kepada manusia. Perbuatannya ini sangat tercela.           

[Voris:] Kenyataannya, saya dan beberapa orang karyawan sedang pergi makan ke luar ketika berita itu muncul pada telepon kami. Dan setelah pertama-tama terkejut seketika selama beberapa detik, kami melakukan apa yang persisnya dilakukan orang Katolik yang baik dan yang diperintahkan Tuhan kita: kami mendoakannya.

Patut dicatat pula bahwa pernyataan Paus Gregorius XVI semakin menghancurkan bidah Sekte Vatikan II, yaitu bahwa ada santo-santa dan martir non-Katolik. Posisi bahwa ada santo-santa dan martir non-Katolik secara jelas menyangkal dogma yang telah didefinisikan. Dan posisi itu secara resmi diajarkan oleh Vatikan II, Paulus VI, Yohanes Paulus II, Benediktus XVI dan Fransiskus. Posisi itu secara langsung menentang banyak ketetapan Magisterium, termasuk ajaran dogmatis Gereja, yaitu bahwa:

“ … tidak seorang pun dapat diselamatkan, sebanyak apa pun ia telah berderma, walaupun ia telah menumpahkan darah dalam nama Kristus, kecuali jika ia telah bertekun di pangkuan dan di dalam kesatuan Gereja Katolik.” (Paus Eugenius IV, Konsili Florence, “Cantate Domino”, 1441, ex cathedra:)

Seperti yang dinyatakan Paus Gregorius XVI, orang-orang yang sewaktu meninggal mengakui bidah secara terbuka telah selalu dilarang untuk dihormati dengan ritus-ritus Katolik, dan karena itu anda tidak boleh mempersembahkan Misa bagi mereka, tidak boleh mendoakan mereka, dll. Maka coba bayangkan saja betapa jauh lebih dilarang untuk mengajarkan secara publik bahwa orang-orang yang ketika meninggal mengakui bidah secara terbuka dapat menjadi santo/santa atau martir! Ajaran Paus Gregorius XVI ini yang hanya mengulangi apa yang selalu diajarkan oleh Gereja tentang perkara ini, kembali membuktikan bahwa para Anti-Paus Vatikan II para adalah bidah manifes – dan mereka telah begitu seringnya mengajarkan bidah mereka bahwa terdapat santo/santa serta martir non-Katolik. Kenyataan bahwa mereka mengajarkan bidah tersebut membuktikan bahwa mereka bukanlah Paus.

Meskipun demikian, kaki tangan Setan yang jahat seperti seorang bidah modernis yang akan anda lihat berikutnya, mencoba dengan sia-sia untuk membela ajaran bidah terang-terangan yang diajarkan oleh para Anti-Paus Vatikan II.

[Lofton:] Ketika kita berbicara tentang seorang martir Anglikan, adakah anggota-anggota persekutuan Anglikan yang mungkin dapat bersatu dengan Gereja Kristus yang satu dan sejati dan mereka bahkan menumpahkan darah demi Kristus? Ya, memang mungkin ada dari antara mereka yang tidak secara resmi menganut Anglikanisme, dan yang dengan demikian bersatu, atau yang mungkin bersatu dengan iman Katolik dan mereka bahkan telah mati demi nama Kristus. Itulah yang sedang direferensikan oleh Yohanes Paulus II, itulah apa yang sedang direferensikan oleh Vatikan II … yang sedang dibicarakan oleh beberapa orang Paus seperti Yohanes Paulus II ketika mereka berbicara tentang para martir Anglikan karena mereka sedang berbicara tentang seorang Anglikan yang sebenarnya bersatu dengan Gereja, yang sebenarnya merupakan anggota Gereja Katolik secara batiniah.

Argumennya itu sangat buruk dan jelas begitu berlawanan dengan ajaran dogmatis Katolik sehingga tidak perlu ditanggapi. Namun saya akan mencatat bahwa orang bidah modernis yang baru saja kami tampilkan itu dibantah lebih lanjut oleh Paus Gregorius XVI ketika Sri Paus berkata bahwa perkara apakah seseorang mungkin telah bertobat pada saat-saat akhir hidupnya tidak ada sangkut pautnya dengan posisi Gereja, yaitu bahwa orang yang mengakui bidah secara terbuka tidak boleh dihormati dengan ritus-ritus Katolik.

Paus Gregorius tidak berkata bahwa orang dapat secara terbuka menyangkal ajaran Katolik dan secara batiniah menjadi Katolik. Tidak. Seseorang tentunya harus sungguh-sungguh menolak ajaran bidah dan menganut iman Katolik untuk menjadi orang Katolik. Namun Sri Paus justru berkata bahwa seandainya pun tidak diketahui apakah seseorang benar-benar berubah atau bertobat sebelum mati – hal itu pun tidak menjadi pembenaran untuk mempersembahkan ritus-ritus Katolik bagi seseorang, jika berdasarkan semua bukti lahiriah, orang tersebut mengakui bidah.

Jadi, argumen modernis yang absurd yang baru saja kami tampilkan dari orang bidah itu, yang menyatakan bahwa orang yang secara terbuka menolak ajaran Katolik dapat menjadi Katolik secara batiniah dan tersembunyi, dan karena itu kita boleh mengajarkan bahwa mereka dapat diselamatkan dan bahkan justru dapat dianggap sebagai santo/santa dan martir, argumen itu terbongkar sudah sebagai omong kosong yang absurd.

