Benarkah St. Paulus Menegur St. Petrus di Galatia 2?
Januari 7, 2025
SUPPORT
Copy Link
https://endtimes.video/id/galatia-2-paulus-petrus/
Copy Embed
vatikankatolik.id - Saluran dalam Bahasa Indonesia

|

Bruder Peter Dimond, OSB

Ada banyak orang, baik bukan Katolik maupun mereka yang mengaku Katolik, mengira St. Paulus menegur St. Petrus di Galatia 2:11. Ayat ini berkata demikian:

Galatia 2:11 – “ … aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah.”

[Protestan 1:]  Ini ayat yang agak mengejutkan. Rasul Paulus melawan Rasul Petrus secara terbuka. Ia menentang Petrus karena Petrus patut dihukum. Ada apa di balik konfrontasi ini?

Dalam video ini akan kami bahas berbagai perkara penting dan juga akan kami sajikan suatu argumen yang sangat kuat, bahwa yang ditegur St. Paulus di Galatia 2 karena menolak makan bersama orang bukan Yahudi yang masuk iman Kristiani dan yang dahulunya tidak menaati Hukum Taurat/Hukum Musa, bukanlah St. Petrus, melainkan orang yang berbeda.

Perkara ini sangat signifikan, karena ada banyak orang yang menarik kesimpulan-kesimpulan teologis yang salah atas dasar ide bahwa St. Petrus adalah yang disebutkan dalam Galatia 2:11-14; atau ide itu menjadi sebagian dasar mereka menarik kesimpulan-kesimpulan tersebut.

[Protestan 2:]  Paulus menentang Petrus di depan semua orang dan berkata: kamu tidak berjalan lurus sesuai dengan kebenaran Injil. Paham.

[“Imam” Sekte Vatikan II:]  Setelah Konsili Yerusalem di tahun 49, Petrus, Paulus dan Barnabas pergi ke Antiokhia dan kita melihat di Galatia 2. “Waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku secara terbuka menentangnya sebab dia jelas salah.” Paulus tidak takut dengan siapa pun dan dia mendatangi Petrus setelah terjadi sesuatu yang buruk.

[Protestan 3:]  Sedangkan di sini, ia melawannya di Antiokhia. Ia berkata, “namun, ketika ia berada di Antiokhia, aku melawannya secara terbuka.” Itulah alasan Paulus harus menegurnya dan mengoreksinya, karena Petrus di sini sudah terbawa pengaruh Yudaisasi.

[“Tradisionalis” Palsu:]  Inilah maksudnya sewaktu kita berkata “kami melawanmu secara terang-terangan”. Asalnya dari Galatia. Asalnya dari St. Paulus. Secara kesatria melawan Petrus terang-terangan, alih-alih dari belakang.

Supaya perkara ini bisa dimengerti, pertama-tama perlu dicatat, bahwa dalam beberapa terjemahan Indonesia dari Galatia 2:11, tertulis bahwa nama orang yang ditegur St. Paulus adalah “Kefas”. Beberapa terjemahan lain berkata bahwa namanya adalah “Petrus”.

Galatia 2:11 - “Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah.”

Galatia 2:11 - “Tetapi waktu Petrus datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah.

Di Yohanes 1:42, kita melihat bahwa nama Yunani Πέτρος (Petros) – yang dibahasa-Indonesiakan menjadi Petrus – adalah terjemahan/interpretasi dari nama Κηφας (Kefas) – yang bunyinya Kefas juga ketika dibahasa-Indonesiakan.

“Ἐμβλέψας αὐτῷ ὁ Ἰησοῦς εἴπεν, Σὺ εἴ Σίμων ὁ υἱὸς Ἰωνᾶ· σὺ κληθήσῃ Κηφᾶς― ὃ ἑρμηνεύεται Πέτρος.”

Yohanes 1:42 - “Yesus memandang dia dan berkata: ‘Engkau adalah Simon putra Yunus. Engkau akan dinamakan Kefas, yang diterjemahkan: Petrus.’”

Nama sang Rasul dalam bahasa Yunani, yaitu Πέτρος  (Petros) – yang dibahasa-Indonesiakan menjadi Petrus – adalah terjemahan/interpretasi nama Κηφας (Kefas), menurut Yohanes 1:42.

  • Κηφας (Kefas) dibahasa-Indonesiakan menjadi Kefas juga; sedangkan Πέτρος (Petros) dibahasa-Indonesiakan menjadi Petrus.
  • Πέτρος (Petros) disebut sebagai terjemahan/interpretasi dari Κηφᾶς (Kefas) karena nama Κηφᾶς (Kefas) berasal dari bahasa lain, yaitu bahasa Aram.
  • Nama Κηφᾶς (Kefas) sendiri, yang muncul pada teks Yunani Yohanes 1:42, adalah transliterasi (bukan terjemahan) dari kata bahasa Aram: Kēfa, yang berarti batu karang.

Terjemahan terjadi ketika sebuah kata dalam satu bahasa diberi makna padanannya dalam bahasa yang lain, seperti Kēfa dalam bahasa Aram yang pada akhirnya menjadi Πέτρος (Petros) di bahasa Yunani.

Transliterasi terjadi ketika sebuah kata atau nama dalam satu bahasa begitu saja dibawa ke bahasa lain, namun kata itu diubah sedikit supaya terlihat atau terdengar seperti bahasa yang lain.

Jadi, nama Kēfa di bahasa Aram (ketika ditransliterasi ke bahasa Yunani) menjadi Κηφᾶς (Kefas). Dan kemudian nama Κηφᾶς (Kefas) ditransliterasi ke bahasa Latin menjadi Cephas. Pada akhirnya, nama itu ditransliterasi ke bahasa Indonesia menjadi Kefas (dengan pengucapan yang sama seperti Yunaninya).

              Contoh-contoh Transliterasi:

  • Kēfa dalam bahasa Aram ditransliterasi ke bahasa Yunani becomes Κηφᾶς
  • Κηφᾶς ditransliterasi ke bahasa Latin. Pada akhirnya ditransliterasi ke bahasa Indonesia menjadi Κefas

Maka, kalau dibuat gampang, nama St. Petrus, yaitu Πέτρος (Petros) awalnya datang dari kata bahasa Aram Kēfa, yang berarti batu karang.

Fakta bahwa Yohanes 1:42 menghubungkan nama Petrus dengan sebuah kata bahasa Aram yang berarti batu karang adalah bukti lain bahwa Santo Petrus merupakan batu karang yang di atasnya Gereja Kristus akan didirikan, seperti yang begitu jelas ditengarai dalam Matius bab 16. Yesus memberi Petrus nama baru yang berarti batu karang karena Petrus akan menjadi batu karang landasan pembangunan Gereja.

Matius 16:18-19 - “Dan Aku pun berkata kepadamu: engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku, dan pintu-pintu gerbang Neraka tidak akan berjaya melawannya. Aku akan memberikan kepadamu kunci-kunci Kerajaan Surga, dan apa pun yang kauikat di atas bumi akan terikat di dalam Surga dan apa pun yang kaulepaskan di atas bumi akan terlepas di dalam Surga.”

Sekarang, karena kita mau menyelidiki apakah St. Petrus adalah yang dirujuk di Gal. 2:11-14 (ayat tercatatnya St. Paulus menyebut orang yang dia tegur), mari kita pertama-tama mencermati Gal. 2:7-14 seturut Alkitab Latin Vulgata. Kemudian, kita akan mencermati bahasa Yunaninya. Saya sudah membaca seluruh Perjanjian Baru dalam bahasa Latin seturut Alkitab Latin Vulgata Klementina. Dan saya juga sudah membaca seluruh Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani seturut Edisi ke-28 Alkitab Perjanjian Baru Nestle-Aland berbahasa Yunani.

Di Galatia 2:7, St. Paulus berkata:

Galatia 2:7 - “Namun sebaliknya, setelah mereka melihat bahwa kepadaku telah dipercayakan tugas memberitakan Injil kepada orang-orang tak bersunat, sedangkan Petrus kepada orang-orang bersunat ....”

Bahasa Latin:  “Sed e contra cum vidissent quod creditum est mihi Evangelium praeputii, sicut et Petro circumcisionis…”

Di sini, St. Paulus berbicara tentang bidang kegiatan utama yang dikerjakan oleh dirinya dan St. Petrus. Di ayat ini benar-benar jelas, bahwa  St. Petrus adalah yang disebut oleh St. Paulus. Ini tercermin dalam Alkitab Latin Vulgata dari nama Petro, sebuah bentuk dari Petrus. Bidang utama St. Petrus pada waktu itu adalah pewartaan kepada orang Yudea dan mengonversikan orang-orang tersebut. Adapun bidang utama St. Paulus adalah bekerja di kalangan orang bukan Yudea. Ini tentunya tidak menentang otoritas universal St. Petrus atas Gereja, yang mencakup orang Yudea dan bangsa-bangsa lain.

Otoritas universal St. Petrus terbukti dari ayat-ayat berikut:

  • Matius 16, yang mencatat kunci-kunci Kerajaan Surga dijanjikan kepada St. Petrus.
  • Lukas 22, yang mencatat St. Petrus sebagai satu-satunya dari antara para Rasul yang dijanjikan iman yang tidak akan gugur.
  • Yohanes 21:15-17, yang mencatat St. Petrus sekali lagi, seorang diri dari antara para Rasul, dipercayakan seluruh kawanan domba oleh Kristus.

Lukas 22:31-32 – “Simon, Simon, lihatlah, Setan telah menuntut untuk memiliki kalian [ὑμας] semua agar ia dapat menampi kalian seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau [σου], supaya iman-mu [σου] tidak gugur. Dan sewaktu engkau telah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.”

Yohanes 21:15-17  - “Ketika mereka telah selesai makan pagi, Yesus berkata kepada Simon Petrus, ‘Simon, putra Yunus, apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada hal-hal ini?’ Ia berkata kepada-Nya, ‘Ya, Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.’ Ia berkata kepadanya, ‘Berilah makan anak-anak domba-Ku!’ Ia berkata lagi kedua kalinya kepadanya, ‘Simon, putra Yunus, apakah engkau mengasihi Aku?’ Ia berkata kepada-Nya, ‘Ya, Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.’ Ia berkata kepadanya, ‘Gembalakanlah domba-domba-Ku!’ Ia berkata kepadanya untuk ketiga kalinya, ‘Simon, putra Yunus, apakah engkau mengasihi Aku?’ Petrus menjadi sedih hatinya karena Ia berkata kepadanya untuk ketiga kalinya, ‘Apakah engkau mengasihi Aku?’ Maka ia berkata kepada-Nya, ‘Tuhan, Engkau mengetahui segala sesuatu. Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau!’ Yesus berkata kepadanya, ‘Berilah makan domba-domba-Ku!’”

Kepemimpinan St. Petrus atas seluruh Gereja juga terlihat jelas dari keistimewaan dan peranan menonjol yang diberikan padanya dalam Injil dan dalam Kisah Para Rasul. Sewaktu Petrus disebut namanya, para rasul lain sering disebut sebagai “mereka yang bersama Petrus”.

Markus 16:7- “Tetapi pergilah kalian, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus bahwa Ia mendahului kalian ke Galilea ….”

Misalnya:

Kisah Para Rasul 2:37 - “ ... hati mereka tertusuk, dan mereka bertanya kepada Petrus dan para rasul yang lain, ‘Apakah yang harus kami perbuat, saudara-saudara?’”

Kisah Para Rasul 5:29 - “Lalu Petrus dan para rasul yang lain menjawab dan berkata ….”

Markus 1:36 - “Dan Simon [Petrus] dan mereka yang ada bersamanya menyusul Dia.”

Lukas 9:32 - “Tetapi Petrus dan mereka yang berada bersamanya telah tertidur lelap ….”

Adapun ke-12 rasul, nama St. Petrus juga lebih sering disebut daripada nama semua rasul yang lain kalau digabungkan.

Terlebih, ketika nama ke-12 Rasul disebut satu per satu, nama Petrus selalu yang pertama, dan Yudas terakhir.

Matius 10:2-4- “Inilah nama-nama kedua belas rasul itu; pertama, Simon, yang disebut Petrus, dan Andreas saudaranya; Yakobus anak Zebedeus, dan Yohanes saudaranya; Filipus, dan Bartolomeus; Tomas, dan Matius pemungut cukai; Yakobus anak Alfeus, dan Lebeus yang dijuluki Tadeus; Simon orang Kanaan, dan Yudas Iskariot, yang juga mengkhianati Dia.”

Markus 3:14-19 – “Dan Ia menetapkan dua belas orang … Dan Simon, yang dijulukinya Petrus; dan Yakobus anak Zebedeus, dan Yohanes saudara Yakobus; dan Ia menjuluki mereka Boanerges, yaitu, anak-anak guruh: dan Andreas, dan Filipus, dan Bartolomeus, dan Matius, dan Tomas, dan Yakobus anak Alfeus, dan Tadeus, dan Simon orang Kanaan, serta Yudas Iskariot ….”

Lukas 6:14-16- “Simon (yang juga diberi-Nya nama Petrus,) dan Andreas saudaranya, Yakobus dan Yohanes, Filipus dan Bartolomeus, Matius dan Tomas, Yakobus anak Alfeus, dan Simon yang disebut orang Zelot, dan Yudas saudara Yakobus, serta Yudas Iskariot, yang juga adalah pengkhianat.”

  • Petrus memimpin Gereja dalam menggantikan Yudas di Kisah Para Rasul bab 1.

Kisah Para Rasul 1:15-16 – “Pada hari-hari itu berdirilah Petrus di tengah-tengah saudara-saudara yang sedang berkumpul itu, kira-kira seratus dua puluh orang banyaknya, lalu berkata: ‘Hai saudara-saudara, haruslah genap nas Kitab Suci, yang disampaikan Roh Kudus dengan perantaraan Daud tentang Yudas ....’”

Petrus berbicara sebagai wakil Gereja pada Pentakosta di Kisah Para Rasul bab 2.

Kisah Para Rasul 2:38 – “Jawab Petrus kepada mereka: ‘Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu ....’”

  • Petrus mengerjakan mukjizat kesembuhan pertama dalam sejarah Gereja pasca-Kenaikan di Kisah Para Rasul bab 3.
  • Petrus menjawab sebagai wakil Gereja di hadapan mahkamah imam agung di Kisah Para Rasul bab 4.
  • Petrus mendisplinkan Ananias dan Safira di Kisah Para Rasul bab 5, dan masih banyak lagi.

Kisah Para Rasul 5:3-5 – “Tetapi Petrus berkata: ‘Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu?’ … Ketika mendengar perkataan itu rebahlah Ananias dan putuslah nyawanya. Maka sangatlah ketakutan semua orang yang mendengar hal itu.”

Di Matius 10, ketika nama ke-12 rasul disebutkan, Petrus tidak semata-mata disebutkan sebagai urutan pertama, namun disebut sebagai πρωτος (protos), yang berarti pertama, ketua, atau pemimpin.

Matius 10:2 - “Inilah nama-nama kedua belas rasul itu; pertama [πρωτος], Simon, yang disebut Petrus ....”

Deskripsi Matius 10:2 ini sering dilewatkan orang, tetapi sebetulnya sangat signifikan.

Karena tidak ada angka lain dalam daftar Matius bab 10 – dan Petrus bukan yang pertama mengikut Yesus (melainkan Andreas) – pernyataan bahwa Petrus adalah πρωτος (protos) tidak bermaksud menunjukkan bahwa Petrus adalah yang pertama secara kronologis, namun bahwa dia adalah yang pertama dalam tingkatan dan jabatan.

Pernyataan itu bermaksud menunjukkan bahwa Petrus adalah ketua, pemimpin atau yang terutama dari kedua belas rasul. Matius benar-benar menyatakan:

Matius 10:2 - “Inilah nama-nama kedua belas rasul itu; pada posisi pertama [πρωτος], Simon, yang disebut Petrus ....”

Ini jelas membuktikan keutamaan St. Petrus.

Kepemimpinan St. Petrus atas bangsa-bangsa bukan Yahudi juga terbukti dari Kisah Para Rasul bab 10. Pada bab ini, hanya Petrus seorang diri yang diberi penglihatan luar biasa, penanda telah berakhirnya larangan-larangan Hukum Lama terhadap makanan yang tidak tahir. Penglihatan ini akan membentuk seluruh sejarah Gereja dan diberikan Allah kepada St. Petrus, karena St. Petrus adalah pemimpin Gereja.

Kisah Para Rasul 10:10-16- “Dan ia [Petrus] menjadi lapar dan ingin makan sesuatu, tetapi sewaktu mereka sedang mempersiapkan makanannya, ia mendapat penglihatan dan melihat bahwa langit terbuka dan sebuah benda yang menyerupai kain yang lebar, yang tergantung dari keempat sudutnya, turun ke atas tanah. Di dalam kain itu, ada segala macam binatang dan binatang melata serta burung-burung yang terbang di udara. Dan ada suara yang terdengar kepadanya: ‘Bangkitlah, ya Petrus; sembelihlah dan makanlah.’ Tetapi Petrus berkata, ‘Sekali-kali tidak, ya Tuhan; sebab aku tidak pernah makan sesuatu yang haram atau tidak tahir.’ Dan suara itu pun kembali datang kepadanya untuk kedua kalinya, ‘Apa yang telah ditahirkan oleh Allah, janganlah disebut haram.’ Peristiwa ini terjadi tiga kali, dan benda itu pun seketika terangkat ke langit.”

Dan ketika St. Petrus mulai menginkorporasi orang-orang bukan Yahudi, Gereja kemudian mengikut teladannya. Oleh sebab itulah konvert pertama bukan Yahudi (Kornelius) diberi tahu supaya mencari St. Petrus, pemimpin Gereja.

Kisah Para Rasul 10:3-5 - “ … jelas tampak kepadanya seorang malaikat Allah masuk ke rumahnya dan berkata kepadanya: ‘Kornelius!’ … suruhlah beberapa orang ke Yope untuk menjemput seorang yang bernama Simon dan yang disebut Petrus.”

Terkait peranan unik St. Petrus dalam menginkorporasi orang bukan Yahudi, Kisah Para Rasul 15:7 berkata demikian tentang perbuatan-perbuatan St. Petrus di Konsili Yerusalem:

Kisah Para Rasul 15:7 - “Sesudah beberapa waktu lamanya berlangsung pertukaran pikiran mengenai soal itu, berdirilah Petrus dan berkata kepada mereka: ‘Hai saudara-saudara, kamu tahu, bahwa telah sejak semula Allah memilih aku dari antara kamu, supaya dengan perantaraan mulutku bangsa-bangsa lain mendengar berita Injil dan menjadi percaya.’”

Selaku kepala yang kelihatan atas Gereja, Petrus adalah yang pertama-tama berbicara dan mengumumkan keputusan doktrinal definitif pada konsili tersebut. Dan tidak seperti kata beberapa orang, yang membuat pernyataan doktrinal definitif pada Konsili tersebut adalah Petrus, dan bukan Yakobus. Petrus mengumumkan bahwa orang non-Yahudi yang berkonversi tidak perlu dibebani dengan kuk penyunatan dan segala persyaratan Hukum Lama.

Kisah Para Rasul 15:9-11 - “ … dan Ia sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman. Kalau demikian, mengapa kamu mau mencobai Allah dengan meletakkan pada tengkuk murid-murid itu suatu kuk, yang tidak dapat dipikul, baik oleh nenek moyang kita maupun oleh kita sendiri? Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga.”

Sesudah ceramah Petrus berakhir di Kisah Para Rasul 15:11, ayat 12 yang persis berikutnya berkata demikian:

Kisah Para Rasul 15:12 - “Maka diamlah seluruh umat itu, lalu mereka mendengarkan Paulus dan Barnabas ....”

Kitab Suci menyebutkan segera diamnya umat setelah selesainya kata-kata Petrus. Ini menunjukkan bahwa wibawa keputusan & posisi St. Petrus diakui seluruh umat. Seperti yang diakui oleh komentator non-Katolk bernama Darrell L. Bock:

Darrell L. Bock, Acts [Kisah Para Rasul], Baker Academic, 2007, tentang Kisah Para Rasul 15:12: “Perhimpunan itu menjadi diam (ἐσίγησεν, esigēsen) akibat perkataan Petrus (aoristus ingresif, Moulton dan Turner 1963: 71).”

Usulan khusus yang dibuat Yakobus, selaku uskup setempat di Yerusalem, bahwa para konvert dari bangsa-bangsa lain harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah dan dari binatang yang mati dicekik, diikuti oleh para Rasul. Usulan itu melibatkan disiplin Gereja, dan bukan dogma Gereja.

Kisah Para Rasul 15:28-29 - “Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini: kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan.”

Itu kebijakan disiplin yang diikuti Gereja pada periode apostolik yang istimewa itu, masa sedang terbentuknya Gereja Kristus yang tunggal dari mereka yang dahulunya menaati Hukum Taurat dan bangsa-bangsa lain yang tidak.

Konsili Florence, Cantate Domino, 1441: “Ia [Gereja Roma yang Kudus] dengan teguh percaya, mengakui, dan berkhotbah bahwa 'segala ciptaan Allah baik adanya, dan tiada sesuatu pun yang terlarang jika diterima dengan ucapan syukur’ [1 Timotius 4:4], sebab, menurut sabda Tuhan [Matius 15:11], ‘bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang’; dan ia [Gereja] menyatakan bahwa pembedaan antara makanan yang haram dan tidak haram dalam Hukum Musa tergolong dalam hal-hal yang menyangkut upacara-upacara; upacara-upacara ini tiada lagi dengan munculnya Injil dan tidak lagi berdaya guna. Dan ia [Gereja] juga berkata bahwa larangan dari para rasul untuk menjauhkan diri ‘dari hal-hal yang dikurbankan kepada berhala, dari darah, dan dari hal-hal yang mati dicekik’ [Kisah Para Rasul 15:29] berlaku secara tepat untuk waktu itu, waktu di mana Gereja yang tunggal terlahir dari orang-orang Yahudi dan non-Yahudi, yang sebelumnya hidup seturut perayaan-perayaan dan adat istiadat yang berbeda, sehingga orang-orang non-Yahudi pun menaati hal-hal tertentu yang sama dengan yang ditaati oleh orang-orang Yahudi, dan agar timbul suatu kesempatan bagi mereka untuk bergabung bersama dalam ibadat yang tunggal dan iman yang esa kepada Allah, dan agar sebab perselisihan ditiadakan; sebab bagi orang-orang Yahudi, akibat suatu adat istiadat yang kuno, darah dan hal-hal yang mati dicekik dianggap keji, dan mereka mungkin berpikir bahwa orang-orang non-Yahudi akan kembali kepada penyembahan berhala jika mereka makan hal-hal yang dikurbankan. Tetapi sewaktu agama Kristiani tersebar sedemikian luasnya sehingga tiada orang Yahudi duniawi yang tampak di dalamnya, tetapi sewaktu semua orang yang telah beralih ke dalam Gereja bergabung dalam ritus-ritus dan perayaan-perayaan Injil yang sama, dan percaya bahwa ‘bagi orang yang tahir segalanya tahir’ [Titus 1:15], sebab untuk larangan apostolik ini pun berakhir, dan dengan demikian, akibat dari larangan itu pun berakhir pula. Maka ia [Gereja] menyatakan bahwa makanan yang diterima oleh masyarakat manusia hendaknya sama sekali tidak dikutuk, dan hendaknya tiada pembedaan sama sekali yang dibuat antara binatang-binatang oleh seorang pun; baik laki-laki maupun perempuan dan dengan cara apa pun binatang-binatang tersebut mungkin mati, meskipun untuk kesehatan jasmani, untuk melatih kebajikan, untuk disiplin reguler dan gerejawi banyak hal yang tidak dilarang harus dijauhi, karena, menurut sang rasul, ‘segala sesuatu diperkenankan, tetapi tidak semuanya berguna’ [1 Korintus 6:12; 10:22].”

Namun, usulan itu tidak mengikat pada seluruh sejarah Gereja, tidak seperti pernyataan St. Petrus tentang inkorporasi orang-orang non-Yahudi ke dalam Gereja. Oleh sebab itu, yang menyiarkan kebenaran doktrinal kunci yang terus berlaku dalam seluruh sejarah Gereja adalah Petrus, bukan Yakobus. Bahkan, di bagian pertama pidato Yakobus, ia merujuk pada perkataan Simon Petrus sebelumnya.

Kisah Para Rasul 15:14 – Yakobus berkata: “Simeon telah menceriterakan, bahwa sejak semula Allah menunjukkan rahmat-Nya kepada bangsa-bangsa lain ....”

Dengan menggunakan bentuk bahasa Ibrani dari Simon (yakni “Simeon”), Yakobus merujuk pada pidato Petrus dekat awal pidatonya. Namun, ketika Petrus mulai berbicara, Petrus sama sekali tidak merujuk pada orang lain. Ia semata-mata menyebutkan bahwa Allah telah memilih dirinya. Terlebih, waktu Yakobus berkata Simeon “menceriterakan”, kata bahasa Yunaninya adalah ἐξηγήσατo (exegesato), sebuah bentuk dari kata kerja ἐξηγέομαι (exegeomai).

 Yakobus berkata: “Simeon telah menceriterakan [ἐξηγήσατo], bahwa sejak semula Allah menunjukkan rahmat-Nya kepada bangsa-bangsa lain ....”

ἐξηγέομαι  - menguraikan atau menceritakan atau mewahyukan hal-hal ilahi

Kata kerja ini bisa berarti menguraikan atau menceritakan, dan sering digunakan di zaman kuno untuk mengaku mewahyukan hal-hal ilahi. Bahkan, setiap kali kata kerja ini digunakan dalam Perjanjian Baru, itu mengacu pada orang yang melaporkan perbuatan-perbuatan atau pernyataan-pernyataan dari Allah atau Surga. Istilah “eksegesis” (ἐξήγησις – dalam bahasa Yunaninya) berasal dari kata kerja ἐξηγέομαι (eksegeomai). Maka, Kis. 15:14 bisa diterjemahkan seperti ini:

“Simeon telah bereksegesis [ἐξηγήσατo], bahwa sejak semula Allah menunjukkan rahmat-Nya kepada bangsa-bangsa lain ....”

Komentator Protestan bernama Adolph Schlatter mencatat bahwa Yosefus (sejarawan kuno) menggunakan kata kerja itu (ἐξηγέομαι) sebagai “istilah teknis untuk penafsiran Hukum Musa seperti yang dipraktikkan oleh dewan rabi.”

Kata kerja itu digunakan enam kali dalam Perjanjian Baru, termasuk ketika Kornelius memberitakan pesan malaikat, dan ketika Paulus dan Barnabas, usai pidato Petrus di Yerusalem, menceritakan mukjizat-mukjizat Allah di Kis. 15:12. Jadi waktu Yakobus mereferensikan pidato Petrus di dekat awal pidatonya sendiri, dia menyebut pernyataan Petrus sebagai “eksegesis wahyu Allah soal perkara bangsa-bangsa lain.”

Eksegesis Petrus itu datang pertama kalinya di Konsili Yerusalem, setelah Petrus berdiri dan mendiamkan seluruh umat. Penting dicatat pula bahwa setelah Kenaikan, Petrus selaku pemimpin Gereja, memimpin jemaat Yerusalem serta Gereja lainnya. Karena itulah di Kisah Para Rasul 1:15, kita bisa melihat peran kepemimpinan Petrus ketika Gereja sedang berkumpul untuk mengganti Yudas.

Tetapi, di bab yang kemudian di kitab Kisah Para Rasul, Petrus kadang-kadang meninggalkan Yerusalem dan “berjalan keliling”/pergi ke mana-mana dalam perjalanan misionaris (lihat Kis. 9:32).

Kisah Para Rasul 9:32 – “Pada waktu itu Petrus berjalan keliling, mengadakan kunjungan ke mana-mana. Dalam perjalanan itu ia singgah juga kepada orang-orang kudus yang di Lida.”

Mengingat Petrus secara berkala tidak hadir di Yerusalem karena menempuh perjalanan-perjalanan seperti itu (dan dia bahkan dipenjara di Kis. 12), Yakobus ditugaskan memimpin gereja setempat di Yerusalem.

Selaku uskup setempat di Yerusalem, Yakobus tentu saja memainkan peran kunci baik di gereja di Yerusalem, maupun di Konsili Yerusalem. Tetapi, Petrus tetap merupakan pemimpin Gereja universal berkat institusi Kristus. Oleh sebab itulah Petrus berbicara pada urutan pertama di Konsili tersebut dan mengumumkan kebenaran doktrinal kunci yang mendiamkan seluruh umat. Dan juga, seperti yang diperlihatkan pada video kami Kitab Suci Membuktikan Kepausan, gambaran perbuatan-perbuatan St. Petrus di Konsili Yerusalem pada Kis. 15, benar-benar mencolok dan serupa gambaran perbuatan-perbuatan Raja Daud di perhimpunan/konsili di Yerusalem, seperti yang tercatat dalam 1 Tawarikh 28.

Kesamaan ini memperkuat fakta bahwa St. Petrus adalah Paus pertama. Perhimpunan atau konsili di Yerusalem yang tercatat dalam 1 Tawarikh 28 bertujuan membahas cara pembangunan bait suci atau rumah Allah.