Sebab seandainya pun, demi tujuan argumen, pandangan omong kosongnya itu dianggap benar, yaitu bahwa seseorang dapat secara terbuka menolak iman Katolik namun secara batiniah/tersembunyi menjadi Katolik, dan klaim semacam ini sama sekali salah, hal itu tetap tidak membenarkan untuk memberi orang penghormatan dengan ritus Katolik atau mengajarkan bahwa seseorang adalah santo/santa atau martir, jika berdasarkan semua bukti lahiriah, orang itu mengakui bidah. Maka bidah yang secara terang-terangan diajarkan oleh para Anti-Paus Vatikan II ini sama sekali tidak dapat dibela, yaitu bahwa ada santo/santa atau martir non-Katolik, suatu bidah yang ditemukan dalam Vatikan II sendiri.

Nah, Paus Gregorius XVI membahas perkara yang sama dalam sebuah dokumen lain yang bertanggal 9 Juli 1842. Dokumen ini ditulis kepada seorang perwakilan dari sebuah biara Benediktin di negeri Bavaria. Apa yang sedang terjadi, adalah dalam suatu rencana untuk membuat biara itu dipugar oleh Sri Raja, pemimpin biara itu secara kurang berhati-hati setuju untuk merayakan upacara pemakaman bagi semua raja dan ratu di masa depan pada kematian mereka. Namun jika seorang raja atau ratu meninggal di luar Gereja, rencana ini tentunya akan menimbulkan kontradiksi dengan ajaran Katolik. Jadi, Paus Gregorius XVI menulis kepada perwakilan biara itu untuk memberitahukannya bahwa apa yang disetujuinya itu salah, dan bahwa mereka tidak diizinkan untuk melaksanakannya. Sri Paus berkata:

Paus Gregorius XVI, Litteras Accepimus, 9 Juli 1842:
“Maka demi menandaskan aturan-aturan Gereja yang tersuci, Kami menanggapi bahwa intensi untuk mempersembahkan Kurban Ilahi atau doa-doa lainnya bagi semua anggota keluarga kerajaan Katolik yang meninggal dunia sama sekali tidak cukup untuk membenarkan perkara upacara pemakaman publik yang secara eksplisit dimintakan bagi seorang non-Katolik dan diperuntukkan supaya dirayakan pada kematiannya atau pada suatu hari peringatan tahunan. Dan karena itulah, wahai putra yang terkasih, meskipun diri anda dan para biarawan anda Kami pandang dengan kasih yang kebapaan, Kami walau bagaimanapun tidak akan menyetujui dan meneguhkan suatu hal pun terkait biara anda itu dan urusan-urusannya sampai syarat yang anda emban secara ceroboh itu dibatasi secara eksklusif kepada upacara pemakaman para pangeran Katolik. 

Sebab Kami tidak dapat mengizinkan penipuan macam apa pun dilakukan terhadap larangan itu (yang didasari oleh doktrin Katolik sendiri), yaitu larangan merayakan upacara pemakaman suci bagi orang-orang non-Katolik yang meninggal dunia … Sementara itu, seandainya sebelum masalah ini dibereskan bersama Yang Mulia [Paduka Raja], Baginda Ratu mencapai akhir hayatnya di luar Gereja Katolik (semoga Allah mencegahnya), maka anda dan para biarawan anda memerlukan kekuatan pikiran dan hikmat yang besar demi memastikan supaya anda tentunya tidak sedikit pun melanggar larangan yang teramat berat itu dari Gereja yang Kudus ....”              

Paus Gregorius XVI di dalam dokumen ini membahas upacara pemakaman bagi orang non-Katolik yang meninggal dunia (upacara ini tentunya termasuk misa), dan Sri Paus kembali melarang upacara semacam ini, dan berkata bahwa larangan ini didasari oleh doktrin Katolik. Kita juga melihat dari dokumen Sri Paus yang lain serta kutipan-kutipan lain yang telah kami bahas, bahwa yang dilarang untuk orang non-Katolik yang meninggal dunia bukan hanya upacara pemakaman dan Misa saja, namun juga semua doa bagi mereka.

Maka fakta-fakta yang telah kami bahas dalam video ini kembali membuktikan bahwa posisi kami benar. Orang Katolik tidak diizinkan berdoa untuk orang non-Katolik yang meninggal dunia. Alasannya seharusnya jelas bagi mereka yang sungguh percaya akan ajaran Gereja Katolik, yaitu bahwa iman Katolik diperlukan untuk keselamatan. Tetapi fakta-fakta ini akan dilawan oleh mereka yang menolak ajaran Katolik dalam perkara itu, dan hal itu merupakan masalah yang sangat besar di zaman ini, yang juga merupakan salah satu sebab utama terjadinya Kemurtadan Besar. Masalah ini merupakan cerminan dari perkataan Tuhan kita di Lukas 18:8: “Sewaktu Putra Manusia datang, akankah Ia menemukan iman di bumi?”

Orang-orang perlu memeluk iman Katolik tradisional, seperti yang dijelaskan oleh materi kami.

Paus Pius XII, Mystici Corporis Christi (#22), 29 Juni 1943:
“Tetapi, orang-orang yang kenyataannya terhitung sebagai anggota Gereja hanyalah mereka yang telah menerima permandian kelahiran kembali dan mengakui iman sejati ....”

SHOW MORE