1 Tawarikh 28:11-12 – “ … rencana bangunan dari balai Bait Suci dan ruangan-ruangannya, dari perbendaharaannya, kamar-kamar atas dan kamar-kamar dalamnya, serta dari ruangan untuk tutup pendamaian. Selanjutnya rencana dari segala yang dipikirkannya mengenai pelataran rumah Tuhan, dan bilik-bilik di sekelilingnya, mengenai perbendaharaan-perbendaharaan rumah Allah dan perbendaharaan-perbendaharaan barang-barang kudus.”

Maka, konsili Perjanjian Lama itu merupakan tipe/simbol Konsili di masa depan, pada Kis. 15, yang bertujuan membahas cara bait suci Allah – yaitu Gereja Perjanjian Baru – akan dibangun atau diperbesar ke depannya.

Di 1 Tawarikh 28, “segala pembesar Israel” berkumpul di Yerusalem untuk acara itu. Begitu pula, pada Konsili di Kisah Para Rasul bab 15, para rasul dan penatua-penatua berhimpun di Yerusalem.

Kisah Para Rasul 15:4-6 - “Setibanya di Yerusalem ... bersidanglah rasul-rasul dan penatua-penatua ....”

Namun coba simak yang satu ini: Daud dan St. Petrus, kedua-duanya berdiri pada Konsili-Konsili yang berlangsung di Yerusalem ini. Dan mereka menggunakan gaya bahasa yang begitu mirip satu sama lain untuk menjelaskan peranan unik yang mereka punya dari Allah.

Di 1 Tawarikh 28:2, kita membaca bahwa:  “Daud berdiri di tengah-tengah perhimpunan itu ….”

Di Kisah Para Rasul 15:7, kita membaca: “Sesudah beberapa waktu lamanya berlangsung pertukaran pikiran mengenai soal itu, berdirilah Petrus dan berkata kepada mereka ....”

Di 1 Tawarikh 28:4, kita membaca bahwa Daud berkata:  “Namun Tuhan, Allah Israel, telah memilih aku dari antara segenap puakku untuk menjadi raja atas Israel selama-lamanya ....”

Di Kisah Para Rasul 15:7, kita membaca bahwa St. Petrus berkata: “’Hai saudara-saudara, kamu tahu, bahwa telah sejak semula Allah memilih aku dari antara kamu, supaya dengan perantaraan mulutku bangsa-bangsa lain mendengar berita Injil dan menjadi percaya.’”

Kesamaannya ini benar-benar menakjubkan dan jelas.

Daud berdiri di Konsili Yerusalem dan berkata “Allah telah memilih aku” – sama halnya Petrus berdiri di Konsili Yerusalem dan berkata “Allah memilih mulutku”. Sebabnya, Allah telah memilih Raja Daud sebagai pemilik otoritas tertinggi atas Israel Perjanjian Lama, sama seperti Dia memilih Petrus sebagai pemilik otoritas tertinggi atas Israel yang Baru, yaitu Gereja. Bahkan, kata bahasa Yunani untuk memilih di Kis. 15:7 (waktu Petrus berkata Allah memilih mulutku) adalah ἐξελέξατο (exelexato). Kata itu persis sama dengan kata yang ditemukan pada terjemahan Yunani 1 Tawarikh 28:4 (Septuaginta), ketika Raja Daud berkata “Allah telah memlih aku menjadi raja”. Dan juga, sama seperti jabatan Raja Daud yang ada penerus-penerusnya, jabatan St. Petrus begitu pula.

Kisah Para Rasul 15:7 – “’Hai saudara-saudara, kamu tahu, bahwa telah sejak semula Allah memilih [ἐξελέξατο] aku dari antara kamu, supaya dengan perantaraan mulutku bangsa-bangsa lain mendengar berita Injil dan menjadi percaya.’”

1 Tawarikh 28:4 - “Namun Tuhan, Allah Israel, telah memilih [ἐξελέξατο] aku dari antara segenap puakku untuk menjadi raja atas Israel selama-lamanya ....”

Sekarang, karena kita sudah merekap otoritas universal St. Petrus baik atas orang-orang Yudea maupun bangsa-bangsa lain, mari kita kembali ke Galatia bab 2.

Di Galatia 2:7, kita sudah melihat bahwa St. Paulus pastinya menyebut St. Petrus. Begitu pula, di Galatia 2:8, kita membaca:

Galatia 2:8 - “ … Sebab Ia yang bekerja dalam diri Petrus demi kerasulan orang-orang bersunat bekerja pula dalam diriku di kalangan bangsa-bangsa lain.”

B. Latin: “…qui enim operatus est Petro in apostolatum circumcisionis, operatus est et mihi inter gentes…“  

Yang disebutkan di ayat ini tentu saja St. Petrus juga. Karena itu, Petro, kita temukan pada ayat ini dalam Alkitab Latin Vulgata. Namun ketika kita berpindah ke ayat berikutnya, Galatia 2:9, situasinya menjadi lebih rumit.

Galatia 2:9 – “Dan ketika Yakobus dan Kefas serta Yohanes yang tampak sebagai sokoguru, melihat rahmat yang telah diberikan kepadaku, mereka memberi tangan kanan persekutuan kepada Barnabas dan aku, supaya kami pergi mendatangi bangsa-bangsa lain dan mereka mendatangi orang-orang bersunat.”

B. Latin: “et cum cognovissent gratiam, quae data est mihi, Jacobus, et Cephas, et Joannes, qui videbantur columnae esse, dextras dederunt mihi et Barnabae societatis : ut nos in gentes, ipsi autem in circumcisionem…” 

Coba perhatikan. Ada perubahan nama dari Petrus menjadi Kefas. Ayat-ayat sebelumnya (Galatia 2:7 dan Galatia 2:8) pastinya menyebut St. Petrus. Pada versi Latin Vulgata ayat-ayat itu, yang kita lihat adalah Petro, sebuah bentuk dari Petrus.

Namun, di ayat ini, kita melihat adanya perubahan nama. Di Gal. 2:9, pada versi Latin Vulgatanya, tidak disebutkan nama Petrus atau segala macam bentuknya. Sebaliknya, yang disebut adalah nama Cephas. Nama ini dalam bahasa Indonesia adalah Kefas, namun dalam bahasa Latin dan dengan pengucapan Latin gerejawi, bunyi nama itu adalah Cefas.

Dan ketika kita berlanjut ke Galatia 2:11, sebuah ayat penting pada perkara ini, kita juga mendapati nama orang yang ditegur St. Paulus, disebut sebagai Kefas, bukan Petrus.

Galatia 2:11 – “Namun setelah Kefas datang ke Antiokhia, aku menentangnya secara terbuka, sebab ia bersalah.”

Latin:  Cum autem venisset Cephas Antiochiam, in faciem ei restiti, quia reprehensibilis erat.

Dalam versi Latin Vulgata ayat ini, sama sekali tidak ditemukan nama Petrus atau segala macam bentuknya. Alih-alih, yang ditemukan adalah nama Cephas. Dan kalau kita terus berlanjut ke Galatia 2:14 – sebuah ayat kunci lain pada perkara soal orang yang ditegur St. Paulus – kita melihat hal yang sama terjadi lagi: nama yang disebutkan adalah Cephas, dan bukan Petrus.

Galatia 2:14 - “Namun ketika aku melihat bahwa mereka tidak berjalan lurus sesuai kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di depan mereka semua: Jika engkau, sebagai orang Yudea, hidup seturut cara bangsa-bangsa lain, dan bukan seperti orang Yudea, bagaimana engkau dapat mendesak bangsa-bangsa lain supaya hidup seperti orang Yudea?”

Latin:  Sed cum vidissem quod non recte ambularent ad veritatem Evangelii, dixi Cephae coram omnibus : Si tu, cum Judaeus sis, gentiliter vivis, et non judaice : quomodo gentes cogis judaizare?

Sama halnya di Galatia 2:11, versi Latin Vulgata untuk Gal 2:14 ini tidak menggunakan nama Petrus atau segala bentuk Petrus lainnya. Namun, yang digunakannya adalah Cephae sebuah bentuk dari Cephas.

Di bahasa Latin dan Yunani, akhiran kata benda bisa berubah tergantung peranan kata itu dalam kalimat. Misalnya, ketika dalam suatu kalimat, kata itu adalah subjek, objek langsung, objek tak langsung dll. Jadi. Cephas pada kasus ini menjadi Cephae.

Tetapi umpamanya pun akhiran atau bentuk sebuah kata benda berubah karena peranannya dalam kalimat, itu kata yang sama dalam kedua kasus. Cephas dan Cephae adalah 2 bentuk yang berbeda dari kata yang persis sama. Begitu juga, Petrus dan Petro adalah 2 bentuk yang berbeda dari kata yang persis sama.

Namun coba dicatat baik-baik, ya:

  • Cephas/Cephae bukan kata yang sama dengan Petrus/Petro, namun merupakan kata yang berbeda.
  • Begitu juga, di bahasa Indonesia, Petrus bukanlah kata yang sama dengan Kefas, namun keduanya kata yang berbeda.
  • Demikian pula, di bahasa Yunani, Πέτρος (Petros) bukanlah kata yang sama dengan Κηφᾶς (Kefas). Keduanya adalah kata yang berbeda, meskipun Πέτρος (Petros) adalah terjemahan dari Κηφᾶς (Kefas).

Jadi, kalau seseorang sedang menulis dalam satu bahasa (entah Yunani, Latin atau Indonesia) dan dia merujuk pada Petrus dan kemudian merujuk pada Kefas, orang itu sedang menggunakan dua kata yang berbeda – bukan 2 bentuk dari kata yang sama.

Kami sekarang sudah menunjukkan bahwa nama Petrus (Πέτρος – Petros dalam bahasa Yunani) berasal dari Κηφᾶς (Kefas). Namun, mengapa St. Paulus menyebut orang itu dua kali dengan nama Petrus di Gal. 2:7-8, dan kemudian tiba-tiba mulai menyebutnya Kefas di Gal. 2:9-14? Rasa-rasanya tidak masuk akal kalau St. Paulus berbuat seperti itu.

Tetapi, yang justru masuk akal, St. Paulus sama sekali tidak merujuk pada St. Petrus di Gal. 2 ayat 11 dan 14, ketika dia mendeskripsikan orang yang ditegurnya karena menolak makan bersama bangsa-bangsa lain yang tidak menaati Hukum Musa. St. Paulus justru sedang merujuk pada orang yang sama sekali berbeda, yang punya nama dalam bahasa Aram yang sama dengan nama Petrus.

Berubahnya secara tiba-tiba nama rujukan dari Petrus (di Gal. 2:7-8) menjadi Kefas (di Gal. 2:9-14) pada hakikatnya sendiri merupakan argumen yang sangat kuat bahwa ada dua orang berbeda yang dirujuk dalam konteks ini.

Jadi, memangnya ada Kefas lain yang mungkin dirujuk St. Paulus di Galatia 2:9-14? Menurut bukti dari Gereja perdana, jawabannya memang ya. Namun sebelum hal itu kami bahas, harap dicatat bahwa banyak manuskrip Yunani juga memperlihatkan adanya perubahan rujukan yang aneh ini, dari Πέτρος (Petros) di Gal. 2:7-8 menjadi Κηφᾶς (Kefas) di Gal. 2:9-14.

Gal. 2:7: “ … telah dipercayakan pemberitaan Injil … sama seperti kepada Petrus [Πέτρος] untuk orang-orang bersunat ….”                                                         

Gal. 2:8: “ … karena Ia yang telah memberikan kekuatan kepada Petrus [Πέτρος] untuk menjadi rasul bagi orang-orang bersunat ….”

 Gal. 2:9: “ … maka Yakobus, Kefas [Κηφᾶς] dan Yohanes, yang dipandang sebagai sokoguru ….”                                                       

Gal. 2:11: “Tetapi waktu Kefas [Κηφᾶς] datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya ….”                                                   

Gal. 2:14: “ … aku berkata kepada Kefas [Κηφᾶς] di hadapan mereka semua ….”

Omong-omong, beberapa orang mungkin bertanya apakah orang Katolik yang terlibat dalam studi Alkitab secara bertanggung jawab boleh mempertimbangkan manuskrip-manuskrip bahasa orisinal, varian tekstual, dll. kalau Gereja belum secara spesifik membuat putusan atas teks tertentu. Jawabannya ya. Pada perkara itu, lihatlah surat ensiklik Paus Pius XII tahun 1943 tentang studi Alkitab, Divino Afflante Spiritu.

Sekarang, soal Gal. 2:7-8, ada begitu banyak bukti tekstual dalam manuskrip-manuskrip berbahasa Yunaninya. Galatia 2:7-8 tentu saja menyebut St. Petrus; karena itulah kita mendapati nama Πέτρος (Petros) atau bentuk lain nama itu pada manuskrip-manuskrip Yunani ayat-ayat tersebut. Tetapi, ketika kita berpindah haluan ke Gal. 2:9-14, sama seperti yang kita lihat pada versi Latin Vulgatanya, banyak manuskrip Yunaninya juga mencerminkan perubahan yang janggal ini, dari Πέτρος (Petros) menjadi Κηφᾶς (Kefas).

Misalnya, termasuk manuskrip-manuskrip Yunani yang memuat Κηφᾶς (Kefas) dan bukan Πέτρος (Petros) di Gal. 2:11, ayat tempat St. Paulus berkata, “aku berterang-terang menentangnya”, adalah manuskrip-manuskrip berikut:

  • Codex Sinaiticus
  • Codex Alexandrinus
  • Codex Vaticanus
  • Codex Ephraemi
  • dan lain-lain ….

… serta banyak minuskul lainnya.

Ada sesuatu yang meyakinkan para katib sehingga menyertakan nama Κηφᾶς (Kefas), bukan Πέτρος (Petros) ketika sedang merujuk pada orang yang ditegur St. Paulus, meskipun di Galatia 2:7-8 (ayat tempat Paulus berbicara tentang kerasulan Petrus), manuskrip-manuskrip seperti Alexandrinus, Vaticanus, Ephraemi dll. mencantumkan nama Πέτρος (Petros), bukan Κηφᾶς (Kefas).

Mengapa namanya berubah? Sekali lagi, kami percaya itu dikarenakan St. Paulus sedang merujuk pada Petrus di Gal. 2:7-8, namun dia merujuk pada orang yang sama sekali berbeda, yang bernama “Kefas” di Gal. 2:11-14. Memang benar, ada beberapa manuskrip Yunani yang menggunakan nama Πέτρος (Petros) atau bentuk lain nama ini di Gal. 2:11-14; namun, argumennya tetap sangat kuat bahwa Κηφᾶς (Kefas) adalah cara baca yang benar untuk Gal. 2:11-14, dan bahwa munculnya Πέτρος (Petros) di Gal. 2:11-14 pada beberapa manuskrip Yunani, terjadi karena kesalahan para penyalin yang salah berasumsi bahwa Κηφᾶς (Kefas) di Gal. 2 adalah Πέτρος (Petros).

Dan kalau kami menyebutkan suatu kesalahan pada manuskrip-manuskrip tertentu, kami tentunya tidak menyematkan kesalahan apa pun pada karya tulis atau tulisan-tulisan orisinal Kitab Suci, karya yang diilhami dan tidak punya kesalahan. Namun dalam proses bagian-bagian Alkitab disalin tangan seiring berjalannya waktu di berbagai tempat, kesalahan-kesalahan tertentu terjadi pada beberapa salinan manuskrip, dan dari situlah munculnya varian tekstual.

Manuskrip-manuskrip Yunani penting yang memuat Κηφᾶς (Kefas), bukan Πέτρος (Petros) di Gal. 2:11-14 – dan pada kasus ini manuskrip-manuskrip tersebut kami percayai benar – juga sesuai dengan versi Latin Vulgata pada poin ini, seperti yang sudah kita lihat. Berdasarkan berbagai faktor dan bukti, kami percaya bahwa Κηφᾶς (Kefas), bukan Πέτρος (Petros), adalah cara baca yang benar untuk Gal. 2:11-14.

Salah satu contoh menarik soal ini adalah P46 atau Papirus 46. Papirus ini merupakan salah satu manuskrip Perjanjian Baru tertua berbahasa Yunani yang masih ada, yang kemungkinan berasal dari tahun 175 M – 225 M. Ini bukan bermaksud menyatakan bahwa P46 itu definitif atau sempurna, namun dokumen ini penting untuk kita pertimbangkan. Papirus yang berupa fragmen ini tidak memuat Gal. 2:11, tetapi, antara lain memuat Gal. 2:7-9 dan Gal. 2:14. Pada P46, di Gal. 2:7, kita mendapati Πέτρος (Petros), bentuk nominatif dari nama tersebut. Dan di Gal. 2:8, kita mendapati Πέτρῳ (Petro), bentuk datif dari nama Πέτρος (Petros) itu juga, sama seperti yang ditegaskan oleh begitu banyak tradisi manuskrip Yunani lainnya.

P46 –Papirus 46

Gal. 2:7 - “ … telah dipercayakan pemberitaan Injil … sama seperti kepada Petrus [Πέτρος] untuk orang-orang bersunat ….”                                                         

Gal. 2:8 - “ … karena Ia yang telah memberikan kekuatan kepada Petrus [Πέτρῳ] untuk menjadi rasul bagi orang-orang bersunat ….”

Namun pada Gal. 2:14, ayat tempat St. Paulus berkata: “Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata ....”, P46 sama sekali tidak memuat kata Πέτρος (Petros), melainkan Κηφᾶ (Kefa), bentuk datif dari Κηφᾶς (Kefas). Karena itu, menurut papirus ini, nama orang yang ditegur St. Paulus di Gal. 2:14 adalah Kefas:

Gal. 2:14 – “Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas [Κηφᾶ] di hadapan mereka semua ....”

Kembali lagi, mengapa papirus ini menggunakan Πέτρος (Petros) dan Πέτρῳ (Petro) di Gal. 2:7-8, namun menggunakan Κηφᾶ (Kefa) di Gal. 2:14? Jawabannya, menurut kepercayaan kami, St. Paulus sedang merujuk pada dua orang yang berbeda.

Tetapi, ada beberapa orang yang percaya suatu posisi yang menurut kami tidak benar, bahwa Petrus dan Kefas di Gal. 2 adalah orang yang sama. Menurut argumen mereka, perubahan dalam ayatnya dari Petrus menjadi Kefas sebanding dengan bagaimana Tuhan disebut Yesus di satu ayat, dan disebut Kristus di ayat lain, atau bagaimana Petrus mungkin disebut Simon di satu ayat, namun di ayat lain disebut Petrus. Argumen itu benar-benar lemah, dan kami tidak percaya perbandingannya berlaku. Karena, Petrus dulu dikenal sebagai Simon Petrus, dan Tuhan dikenal sebagai Yesus Kristus. Tetapi, Petrus tidak dipanggil dengan sebutan Kefas-Petrus, namun Petrus adalah terjemahan dari Kefas.

Terlebih, dan ini sangat penting, pada konteks ini sama sekali tidak ada petunjuk dari St. Paulus bahwa orang yang dirujuk di Gal. 2:7-8 sama dengan orang yang dirujuk di Gal. 2:11-14. Bahkan, selain ada perubahan nama yang kuat mendukung posisi bahwa Kefas di Gal. 2 bukan St. Petrus, konteks dari deskripsi-deskripsi St. Paulus menengarai bahwa ada dua orang berbeda yang sedang dibicarakan.

Kami percaya satu-satunya alasan banyak orang telah membuat kesimpulan yang menurut kami salah, bahwa di Gal. 2, nama Πέτρος (Petros) dan Κηφᾶς (Kefas) merujuk pada orang yang sama, adalah karena mereka menggunakan manuskrip/terjemahan yang tidak akurat & manuskrip/terjemahan itu mengganti nama Petrus dengan Kefas; atau, pernyataan Yohanes 1:42 bahwa nama Πέτρος (Petros) adalah terjemahan dari nama Κηφᾶς (Kefas), mereka terapkan pada cara mereka membaca Gal. 2. Namun ada cacat pada argumen itu, karena para pembaca orisinal Kitab Galatia kemungkinan besar belum punya salinan Injil Yohanes, dan kalau mereka hanya tahu bahasa Yunani saja, mereka tidak akan tahu bahwa Πέτρος (Petros) adalah terjemahan Κηφᾶς (Kefas) kalau mereka sebelumnya tidak diberi tahu tentang fakta tersebut.

Contohnya, pada klip berikut, perhatikan bahwa pembicaranya merasa perlu “membantu para pendengarnya supaya paham” bahwa menurut pendapatnya, Kefas di bab ini sama dengan Petrus, sesuatu yang belum tentu mereka simpulkan kalau tidak diberi tahu.

[Protestan:]  Galatia 2:11-13. Namun, waktu Kefas (yakni kata bahasa Aram untuk Petrus), Petrus adalah kata Yunaninya, Kefas adalah kata Aramnya), waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku secara terbuka menentangnya.

Sarjana Protestan bernama D. A. Carlson menunjukkan soal para pembaca Injil Yohanes. Poin yang dia utarakan ini tentu saja berlaku bagi banyak pembaca kitab-kitab Perjanjian Baru lainnya.

D.A. Carson, The Gospel According to John [Injil Menurut Yohanes], 1991, hal. 156:
“Karena sebagian besar pembacanya [yakni, pembaca St. Yohanes] tidak bisa diekspektasi mengetahui bahasa Semit apa pun, Yohanes menyediakan terjemahannya [yaitu, terjemahan dari nama Κηφᾶς], ‘Petrus’.”

Dalam kata lain, kalau mereka dulu tidak tahu bahasa Aram atau belum pernah diberi tahu tentang hubungan antara Πέτρος (Petros) dengan Κηφᾶς (Kefas), mereka hanya akan mengenal St. Petrus sebagai Πέτρος (Petros) atau mungkin sebagai Σίμων (Simon), tetapi tidak sebagai Κηφᾶς (Kefas). Siapa saja yang dengan saksama membaca Gal. 2, dengan cara baca yang tepat yang sudah disebutkan menurut kepercayaan kami, orang itu seharusnya akan melihat adanya sesuatu yang agak janggal pada cara St. Paulus merujuk kepada Petrus berulang kali – lalu tiba-tiba merujuk kepada Kefas berulang kali – kecuali, seperti yang kami percayai, St. Paulus sedang merujuk pada dua orang yang berbeda.

Memang benar, di Injil Matius yang memuat pernyataan besar tentang St. Petrus, makna nama rasul tersebut dan janji yang telah dibuat kepadanya di Matius 16, kita sama sekali tidak menemukan rujukan kepada Κηφᾶς (Kefas), namun hanya kepada Πέτρος (Petros). Maka, seandainya orang-orang yang hanya bisa berbahasa Yunani membaca surat St. Paulus kepada Jemaat di Galatia dan melihat rujukan-rujukan kepada Πέτρος (Petros) di Gal. 2:7-8, lalu melihat rujukan-rujukan kepada Κηφᾶς (Kefas) di Gal. 2:11-14, mereka kalau tidak diberi tahu sebelumnya tidak akan punya alasan berpikiran bahwa keduanya adalah orang yang sama.

Jadi, apakah ada orang lain yang mungkin sedang dirujuk oleh St. Paulus di Gal. 2:11-14? Menurut bukti dari Gereja perdana, jawabannya adalah ya. Sejarawan Gereja perdana bernama Eusebius mengutip Bapa Gereja perdana bernama Klemens dari Aleksandria, yang menyatakan bahwa orang yang disebut di Gal. 2:11 bukan St. Petrus, melainkan salah seorang dari ketujuh puluh murid Tuhan yang namanya sama dan disebutkan di Lukas bab 10.

Eusebius (abad IV), Sejarah Gerejawi, Buku 1, Bab 12, #2:
“Klemens, pada buku kelima dari karyanya Hipotiposes, yang di dalamnya ia juga menyebut Kefas, yang tentangnya Paulus menulis: ‘Ketika ia datang ke Antiokhia, aku menentangnya secara terbuka’, berkata bahwa orang yang kebetulan namanya sama dengan Petrus Rasul itu adalah salah seorang dari Ketujuh Puluh Murid.”

Jadi, menurut Klemens dari Aleksandria yang dikutip oleh Eusebius, sejarawan Gereja kuno, Kefas yang ditegur St. Paulus, seperti tercatat pada Galatia 2:11, bukan Rasul Petrus, melainkan orang yang berbeda. Ini bukti yang sangat kuat bahwa ada orang lain bernama Kefas, yang juga bisa dianggap sebagai tokoh terkemuka di dalam Gereja, yang mungkin disebutkan oleh St. Paulus di Gal. 2:11-14.

Omong-omong, pada surat ensiklik Providentissimus Deus di tahun 1893, ketika sedang membahas para Bapa Gereja dan/atau para penulis penting dari periode Gereja perdana, Paus Leo XIII menyebut Klemens dari Aleksandria dan merujuk padanya secara positif. Kata-kata St. Hieronimus sehubungan hal ini juga relevan. Meski St. Hieronimus percaya, menurut kami secara salah, bahwa Kefas dari Galatia 2 adalah St. Petrus, ia mengakui bahwa orang-orang lain di periode Gereja perdana percaya bahwa Kefas di Gal. 2 bukanlah St. Petrus.

St. Hieronimus:
“Ada orang-orang yang berpikir bahwa Kefas, yang oleh Paulus di sini ditulisnya dia lawan secara terbuka bukanlah Rasul Petrus, melainkan salah seorang dari yang disebut-sebut 70 murid, dan mereka menduga bahwa Petrus tidak mungkin menarik diri sehingga tidak makan dengan bangsa-bangsa lain, sebab ia sudah membaptis Kornelius Prajurit … Terutama karena St. Lukas … dan bahkan tidak berkata bahwa Petrus ada di Antiokhia bersama Paulus ….”

Seperti yang bisa kita lihat, ada berbagai sumber dari Gereja perdana yang menyediakan bukti bahwa ada orang lain bernama Kefas yang mungkin sedang dirujuk St. Paulus di Galatia 2:11-14. Kalau digabung dengan bukti tekstual tentang perubahan nama, ini membuat argumen bahwa St. Paulus tidak menegur St. Petrus di Galatia 2 kuat sekali.

Kuatnya argumen ini hanya akan bertambah kalau kita mencermati kronologi yang relevan. Patut dicatat pula bahwa para musuh Gereja telah sering merujuk peristiwa yang disangka-sangka St. Paulus menegur St. Petrus ini, dalam rangka mendiskreditkan agama Kristen sejati.

Para musuh Kepausan, termasuk banyak orang Protestan, tentunya pada banyak kesempatan telah mencoba membenarkan penolakan mereka yang bidah dan tidak alkitabiah terhadap Kepausan dengan mengandalkan yang diduga teguran St. Paulus kepada St. Petrus. Namun, mereka bukanlah satu-satunya musuh agama Kristiani yang sudah menyinggung hal itu.

Dahulu kala, ada seorang filsuf bukan Kristen bernama Porfirius dari Tirus, meninggal di tahun 305. Ia mengeluarkan karya dalam buku-buku melawan agama Kristiani. St. Hieronimus mencatat bahwa Porfirius mereferensikan yang diduga teguran St. Paulus kepada St. Petrus di Galatia 2, untuk menuduh agama Kristiani memuat doktrin sesat dan berkontradiksi.

Ide bahwa St. Petrus jauh setelah Kebangkitan, setelah menginkorporasi Kornelius, dan setelah melawan kaum Yudaiser dll., akan menimbulkan kesempatan diberi teguran semacam itu, sungguh tidak terbayangkan, sehingga Origenes, Hieronimus dan Yohanes Krisostomus mengira bahwa peristiwa itu adalah lakon/sandiwara yang dibuat Petrus & Paulus, demi membuktikan suatu poin kepada kaum Yudaiser! Tidak ada alasan sedikit pun untuk menganut pandangan seperti itu. Penjelasan yang jauh lebih sederhana (dan yang betul-betul didukung buktinya pula) adalah Kefas di Gal. 2 bukanlah St. Petrus.

Yang membuat lebih tidak mungkin bahwa St. Petrus adalah Kefas di Gal. 2 adalah informasi di Kis. 11. Pada bab ini kita diberi tahu bahwa setelah pembaptisan Kornelius dan para rekannya dari bangsa-bangsa bukan Yahudi, St. Petrus pergi ke Yerusalem untuk melaporkan pertobatan mereka. Ia lalu dikritik oleh orang-orang bersunat karena telah makan bersama orang bukan Yahudi:

Engkau telah masuk ke rumah orang-orang yang tidak bersunat dan makan bersama-sama dengan mereka.” (Kisah Para Rasul 11:3)

 Tuduhan ini pada dasarnya identik dengan cara kaum Yudaiser akan berperasaan dan bertindak di Gal. 2:11-14. Kefas di Gal. 2:11-14 terbawa pengaruh kaum Yudaiser itu, dan dia ditegur oleh St. Paulus akibat hal tersebut. Tetapi, apakah Kitab Suci memberi tahu kita bahwa St. Petrus berbuat hal yang serupa di Kis. 11? Tidak, justru sebaliknya.

Petrus membela perbuatan-perbuatan dirinya di depan orang-orang bersunat dengan menyatakan perkataan yang diterimanya dari Roh, dan kita membaca bahwa “Ketika mereka [orang-orang bersunat] mendengar hal itu, mereka menjadi tenang, lalu memuliakan Allah ….”, Kis. 11:18.

Kisah Para Rasul 11:4-18 - “ … Petrus menjelaskan … aku melihat suatu penglihatan … Lalu kata Roh kepadaku: Pergi bersama mereka dengan tidak bimbang! ... Ketika mereka mendengar hal itu, mereka menjadi tenang, lalu memuliakan Allah ....”

Jadi, di Kis. 11, orang-orang bersunat mengubah pandangan mereka sesuai yang dikatakan & dilakukan St. Petrus, bukan sebaliknya. Namun di Gal. 2:11-14, kita membaca bahwa Kefas mengubah perilakunya supaya sesuai dengan orang-orang bersunat.

Maka perilaku yang disematkan pada Kefas di Gal. 2:11-14 sama sekali tidak konsisten dengan gambaran St. Petrus di Kisah Para Rasul. Menyesatkan, kalau sehubungan perkara ini, orang membawa-bawa penyangkalan St. Petrus terhadap Yesus sebelum Penyaliban. Itu terjadinya sebelum Kebangkitan, sebelum Yesus menyerahkan kawanan domba kepada St. Petrus, dan sebelum para rasul menerima Roh Kudus dengan cara mereka menerima-Nya setelah Kebangkitan.

Sebab, seperti yang dinyatakan Konsili Vatikan I, Petrus menjadi Paus hanya setelah Kebangkitan Kristus.

“Dan juga, setelah Kebangkitan-Nya, hanya kepada Simon Petrus seoranglah Yesus menganugerahkan yurisdiksi gembala tertinggi serta pemandu bagi segenap kawanan domba-Nya, dengan berkata kepadanya: ‘Gembalakanlah anak-anak domba-Ku, gembalakanlah domba-domba-Ku’ [Yohanes 21:15 ff.].” (Paus Pius IX, Konsili Vatikan I, 1870, Denz 1822)

Perkataan Yesus di Matius 16 adalah janji tentang yang akan dianugerahkan-Nya kepada St. Petrus di masa depan, maksudnya setelah Kebangkitan. Janji itu digenapi pada peristiwa yang tercatat di Yohanes 21:15-17, saat Yesus memberi St. Petrus otoritas atas segenap kawanan domba-Nya dan menyuruh St. Petrus supaya memberi makan atau memerintah kawanan domba-Nya itu. Dan juga, di Galatia 2:12, kita membaca penyebab Kefas yang disebutkan di Gal. 2 berbuat salah. Yaitu: “ beberapa orang dari kalangan Yakobus datang”.

Coba dipikirkan, betapa kecil kemungkinannya St. Petrus, selaku rasul kepala, setelah Kebangkitan, dan setelah menerima Roh Kudus, bisa dipengaruhi pada hal ini oleh “beberapa orang dari kalangan Yakobus”, yang rupa-rupanya tidak cukup penting dalam kepemimpinan Gereja perdana sehingga nama mereka tidak disebutkan. Di Kisah Para Rasul, kita melihat bahwa St. Petrus berkhotbah dengan berani kepada orang-orang Yudea, dan sama sekali tidak berkompromi. Penglihatan yang diberikan kepada St. Petrus, pernyataan-pernyataannya dan perbuatan-perbuatannya merupakan teladan bagi segenap Gereja. Di Konsili Yerusalem, Petrus dihormati sebegitu besarnya oleh penatua-penatua dan para rasul, sehingga ia berbicara di urutan pertama. Ceramahnya mendiamkan seluruh umat, dan ia mereferensikan bahwa mulutnyalah yang dipilih Allah untuk berkhotbah kepada bangsa-bangsa lain.

Namun orang yang sama ini, St. Petrus, yang dihormati sedemikian istimewanya oleh para rasul dan penatua-penatua, yang memberi tahu seluruh kepemimpinan Gereja cara mereka harus berpikir pada suatu perkara, konon kabarnya menjadi begitu khawatir dengan “beberapa orang dari kalangan Yakobus”, sehingga dia tidak mampu mewujudkan perbuatan yang dulu dilakukannya secara terbuka atas perintah Allah (di Kis. 10) – yaitu, tidak membedakan antara orang Yudea dengan bangsa-bangsa lain. Kemungkinan besar tidak demikian.

Sekarang, mari kita mencermati beberapa aspek menarik lain pada perkara ini dan menanggapi beberapa penolakan.

Beberapa orang mungkin berargumen bahwa di Gal. 1:18-19, St. Petrus adalah orang yang dirujuk oleh St. Paulus, namun dengan sebutan Κηφᾶν (Kefan)  - bentuk akusatif dari Κηφᾶς (Kefas). Ini, menurut argumen tersebut, mendukung pandangan bahwa Κηφᾶς (Kefas) di Gal. 2:9-14 adalah St. Petrus.

Gal. 1:18-19 – “Lalu, tiga tahun kemudian, aku pergi ke Yerusalem untuk mengunjungi Kefas, dan aku menumpang lima belas hari di rumahnya. Tetapi aku tidak melihat seorangpun dari rasul-rasul yang lain, kecuali Yakobus, saudara Tuhan Yesus.”

Ada dua masalah dengan argumen ini.

Pertama, ada varian tekstual di Gal. 1:18. Beberapa manuskrip Gal. 1:18 berbunyi Κηφᾶν (Kefan), bentuk akusatif dari Κηφᾶς (Kefas). Namun, ada banyak manuskrip lain, beserta Teks Mayoritas juga, berbunyi Πέτρον (Petron), bentuk akusatif dari Πέτρος (Petros). Teks Mayoritas tidak selalu menafsir dengan benar, tetapi kadang-kadang memang benar.

Berikut beberapa simbol dari manuskrip-manuskrip Yunani terkenal yang memuat Πέτρον (Petron), bukan Κηφᾶν (Kefan), di Gal. 1:18. Alkitab Latin Vulgata, didukung oleh seluruh Tradisi Latin, juga menggunakan nama Petrus, bukan Kefas, di Gal. 1:18.

Πέτρον (Petrus), bukan Κηφᾶν (Kefas) di Gal. 1:18
Manuskrip-manuskrip Yunani:
D06 049 056 075 1 35 69 76 131 205 209 218 424 927 945 999 1243 1244 1245 1251 1315 1319 1424 1505 1563 1573 1646 1735 1739 1751 1874 1881 1962 2495 MT TR, dsb.

Alkitab Latin Vulgata (didukung oleh seluruh tradisi Latin) juga menggunakan Petrus, bukan Kefas, di Gal. 1:18

 Maka menurut manuskrip-manuskrip yang memuat Πέτρον (Petron) bukan Κηφᾶν (Kefan) di Gal. 1:18-19, ayat itu akan terbaca seperti ini:

Gal. 1:18-19 - “Lalu, tiga tahun kemudian, aku pergi ke Yerusalem untuk mengunjungi Petrus, dan aku menumpang lima belas hari di rumahnya. Tetapi aku tidak melihat seorangpun dari rasul-rasul yang lain, kecuali Yakobus, saudara Tuhan Yesus.”

 Kata “saudara” notabene tidak selalu berarti saudara seorang tua. Tidak seperti itu artinya pada ayat ini,  karena Maria tidak punya anak selain Yesus. “Saudara” bisa saja berarti kerabat dekat dan lain-lain.

Kalau Πέτρον (Petron) dianggap sebagai tafsir yang benar, maka itu tentunya benar-benar konsisten dengan poin-poin yang sudah kami bahas. Namun, umpamanya pun seseorang berpandangan bahwa Κηφᾶν (Kefan) adalah tafsir orisinal Gal. 1:18, dan bahwa mayoritas manuskrip Yunani serta Alkitab Latin Vulgata salah, itu juga tidak membantah hal apa pun yang sudah kami sajikan. Alasannya, Perjanjian Baru kadang-kadang menggunakan kata rasul untuk merujuk pada mereka yang bukan kedua belas rasul mula-mula. Lihatlah Kisah Para Rasul 14:14; di ayat ini, Barnabas disebut sebagai seorang rasul, meskipun dia bukan bagian dari kedua belas rasul mula-mula.

Jadi, kalau Paulus menyebut Kefas seorang rasul, itu tidak kemudian membuktikan bahwa Kefas adalah bagian dari kedua belas rasul mula-mula. Namun, kalau di Gal. 1:18-19 Paulus sedang merujuk pada kedua belas rasul, kami berpandangan bahwa cara tafsir yang benar adalah Πέτρον (Petron), seperti yang bisa dilihat pada mayoritas manuskripnya dan juga didukung oleh Alkitab Latin Vulgata.

Pandangan ini juga masuk akal secara kontekstual, karena, pada kasus ini, St. Paulus menyebut nama Petrus untuk pertama kalinya di Gal. 1:18, dan kemudian merujuk kepadanya dengan nada positif di Gal. 2:7-8. Lalu, di Gal. 2:9, St. Paulus memperkenalkan nama Kefas, yang menurut pandangan kami adalah orang yang berbeda, dan kemudian membahas Kefas dengan lebih rinci di Gal. 2:11-14. Jadi, Gal. 1:18 tidak menentang sedikit pun poin-poin yang sudah kami bahas.

Alur waktunya juga kuat mendukung posisi bahwa Kefas di Gal. 2 bukan Petrus. Pada perkara-perkara yang sedang kita bahas, penting sekali mempertimbangkan perjalanan-perjalanan St. Paulus ke Yerusalem serta kronologi yang relevan. Kalau informasi yang kita dapat tentang perjalanan-perjalanan di Kisah Para Rasul dan Galatia itu diselidiki, saya percaya itu akan memperkuat argumen yang sudah kami bahas, dan membuat hampir pasti bahwa Kefas di Gal. 2 bukan Petrus.

Coba kita pertimbangkan fakta-fakta kuncinya. Pertama-tama, di Gal 1:18, kita melihat disebutkannya perjalanan pertama St. Paulus ke Yerusalem tiga tahun setelah dia bertobat. Ada berbagai komentator yang menghubungkan perjalanan pertama itu dengan yang tercatat di Kis. 9:26-30. Di ayat itu kita membaca bahwa beberapa waktu setelah St. Paulus bertobat, ketika dia datang ke Yerusalem, para murid takut akan dia karena dia dulunya menganiaya Gereja. Tetapi, Barnabas membawa Paulus menghadap para rasul dan menjelaskan kepada mereka bagaimana Paulus telah melihat Tuhan.

Kisah Para Rasul 9:26-30 Setibanya di Yerusalem Saulus mencoba menggabungkan diri kepada murid-murid, tetapi semuanya takut kepadanya, karena mereka tidak dapat percaya, bahwa ia juga seorang murid. Tetapi Barnabas menerima dia dan membawanya kepada rasul-rasul dan menceriterakan kepada mereka, bagaimana Saulus melihat Tuhan di tengah jalan dan bahwa Tuhan berbicara dengan dia dan bagaimana keberaniannya mengajar di Damsyik dalam nama Yesus. Dan Saulus tetap bersama-sama dengan mereka di Yerusalem, dan dengan keberanian mengajar dalam nama Tuhan ... Akan tetapi setelah hal itu diketahui oleh saudara-saudara anggota jemaat, mereka membawa dia ke Kaisarea ....”

Kis. 9:26-30 dan Gal. 1:18 kemungkinan besar menggambarkan peristiwa yang sama, yaitu, kunjungan pertama St. Paulus ke Yerusalem tiga tahun setelah pertobatannya. Tetapi, di Gal. 2:1-2, St. Paulus menyebutkan suatu perjalanan lain ke Yerusalem. Ini perjalanan kedua St. Paulus ke Yerusalem setelah pertobatannya, menurut informasi yang kita dapat di kitab Galatia.

Galatia 2:1-2 – “Kemudian setelah lewat empat belas tahun, aku pergi pula ke Yerusalem dengan Barnabas dan Tituspun kubawa juga. Aku pergi berdasarkan suatu penyataan [wahyu – αποκαλυψιν/apokalipsin]. Dan kepada mereka kubentangkan Injil yang kuberitakan di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi--dalam percakapan tersendiri kepada mereka yang terpandang--,supaya jangan dengan percuma aku berusaha atau telah berusaha.”

Coba kita pertimbangkan beberapa hal tentang ayat ini. Pertama-tama, bisa diperdebatkan apakah “setelah lewat empat belas tahun” itu berarti empat belas tahun setelah kunjungan pertamanya, ataukah empat belas tahun setelah pertobatannya. Bagaimanapun juga, sudah lewat satu dasawarsa lebih setelah kunjungan pertamanya yang tercatat di Gal. 1:18.

Kedua, coba diperhatikan bahwa St. Paulus pergi ke Yerusalem pada waktu ini berdasarkan suatu penyataan atau wahyu. Ini akan menjadi penting.

Ketiga, harap dicatat bahwa kepada mereka yang terpandang atau dianggap terpandang, St. Paulus membentangkan injil yang dia beritakan. Ini kuat membantah bidah sola scriptura. Kata-kata St. Paulus di sini membuktikan bahwa dia tidak mengamalkan sola scriptura. Seperti yang terpaksa diakui oleh seorang sarjana non-Katolik Douglas J. Moo soal Galatia 2:2:

Douglas J. Moo, Galatians [Galatia], Baker Exegetical Commentary [Komentar Eksegetis Baker], 2013, Gal. 2:
“ … dia [Paulus] memang pergi ke Yerusalem, dia memang menyajikan injilnya agar dievaluasi oleh para pemimpin di sana, dan dia memang mengungkapkan kekhawatiran soal putusan mereka.”

St. Paulus tidak menyelidiki Kitab Suci sendiri sebagai otoritas finalnya untuk memastikan apakah injil miliknya itu sehat atau tidak. Sebaliknya, injilnya itu dia sajikan kepada para tokoh Gereja di Yerusalem untuk memastikan agar dia tidak berusaha dengan percuma. Ini mendukung Katolisisme dan membantah Protestantisme. Pada perjalanan keduanya ke Yerusalem inilah St. Paulus membahas antara Gal. 2:1 dan Gal. 2:10.

Gal. 2:1-10 - “Kemudian setelah lewat empat belas tahun, aku pergi pula ke Yerusalem dengan Barnabas dan Tituspun kubawa juga. Aku pergi berdasarkan suatu penyataan [wahyu – αποκαλυψιν/apokalipsin]. Dan kepada mereka kubentangkan Injil yang kuberitakan … --dalam percakapan tersendiri kepada mereka yang terpandang--,supaya jangan dengan percuma aku berusaha atau telah berusaha … setelah mereka melihat bahwa kepadaku telah dipercayakan pemberitaan Injil untuk orang-orang tak bersunat, sama seperti kepada Petrus untuk orang-orang bersunat--karena Ia yang telah memberikan kekuatan kepada Petrus … Ia juga yang telah memberikan kekuatan kepadaku untuk orang-orang yang tidak bersunat. Dan setelah melihat kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, maka Yakobus, Kefas dan Yohanes, yang dipandang sebagai sokoguru jemaat, berjabat tangan [kanan] dengan aku dan dengan Barnabas sebagai tanda persekutuan, supaya kami pergi kepada orang-orang yang tidak bersunat dan mereka kepada orang-orang yang bersunat; hanya kami harus tetap mengingat orang-orang miskin ....”

St. Paulus masih sedang membahas yang terjadi pada perjalanan itu di Gal. 2:9 ketika dia berkata demikian:

“Dan setelah melihat kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, maka Yakobus, Kefas dan Yohanes, yang dipandang sebagai sokoguru jemaat, berjabat tangan dengan aku dan dengan Barnabas sebagai tanda persekutuan [κοινωνίας], supaya kami pergi kepada orang-orang yang tidak bersunat dan mereka kepada orang-orang yang bersunat ….”

Pada perjalanan kedua ke Yerusalem ini, Paulus bertemu Yakobus, Kefas dan Yohanes. Mereka berjabat tangan dengan Paulus dan Barnabas sebagai tanda persekutuan. Sudah kami sajikan kasus bahwa Kefas yang disebut di Gal. 2 bukanlah Rasul Petrus, melainkan orang yang berbeda. Ketika daftar nama ini, yaitu Yakobus, Kefas dan Yohanes, dipertimbangkan, beberapa orang mungkin mengajukan penolakan bahwa umpamanya Kefas di sini dianggap sebagai Petrus, pengelompokannya akan bertepatan dengan ketiga murid: Petrus, Yakobus dan Yohanes, yang kadang-kadang dipisahkan oleh Yesus dalam Injil, seperti pada peristiwa Transfigurasi.

Tetapi, kesimpulan tersebut kurang berdasar bukti, karena Yakobus yang hadir pada peristiwa Transfigurasi adalah putra Zebedeus, saudara St. Yohanes Rasul. Yakobus ini terkadang disebut sebagai Yakobus Mayor. Wafatnya tercatat pada permulaan Kis. 12, akibat persekusi yang dilakukan oleh Herodes Agripa I (lihatlah Kis. 12:2).

Kis. 12:12 – “Kira-kira pada waktu itu raja Herodes mulai bertindak dengan keras terhadap beberapa orang dari jemaat. Ia menyuruh membunuh Yakobus, saudara Yohanes, dengan pedang.”

Namun, ada seorang Yakobus lain yang disebutkan di Kisah Para Rasul 12. Dia ini masih hidup, ketika Yakobus, saudara St. Yohanes dibunuh.

Kis. 12:17 – “Tetapi Petrus memberi isyarat dengan tangannya, supaya mereka diam, lalu ia menceriterakan bagaimana Tuhan menuntunnya ke luar dari penjara. Katanya: ‘Beritahukanlah hal ini kepada Yakobus dan saudara-saudara kita.’”

Yakobus yang masih hidup di Kis. 12:17, setelah Yakobus saudara St. Yohanes dibunuh, biasanya dianggap sebagai Yakobus Uskup Yerusalem. Beberapa orang menganggap Yakobus di Kis. 12:17 dan Yakobus Uskup Yerusalem, sebagai Yakobus putra Alfeus, yaitu Yakobus yang lain dari antara kedua belas rasul. Namun, beberapa orang menganggapnya sebagai Yakobus ketiga yang sering disebut sebagai Yakobus Sadik, Yakobus Yustus dalam bahasa Latin. Apa pun posisi yang diambil pada poin itu, jelas ada perbedaan antara Yakobus Mayor (yang adalah saudara St. Yohanes) yang wafatnya tercatat di Kis. 12:2 dengan Yakobus yang masih hidup di Kis. 12:17. Wafat Yakobus Mayor yang adalah saudara St. Yohanes, seperti tercatat di Kisah Para Rasul 12:2, disetujui secara umum jatuh sekitar tahun 43 M atau 44 M. Ini didasari fakta bahwa kematian Herodes Agripa I jatuh pada 44 M.

Nah, perjalanan kedua St. Paulus ke Yerusalem yang tercatat di Gal. 2:1-10 saja, saat dia bertemu Yakobus, Kefas dan Yohanes, seawal-awalnya jatuh sekitar 45 M. Sedangkan beberapa orang berpendapat perjalanan itu terjadi sekitar 48 M. Jadi, sama halnya Kefas ini mungkin saja, dan menurut kami memang orang yang berbeda dari Petrus, Yakobus yang disebutkan di sini tentunya hampir pasti bukan Yakobus Mayor, saudara St. Yohanes. Terlebih, di samping Rasul Yohanes, ada juga Yohanes Markus, yang dikenal St. Paulus. Yohanes, yang nama lainnya adalah Markus, disebut berulang kali di Kisah Para Rasul (di Kis. 12:12, Kis. 12:25, dll).

Kis. 12:12 – “ … Yohanes yang disebut juga Markus ….”

Kis. 12:25 – “ … membawa Yohanes, yang disebut juga Markus.”

Kis. 15:37 – “Barnabas ingin membawa juga Yohanes yang disebut Markus.”

Itu salah satu contoh bagaimana lebih dari satu orang menyandang nama Yohanes. Jadi, dari daftar ketiga nama itu, sama sekali tidak ada yang menjadi dasar kesimpulan bahwa Kefas adalah Petrus atau Yakobus adalah putra Zebedeus, saudara St. Yohanes atau Yohanes pada ayat ini pasti adalah Rasul Yohanes. Memang benar, di samping semua bukti yang lain, petunjuk-petunjuk kontekstual pada bab ni sendiri mendukung posisi bahwa Kefas yang disebut pada ayat ini bukan Petrus.

Yakobus, Kefas dan Yohanes – tiga orang yang disebut di Gal. 2:9 – bisa saja merupakan tiga tokoh atau misionaris yang cukup penting yang berjabat tangan dengan Paulus dan Barnabas sebagai tanda persekutuan. Ini mungkin alasan Paulus berkata mereka “dipandang sebagai” atau “tampak sebagai” sokoguru.

Kata sokoguru di Gal. 2:9 juga dijumpai di Wahyu 3:12, ayat yang berkata kepada Jemaat di Filadelfia:

Wahyu 3:12 – “Barangsiapa menang, ia akan Kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci Allah-Ku.”

Pernyataan tentang menjadi sokoguru (atau tiang penyangga) ini berlaku tidak hanya kepada kedua belas Rasul. Maka, Perjanjian Baru tidak membatasi penggunaan kata sokoguru/tiang penyangga hanya kepada para anggota dua belas Rasul mula-mula saja.

Dan juga, harap diingat bahwa rujukan-rujukan yang dibuat Paulus kepada Petrus di Gal. 2:7-8 tidak mengklaim bahwa Paulus bertemu Petrus pada perjalanan kedua ke Yerusalem ini. Alih-alih, Paulus hanya merujuk saja pada kerasulan misionaris Petrus ketika sedang menjelaskan tentang pertemuannya dengan orang-orang yang dipandang penting, yaitu Yakobus, Kefas dan Yohanes. Memang benar, kontras antara cara Paulus menggambarkan Petrus di bab ini dengan cara dia merujuk pada mereka “yang terpandang” (seperti Kefas), juga mendukung pandangan bahwa Kefas di Gal. 2 bukan St. Petrus.

Sebagai contoh, kita melihat bahwa di Gal. 2:9, Paulus berkata bahwa Yakobus, Kefas dan Yohanes adalah mereka yang tampak sebagai sokoguru. Paulus pertama-tama merujuk pada kelompok itu, dengan menggunakan deskripsi yang serupa di Gal. 2:2 dan Gal. 2:6.

Gal. 2:2 – “Aku pergi berdasarkan suatu penyataan [wahyu]. Dan kepada mereka kubentangkan Injil yang kuberitakan di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi --dalam percakapan tersendiri kepada mereka yang terpandang--,supaya jangan dengan percuma aku berusaha atau telah berusaha.”

Gal. 2:6 – “Dan mengenai mereka yang dianggap terpandang itu--bagaimana kedudukan mereka dahulu, itu tidak penting bagiku ....”

St. Paulus menyebut orang-orang itu sebagai “mereka yang terpandang” atau “mereka yang dianggap terpandang”, namun dia tidak menyebut nama mereka di kedua ayat tersebut. Deskripsi-deksripsinya tentang mereka itu agak berjarak dan tidak personal. Nama orang-orang dalam kelompok itu tidak diungkapkannya secara penuh sampai Gal. 2:9. Namun coba kontraskan itu dengan cara Paulus pada bab dan konteks yang sama ini merujuk dua kali pada Petrus –secara langsung, personal, akrab dan positif – di Gal. 2:7-8, dengan menggunakan namanya dan menyatakan bahwa Allah bekerja melalui Petrus. Dari konteksnya, ini mendukung posisi bahwa Kefas di Gal. 2 bukan Petrus.

Terlebih, di Gal. 2:6, ketika merujuk pada mereka yang dianggap terpandang, yang kita lihat di Gal. 2:9 mencakup Kefas, Paulus berkata:

“ … bagaimana kedudukan mereka dahulu, itu tidak penting bagiku ....”

Tidak masuk akal kalau Paulus membuat pernyataan ini tentang Petrus, bukan hanya ketika kita menimbang posisi Petrus, namun juga fakta bahwa pada kedua ayat selanjutnya, Gal. 2:7-8, Paulus merujuk secara langsung kepada yang dilakukan Allah melalui Petrus sebagai sesuatu yang relevan pada penjelasannya dan karena itu penting baginya.

Petunjuk-petunjuk kontekstual ini, bersama semua bukti lainnya, seperti perubahan nama dari Petrus menjadi Kefas, memperkuat pandangan bahwa Kefas di Gal. 2 bukan Petrus. Kalau Kefas adalah salah seorang dari ketujuh puluh murid yang disebut di Lukas 10, seperti perkataan Klemens dari Aleksandria, dia dengan demikian adalah sosok berpengaruh, meski bukan bagian dari kedua belas murid mula-mula. Terlebih, sebelum pertemuan yang berlangsung di Gal. 2:9 ini, Paulus dan Barnabas sudah bertemu kepemimpinan para rasul dalam Gereja.

Dari Kis. 9, yang kemungkinan besar terkait dengan Gal. 1:18, kita tahu bahwa Paulus bertemu kepemimpinan para rasul dalam Gereja, jauh sebelum berlangsungnya perjalanan di Gal. 2:1-10. Dari Kis. 4, kita tahu juga bahwa Barnabas bertemu para pemuka Gereja jauh sebelum perjalanan ke Yerusalem di Gal. 2:1-10. Di Kis. 4:36-37, kita mendapat informasi bahwa setelah menjual ladang, Barnabas meletakkan uang hasil penjualannya di depan kaki rasul-rasul.

Kis. 4:36-37 – “ … Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus. Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul.”

Karena Paulus dan Barnabas sudah bertemu kepemimpinan para rasul di Gereja jauh sebelum perjalanan di Galatia 2:1-10, pertemuan dengan Yakobus, Kefas dan Yohanes ini adalah pertemuan yang berbeda, suatu pertemuan yang menugaskan/menyetujui Paulus dan Barnabas secara khusus untuk melakukan karya misionaris mereka. Tetapi, dari Kis. 13:3 kita mendapat informasi bahwa berbagai tokoh dalam Gereja, tidak hanya kedua belas rasul saja, berandil dalam memberi tugas pada orang-orang untuk mengerjakan berbagai aktivitas.

Kis. 13:1-3 - “Pada waktu itu dalam jemaat di Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar, yaitu: Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang Kirene, dan Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilayah Herodes, dan Saulus. Pada suatu hari ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus: ‘Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.’ Maka berpuasa dan berdoalah mereka, dan setelah meletakkan tangan ke atas kedua orang itu, mereka membiarkan keduanya pergi.”

Maka, Petrus tidak akan perlu hadir secara pribadi untuk menugaskan Paulus dan Barnabas untuk karya misionaris semacam itu. Dengan demikian, pada ayat-ayat kitab Galatia ini sama sekali tidak ada sesuatu yang mengharuskan kita memandang Kefas sebagai Rasul Petrus – namun justru ada banyak hal yang melawan posisi itu. Dalam mengidentifikasi tempat disebutkannya perjalanan kedua ke Yerusalem di kitab Kisah Para Rasul, saat Paulus bertemu Yakobus, Kefas dan Yohanes, sangat penting pada pembahasan kita ini soal apakah Kefas di Gal. 2 harus dianggap Petrus atau tidak.

Gal 2:11-14 - “Tetapi waktu Kefas [Κηφᾶς] datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah. Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat … Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas [Κηφᾶ] di hadapan mereka semua ....”

Sebabnya, seperti yang kita ketahui dari Gal. 2:11, setelah perjalanan kedua ke Yerusalam inilah Paulus kembali ke Antiokhia dan Kefas datang ke sana dan lalu ditegur. Supaya poin-poin kunci kronologinya lebih sederhana:

  • Gal. 2:1-10 menggambarkan perjalanan kedua St. Paulus ke Yerusalem setelah dia bertobat .
  • Gal. 2:11-14 menceritakan suatu peristiwa lain yang berlangsung sekembalinya St. Paulus di Antiokhia setelah perjalanan itu. Dan pada peristiwa di Antiokhia inilah, St. Paulus menegur Kefas.

Pada umumnya, ada dua pandangan soal tempat perjalanan ke Yerusalem yang dideskripsikan Paulus di Gal. 2:1-10 disebutkan dalam kitab Kisah Para Rasul.

Pandangan pertama: Galatia 2:1-10 sama dengan Kisah Para Rasul 15:2. Di Kis. 15:1-2, kita membaca bahwa setelah Paulus dan Barnabas berselisih dengan kaum Yudaiser, mereka dan beberapa orang lain ditugaskan ke Yerusalem menemui para rasul dan penatua-penatua soal itu.

Kis. 15:1-2 – “Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: ‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.’ Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu.”

Menurut pandangan ini, perjalanan ke Yerusalem di Gal. 2:1-10 bertujuan menemui para rasul & penatua-penatua pada yang bakal menjadi Konsili Yerusalem. Menurut kronologinya, teguran St. Paulus kepada Kefas di Antiokhia (yang disebut di Gal. 2:11-14) berlangsung setelah Konsili Yerusalem. Karena, tegurannya itu tidak terjadi di Yerusalem sendiri, namun ketika Paulus sudah kembali ke Antiokhia dan Kefas datang ke sana.

Omong-omong, harap dicatat lagi bahwa menurut Kis. 15:2, St. Paulus diberi tugas bertemu para Rasul yang bertempat di Yerusalem, tentang suatu kontroversi. Ini membantah bidah sola scriptura. St. Paulus tidak mempraktikkan sola scriptura. Sebaliknya, dia justru mengandalkan otoritas Gereja untuk menyelesaikan perkaranya.

Maka menurut pandangan pertama kronologi ini, Gal. 2:1-10 terhubung dengan Kis. 15:2, dan kedua-duanya menceritakan perjalanan Paulus bersama Barnabas ke Yerusalem untuk menghadiri Konsili Yerusalem. Lalu, Konsili Yerusalem berlangsung saat perjalanan itu, seperti tercatat di Kis. 15:6-29 (ketika St. Petrus berbicara di urutan pertama pada perkara bangsa-bangsa bukan Yahudi). Dan beberapa waktu setelah itu, ketika St. Paulus sudah kembali ke Antiokhia dan Kefas datang ke sana, terjadilah teguran kepada Kefas (yang disebutkan di Gal. 2:11-14).

Pandangan Pertama: Gal. 2:1-10 – Kis. 15:2

  • Kedua ayat menceritakan perjalanan Paulus & Barnabas ke Yerusalem untuk menghadiri Konsili
  • Konsili Yerusalem berlangsung saat perjalanan itu (Kis. 15:6-29), ketika Petrus berbicara di urutan pertama
  • Beberapa waktu setelah itu, kembali di Antiokhia, teguran kepada Kefas terjadi (Gal. 2:11-14)

Pandangan kedua (yang menurut kami benar) menghubungkan Gal. 2:1-10 dengan Kis. 11:25-30.

Di Kisah Para Rasul 11:25-30, kita membaca datangnya beberapa nabi dari Yerusalem ke Antiokhia.

Kisah Para Rasul 11:25-30 – “ ... ia [Barnabas] membawanya [Saulus] ke Antiokhia ... Pada waktu itu datanglah beberapa nabi dari Yerusalem ke Antiokhia. Seorang dari mereka yang bernama Agabus bangkit dan oleh kuasa Roh ia mengatakan, bahwa seluruh dunia akan ditimpa bahaya kelaparan yang besar. Hal itu terjadi juga pada zaman Klaudius. Lalu murid-murid memutuskan untuk mengumpulkan suatu sumbangan, sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing dan mengirimkannya kepada saudara-saudara yang diam di Yudea. Hal itu mereka lakukan juga dan mereka mengirimkannya kepada penatua-penatua dengan perantaraan Barnabas dan Saulus.”

Salah seorang dari mereka bernama Agabus memprediksikan akan terjadinya kelaparan besar. Akibat nubuatnya ini, para murid memutuskan mengirim sumbangan atau bantuan kepada saudara-saudara di Yudea. Kisah Para Rasul 11:30 bercerita bahwa sumbangan itu lalu dikirim ke penatua-penatua dengan perantaraan Barnabas dan Saulus; Saulus notabene adalah St. Paulus. Dan kita tahu bahwa Barnabas serta Saulus pergi ke Yerusalem pada perjalanan menyalurkan bantuan ini, karena Kis. 12:25 berkata:

Kis. 12:25 – “Barnabas dan Saulus kembali dari Yerusalem, setelah mereka menyelesaikan tugas pelayanan mereka. Mereka membawa Yohanes, yang disebut juga Markus.”

Pandangan ini mengaitkan Gal. 2:1-10 dengan perjalanan ke Yerusalem yang tercatat di Kis. 11:25-30 serta Kis. 12:25 – dan bukan dengan perjalanan di Kis. 15:2. Pandangan ini, menurut saya, adalah yang benar. Ada beberapa alasan yang sangat kuat untuk mengaitkan Gal. 2:1-10 dengan Kis. 11:25-30, dan bukan Kis. 15:2. Akan kita lihat alasan poin-poin ini benar-benar relevan dengan perkara Kefas/Petrus:

Pertama-tama, di Gal. 2:2, kita membaca bahwa St. Paulus berperjalanan kedua kalinya ke Yerusalem berdasarkan suatu penyataan/wahyu. Dia tidak berkata bahwa wahyu itu diberikan kepadanya, namun hanya berdasarkan penyataan atau wahyu.

Gal. 2:1-2 - “Kemudian setelah lewat empat belas tahun, aku pergi pula ke Yerusalem dengan Barnabas dan Tituspun kubawa juga. Aku pergi berdasarkan suatu penyataan [wahyu – αποκαλυψιν/apokalipsin].”

Tetapi, di Kisah Para Rasul 11:28-30, kita membaca:

Kis. 11:28-30 - “Seorang dari mereka yang bernama Agabus bangkit dan oleh kuasa Roh ia mengatakan, bahwa seluruh dunia akan ditimpa bahaya kelaparan yang besar. Hal itu terjadi juga pada zaman Klaudius. Lalu murid-murid memutuskan untuk mengumpulkan suatu sumbangan, sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing dan mengirimkannya kepada saudara-saudara yang diam di Yudea. Hal itu mereka lakukan juga dan mereka mengirimkannya kepada penatua-penatua dengan perantaraan Barnabas dan Saulus.”

Menurut Kis. 11:28-30, Barnabas & Paulus berperjalanan kali ini ke Yudea (perjalanan yang juga mencakup Yerusalem) berdasarkan suatu wahyu yang diberikan kepada nabi Agabus. Ini persis bertepatan dengan pernyataan Gal. 2:2 bahwa Paulus melakukan perjalanan ke Yerusalem untuk kedua kalinya oleh karena suatu wahyu!

Kedua, terkait perjalanan yang tercatat di Gal. 2:1-10, Paulus berkata di Gal. 2:10 bahwa Yakobus, Kefas dan Yohanes, ketika berjabatan tangan dengan Paulus dan Barnabas sebagai tanda persekutuan, memberi tahu mereka demikian:

“ ... hanya kami harus tetap mengingat orang-orang miskin dan memang itulah yang sungguh-sungguh kuusahakan melakukannya.”

Ini juga ada kaitannya dengan cerita di Kis. 11:25-30, yang menceritakan kita bahwa perjalanan ke Yudea (yang termasuk ke Yerusalem ini) bertujuan membantu meringankan bencana kelaparan.

Kisah Para Rasul 11:29-30 – “Lalu murid-murid memutuskan untuk mengumpulkan suatu sumbangan, sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing dan mengirimkannya kepada saudara-saudara yang diam di Yudea. Hal itu mereka lakukan juga dan mereka mengirimkannya kepada penatua-penatua dengan perantaraan Barnabas dan Saulus.”

Kalau Paulus dan Barnabas ke Yerusalem untuk memberi sumbangan kelaparan, masuk akal bahwa mereka diberi tahu supaya ingat orang miskin ketika mereka berperjalanan. Maka, Gal. 2:1-10 sekali lagi  berhubungan dengan Kisah Para Rasul 11:25-30.

Ketiga, mengenai perjalanan di Gal. 2:1-10, Gal. 2:9 berkata bahwa ketika Yakobus, Kefas dan Yohanes berjabat tangan dengan Paulus dan Barnabas sebagai tanda persekutuan, itu dilakukan supaya mereka pergi ke orang-orang tak bersunat. Peristiwa ini sangat cocok dengan cerita di Kis. 11:25-30, sebab perjalanan resmi pertama St. Paulus sebagai misionaris dijelaskan di Kis. 13, setelah dia berjabat tangan sebagai tanda persekutuan untuk pergi ke orang tak bersunat di Kis. 11:25-30.

Sebaliknya, kalau kita menghubungkan perjalanan Gal. 2:1-10 dengan Kis. 15:2, jadinya kurang cocok.

Kisah Para Rasul 15:3-4 – “Mereka diantarkan oleh jemaat sampai ke luar kota, lalu mereka berjalan melalui Fenisia dan Samaria, dan di tempat-tempat itu mereka menceriterakan tentang pertobatan orang-orang yang tidak mengenal Allah. Hal itu sangat menggembirakan hati saudara-saudara di situ. Setibanya di Yerusalem mereka disambut oleh jemaat dan oleh rasul-rasul dan penatua-penatua, lalu mereka menceriterakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan mereka.”

Sebab, seturut yang kita baca di Kisah Para Rasul 15:3, Paulus dan Barnabas pada perjalanan itu sedang menceritakan secara rinci pertobatan bangsa-bangsa lain yang sudah mereka berdua saksikan sebelumnya. Peristiwa yang sudah mereka saksikan ini, kalau kita mengaitkan Kis. 15:2 dengan Gal. 2:1-10, akan terjadi bahkan sebelum mereka berjabat tangan sebagai tanda persekutuan untuk secara resmi pergi ke bangsa-bangsa lain!

  • Pandangan ini mendalilkan bahwa mereka berjabat tangan sebagai tanda persekutuan untuk pergi ke bangsa-bangsa bukan Yahudi pada perjalanan ini.

Jadi, sekali lagi, perjalanan Gal. 2:1-10 lebih baik disamakan dengan Kis. 11:25-30 ketimbang dengan Kis. 15:2.

Keempat, St. Paulus berkata di Gal. 2:2, bahwa pada perjalanan ini, dia membentangkan injilnya dalam percakapan tersendiri/privat dengan orang-orang yang dia temui di Yerusalem untuk memastikan agar dia tidak berusaha dengan percuma. Ini cocok dengan Kis. 11:25-30 yang menyebutkan datangnya Paulus dan Barnabas ke Yudea, namun tidak membeberkan pokok diskusi mereka secara rinci; namanya juga pertemuan tersendiri/privat, seperti yang disebutkan oleh pengarang Kisah Para Rasul, St. Lukas. Sebaliknya, Kisah Para Rasul 15:5 menyajikan suatu debat yang sangat publik di Yerusalem, yang berlangsung sebelum Konsili di Yerusalem. Lantas, sekali lagi perjalanan Gal. 2:1-10, yang melibatkan percakapan privat, lebih baik kalau disamakan dengan Kis. 11:25-30 ketimbang dengan Kis. 15:2 dan selanjutnya.

Kisah Para Rasul 15:4-6 – “Setibanya di Yerusalem mereka disambut oleh jemaat dan oleh rasul-rasul dan penatua-penatua, lalu mereka menceriterakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan mereka. Tetapi beberapa orang dari golongan Farisi, yang telah menjadi percaya, datang dan berkata: ‘Orang-orang bukan Yahudi harus disunat dan diwajibkan untuk menuruti hukum Musa.’ Maka bersidanglah rasul-rasul dan penatua-penatua untuk membicarakan soal itu.”

Kelima, dan ini poin kunci, kalau Gal. 2:1-10 disamakan dengan Kis. 15:2, lantas teguran kepada Kefas di Antiokhia (yang tercatat di Gal. 2:11-14) terjadi setelah Konsili Yerusalem, ketika St. Paulus sudah kembali ke Antiokhia setelah Konsili itu, dan Kefas hadir bersamanya di sana. Ini menghadirkan masalah-masalah besar untuk kronologinya.

Artinya, Konsili Yerusalem sudah berlangsung sebelum St. Paulus menulis surat kepada Jemaat di Galatia. St. Paulus lantas tentu saja sudah tahu tentang keputusan Konsili tersebut, karena dia hadir di sana.

Kisah Para Rasul 15:28-29 - “Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini: kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan.”

Bahkan, St. Paulus dan Barnabas adalah dua orang pembawa keputusan Konsili Yerusalem kepada orang-orang di Antiokhia, seperti yang kita baca di Kisah Para Rasul 15:22-29.

Kisah Para Rasul 15:22-29 - “Maka rasul-rasul dan penatua-penatua beserta seluruh jemaat itu mengambil keputusan untuk memilih dari antara mereka beberapa orang yang akan diutus ke Antiokhia bersama-sama dengan Paulus dan Barnabas … Kepada mereka diserahkan surat yang bunyinya: … kepada saudara-saudara di Antiokhia … yang berasal dari bangsa-bangsa lain … beberapa orang di antara kami, yang tiada mendapat pesan dari kami, telah menggelisahkan dan menggoyangkan hatimu dengan ajaran mereka … kamu harus menjauhkan diri … dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik.”

Namun St. Paulus sama sekali tidak menyebut apa-apa tentang Konsili Yerusalem atau keputusan monumentalnya pada suratnya ini kepada Jemaat di Galatia, meskipun keputusan itu terkait secara langsung pada kontroversi yang dijelaskannya di kitab Galatia dan yang bisa saja dimanfaatkannya!
Itu sama sekali tidak masuk akal, kecuali kitab Galatia serta peristiwa-peristiwa yang diceritakan kitab tersebut (misal., teguran kepada Kefas) berlangsung sebelum Konsili Yerusalem

 Tidak disebutkannya Konsili Yerusalem oleh St. Paulus pada suratnya kepada Jemaat di Galatia kuat mendukung pandangan bahwa kitab Galatia ditulis sebelum Konsili Yerusalem. Dengan demikian, peristiwa-peristiwa yang diceritakan di kitab Galatia (seperti teguran kepada Kefas) haruslah berlangsung sebelum Konsili Yerusalem (yang tercatat di Kis. 15). Sebentar lagi akan kita lihat alasan hal ini begitu signifikan pada topik ini.

Kalau diperkirakan secara masuk akal, teguran kepada Kefas terjadi sekitar tahun 48 M atau 49 M. Konsili Yerusalem diadakan tidak lama setelahnya untuk menanggapi peristiwa ini, kemungkinan di tahun 49 M atau 50 M. Memang benar, ketika menceritakan terjadinya teguran itu, Gal. 2:13 menggambarkan suatu kejadian di Antiokhia, yang timbul akibat Kefas dan kaum Yudaiser. Pada kejadian ini, sekelompok orang menolak makan dengan bangsa-bangsa lain yang dahulunya tidak menaati Hukum Taurat.

Gal. 2:13 – “Dan orang-orang Yahudi yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia [yaitu dengan Kefas], sehingga Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka.”

Kontroversi sebegitu besar tentang perkara makan bersama bangsa-bangsa lain & dan yang melibatkan sebegitu banyak orang ini, masa mungkin sih, terjadi di Antiokhia setelah Gereja mengumumkan keputusannya di Yerusalem tentang cara memperlakukan bangsa-bangsa lain, dan secara khusus mengirim keputusan itu ke Antiokhia? Kemungkinan tidak. Sekali lagi, ini kuat mendukung posisi bahwa teguran kepada Kefas (dan juga ditulisnya surat kepada Jemaat di Galatia) terjadi sebelum Konsili Yerusalem.

Memang benar, sungguh masuk akal bahwa Konsili Yerusalem secara khusus mengirim keputusannya ke Antiokhia bersama Paulus dan Barnabas, karena insiden besar di Antiokhia yang berlangsung sebelum Konsili itu (insiden yang melibatkan Paulus, Barnabas serta teguran Paulus kepada Kefas) adalah alasan berhimpunnya Konsili Yerusalem! Pandangan bahwa St. Paulus menulis kitab Galatia sebelum Konsili Yerusalem, dan bahwa peristiwa-peristiwa yang tercatat di kitab Galatia berlangsung sebelum Konsili itu, sungguh luar biasa pas dengan informasi di kitab Kisah Para Rasul.

Ini juga membuat hampir pasti bahwa Kefas di Gal. 2 bukan Rasul Petrus, seperti yang akan kita lihat. Supaya jelas dan gampang dimengerti, coba kita secara singkat merangkum poin-poin kunci dari kronologi yang sedang kami sajikan ini:

  1. Paulus di kitab Galatia tidak menyebut Konsili Yerusalem, karena kitab Galatia ditulis sebelum berlangsungnya konsili itu. Oleh sebab itu, peristiwa-peristiwa yang diceritakan di kitab Galatia (termasuk teguran kepada Kefas) terjadi sebelum Konsili tersebut.
  2. 2:1-10 (yang menurut kitab Galatia, adalah perjalanan kedua Paulus ke Yerusalem setelah dia bertobat) seharusnya dikaitkan dengan Kis. 11:25-30. Ini didukung oleh banyak alasan persuasif. Dan peristiwa di Kis. 11:25-30 terjadi sebelum berlangsungnya Konsili Yerusalem yang tercatat di Kis. 15.
  3. Kita tahu bahwa sesudah perjalanan kedua ke Yerusalem ini, (yakni, setelah Kis. 11:25-30), Paulus dan Barnabas kembali ke Antiokhia setidak-tidaknya dua kali lagi sebelum berlangsungnya Konsili. Lihatlah Kis. 13:1 dan Kis. 14:26. Karena Kefas ditegur ketika Paulus sudah kembali di Antiokhia setelah perjalanan kedua ke Yerusalem, yaitu setelah Kis. 11:25-30, dan teguran itu diberikan sebelum Konsili Yerusalem di Kis. 15, lantas masuk akal bahwa teguran kepada Kefas terjadi sewaktu Paulus sudah kembali di Antiokhia, entah di Kis. 13:1 atau di Kis. 14:26 (dengan peristiwa itu kemungkinan terjadi saat Paulus sudah kembali di Antiokhia, seperti tercatat di Kis. 14:26). Itu akan menempatkan insiden tersebut sebelum (dan kemungkinan besar tidak lama sebelum) Konsili Yerusalem (yang tercatat di Kis. 15).
  4. Perjalanan Paulus dan Barnabas ke Yerusalem di Kis. 15:2 karena itu adalah perjalanan ketiga ke Yerusalem yang ditempuh St. Paulus setelah pertobatannya, suatu perjalanan yang tidak tercatat di kitab Galatia, sebab kitab Galatia ditulis sebelum berlangsungnya perjalanan tersebut.

Perjalanan Paulus dan Barnabas untuk Konsili Yerusalem di Kis. 15:2 ini, dengan tujuan menyelesaikan perselisihan yang pecah dengan kaum Yudaiser di Antiokhia, karena itu terjadi setelah ditegurnya Kefas di Antiokhia.

Memang benar, perjalanan Kisah Para Rasul 15:2 hampir pasti ditempuh oleh Paulus dan Barnabas sebagai tanggapan langsung terhadap teguran Paulus kepada Kefas serta terhadap kontroversi seputar itu yang terjadi di Antiokhia. Perhatikan betapa pasnya analisis ini dengan data Kitab Suci di Kisah Rasul 15:1-2, yang menceritakan kita alasan Paulus dan Barnabas datang ke Yerusalem pada kesempatan ini.

Kis. 15:1-2 – “Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia [lihat Kis. 14:26] dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: ‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.’ Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu.”

Ini tepat berkenaan dengan kronologi yang kami sajikan. Menurut Kis. 15:1-2, akibat kaum Yudaiser yang datang dari Yudea ke Antiokhia (bercocokkan dengan Gal. 2:11-12), terjadilah perselisihan dan debat yang cukup besar di Antiokhia (bercocokkan dengan Gal. 2:11-14).

 Gal. 2:11-14  - “Tetapi waktu Kefas [Κηφᾶς] datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah. Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat. Dan orang-orang Yahudi yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia [Kefas], sehingga Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka. Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas [Κηφᾶς] di hadapan mereka semua ....”

“Perselisihan dan debat yang cukup besar” dengan kaum Yudaiser di Antiokhia itu, kami ajukan sebagai insiden yang diceritakan di Gal. 2:11-14 – suatu peristiwa yang mencakup St. Paulus menegur Kefas secara publik. Konsekuensi dari insiden di Antiokhia itu adalah Paulus dan Barnabas ditugaskan ke Yerusalem menemui para Rasul agar kontroversi dengan kaum Yudaiser itu diselesaikan. Orang mungkin mengajukan suatu penolakan kecil, dengan berkata bahwa menurut Kis. 15:2, Paulus & Barnabas melawan dan berdebat cukup keras dengan mereka, namun menurut Gal. 2:13, Barnabas bahkan turut terseret oleh kaum Yudaiser itu.

Tetapi, itu bisa saja dijelaskan dengan mudah. Barnabas mungkin pertama-tama berdebat dengan kaum Yudaiser lalu dia disesatkan, dan baru kemudian diluruskan oleh St. Paulus kepada praktik yang benar. Atau setelah Paulus menegur Kefas, bisa saja Barnabas bergabung dengan kubu Paulus pada debat dengan kaum Yudaiser. Perbedaan kecil antara cerita St. Lukas di Kisah Para Rasul dan cerita St. Paulus di kitab Galatia ini bisa dijelaskan dengan cukup mudah. Tetapi, pandangan alternatif kronologi itu yang menyatakan bahwa perjalanan di Kis. 15:2 ini bukanlah respons terhadap teguran kepada Kefas di Antiokhia, namun adalah peristiwa pendahulunya, tidak bisa dijelaskan secara meyakinkan.

Sebab, umpamanya anda berkata bahwa perjalanan Kis. 15:2 ke Yerusalem ini bukanlah respons terhadap teguran kepada Kefas serta kontroversi seputarnya dengan kaum Yudaiser di Antiokhia, meskipun ayat itu memberi tahu kita bahwa Paulus & Barnabas melakukan perjalanan ini setelah perdebatan di Antiokhia dengan kaum Yudaiser, lantas anda harus mendalilkan adanya perdebatan besar di Antiokhia yang melibatkan kaum Yudaiser sebelum Konsili Yerusalem, dan kemudian adanya suatu perdebatan besar lain yang terpisah di Antiokhia yang melibatkan kaum Yudaiser setelah Konsili Yerusalem, saat Paulus menegur Kefas. Anda juga harus percaya bahwa kedua perdebatan (maksudnya, yang satu sebelum Konsili dan yang lain setelah Konsili) melibatkan Paulus dan Barnabas, dan diprovokasi oleh orang-orang yang datang dari Yudea ke Antiokhia. Pandangan ini luar biasa kecil kemungkinannya.

Jadi, pernyataan di Kis. 15:2 bahwa Paulus dan Barnabas melakukan perjalanan ke Yerusalem ini sebagai respons terhadap perdebatan besar dengan kaum Yudaiser di Antiokhia, menghadirkan bukti lain yang kuat bagi kronologi yang sudah kami sajikan, yaitu bahwa Paulus dan Barnabas kembali di Antiokhia pada Kis. 13:1 atau Kis. 14:26, dan kontroversi besar dengan kaum Yudaiser, termasuk teguran publik kepada Kefas, terjadi di sana sebelum berlangsungnya Konsili Yerusalem. Akibat insiden di Antiokhia itu, Paulus dan Barnabas ditugaskan ke Yerusalem menemui para Rasul untuk menyelesaikan permasalahannya, seperti yang kita baca di Kis. 15:2.

Kisah Para Rasul 13:1-2 – “Pada waktu itu dalam jemaat di Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar ... berkatalah Roh Kudus: ‘Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.’”

Kisah Para Rasul 14:26 – “Dari situ berlayarlah mereka ke Antiokhia; di tempat itulah mereka dahulu diserahkan kepada kasih karunia Allah untuk memulai pekerjaan, yang telah mereka selesaikan.”

Sekarang, berikut alasan semuanya ini membuat hampir 100% pasti bahwa Kefas di Gal 2:11-14 bukan Rasul Petrus.

Di Kis. 15:1, para pihak penyebab kontroversi di Antiokhia disebut sebagai “beberapa orang”. Nama-nama mereka tidak diberikan. Namun kalau Kefas adalah Rasul Petrus, dan kalau Kefas secara terbuka melakukan Yudaisasi di Antiokhia sebelum Konsili Yerusalem, lantas Petrus sendiri (pemimpin para Rasul) bersekutu dengan/atau ada di kalangan orang-orang yang menyebabkan kontroversi serta masalah di Antiokhia itu.

Masa mungkin sih, St. Lukas (pengarang kitab Kisah Para Rasul) tidak menyebutkan bahwa Petrus terlibat secara pribadi dalam perdebatan besar ini, namun hanya menyebut para pembuat ulah itu semata-mata dengan sebutan beberapa orang saja? Tidak, kemungkinan tidak, apalagi St. Lukas sering kali menyebut Petrus di Kisah Para Rasul dan menceritakan aktivitasnya secara rinci, termasuk di bab yang persis sama (Kis. 15)

Lukas juga secara eksplisit menyebutkan bahwa Paulus dan Barnabas terlibat dalam perdebatan di Antiokhia ini. Jadi, seandainya Petrus terlibat pada perdebatan ini, yang masuk akal adalah cerita St. Lukas akan menyebutkan keikutsertaan Petrus. Dalam kata lain, kami sudah menyajikan suatu kasus yang luar biasa bahwa perdebatan di Antiokhia yang diceritakan di Kis. 15:2 adalah cerita lain tentang perdebatan di Antiokhia yang dikisahkan di Gal. 2:11-14.

Dan di Kis. 15:1-2, Lukas sama sekali tidak berkata apa-apa soal Petrus terlibat dalam perdebatan di Antiokhia, meskipun dia berbicara tentang Petrus secara rinci dalam bab yang persis sama sehubungan Konsili Yerusalem. Itu kuat mendukung posisi bahwa Petrus tidak terlibat dalam perdebatan di Antiokhia, suatu perdebatan yang pihak provokatornya disebut oleh Lukas sebagai “beberapa orang”.

Kis. 15:9-11 – “ ... dan Ia [Allah] sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman. Kalau demikian, mengapa kamu mau mencobai Allah dengan meletakkan pada tengkuk murid-murid itu suatu kuk, yang tidak dapat dipikul, baik oleh nenek moyang kita maupun oleh kita sendiri? Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga.”

Kedua, dan ini bukti yang lebih kuat lagi, Kisah Para Rasul 15:2 memberi tahu kita bahwa akibat kontroversi dengan kaum Yudaiser di Antiokhia,

Kis. 15:1-2 – “Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia [lihat Kis. 14:26] dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: ‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.’ Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu.”

Coba dipikirkan baik-baik.

Umpamanya Kefas adalah Rasul Petrus, lantas Petrus terlibat dalam menimbulkan kontroversi itu di Antiokhia. Lantas, demi bertemu para Rasul dan membereskan perkara itu, buat apa Paulus dan Barnabas perlu meninggalkan Antiokhia untuk pergi ke Yerusalem? Toh, rasul kepalanya sudah ada di Antiokhia juga. Tidak masuk akal. Dalam kata lain, Rasul Petrus diduga menimbulkan perkara di Antiokhia, jadi Paulus dan Barnabas ditugaskan pergi ke Yerusalem untuk bertemu Petrus serta para Rasul demi menyelesaikan perkara itu! Tidak masuk akal. Ini membuat hampir 100% pasti bahwa Kefas di Gal. 2 bukan Petrus.

Terlebih, coba pertimbangkan betapa tidak sinkronnya seluruh suasana di Konsili Yerusalem di Kis. 15, seandainya Kefas di Gal. 2 adalah Rasul Petrus pada skenario ini.

Petrus disangka baru-baru itu terlibat menciptakan masalah soal bangsa-bangsa lain di Antiokhia, dan karena itu dia ditegur oleh St. Paulus secara publik. Kemudian, Paulus dan Barnabas ditugaskan menemui para Rasul di Yerusalem untuk mendapat jawaban. Ke mana, kepada siapa, coba tebak? Yang berbicara di urutan pertama tentang seluruh perkara itu untuk memberi jawabannya saja adalah Petrus; Petrus juga yang menyebabkan seluruh umat terdiam; dan berkata bahwa Allah memilih perantaraan mulutnya sehubungan bangsa-bangsa lain. Itu semua sama sekali tidak pas dengan posisi bahwa Petrus terlibat dengan masalah di Antiokhia.

Waktu semua poin ini digabungkan dengan:

  1. perubahan rujukan pada manuskrip-manuskrip dari Πέτρος (Petros) menjadi Κηφᾶς (Kefas) mulai dari Gal. 2:9;
  2. petunjuk-petunjuk kontekstual;
  3. bukti dari Gereja perdana bahwa Kefas di Gal. 2:11 bukan St. Petrus; dan
  4. tingkah laku St. Petrus di Kisah Para Rasul (yang sama sekali tidak konsisten dengan berkompromi dengan kaum Yudaiser), dan memang, di Kis. 11 dia berbuat berlawanan dengan yang dilakukan Kefas di Gal. 2 …

… kesimpulan yang bisa ditarik adalah Kefas di Gal. 2 bukan St. Petrus.

Kis. 11:3 - “Engkau telah masuk ke rumah orang-orang yang tidak bersunat dan makan bersama-sama dengan mereka.”

Kisah Para Rasul 11:4-18 - “ … Petrus menjelaskan … aku melihat suatu penglihatan … Lalu kata Roh kepadaku: Pergi bersama mereka dengan tidak bimbang! ... Ketika mereka mendengar hal itu, mereka menjadi tenang, lalu memuliakan Allah ....”

Lebih lanjut, pandangan bahwa Kefas di Gal. 2 adalah St. Petrus, suatu pandangan yang kami anggap salah, oleh video ini telah dibuktikan sebagai asumsi belaka. Pandangan itu tidak bisa dibuktikan dan karena itu sama sekali tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk kesimpulan teologis anti-Kepausan. Dan seperti yang sudah kita lihat, ada argumen yang sangat kuat melawan pandangan tersebut.

Fakta bahwa ada begitu banyak orang yang menurut kami percaya secara salah, bahwa St. Petrus adalah orang yang dideskripsikan di Gal. 2:11-14, menurut pandangan kami adalah contoh bagaimana Allah membiarkan orang mengambil posisi-posisi teologis yang salah.

Oleh sebab itu, orang tidak pernah boleh menyimpang dari kesaksian jelas Kitab Suci dan Gereja soal Kepausan atau perkara lainnya; hanya semata karena orang itu mungkin punya pertanyaan yang belum terjawab atau menanti-nanti sesuatu dijelaskan dengan cara yang lain atau dengan lebih jelas. Selalu ada jawaban yang sungguh konsisten dengan iman Kristiani yang satu dan sejati: iman Katolik tradisional, iman yang di luarnya tidak terdapat keselamatan, dan yang sungguh konsisten dengan data Kitab Suci.

SHOW MORE