Gregorius Palamas dari “Ortodoks” Yunani Bukan Santo & Dia Dikutuk Sebelum Vatikan II
Agustus 26, 2025
SUPPORT
Copy Link
https://endtimes.video/id/palamas-ortodoks-yunani-bukan-santo/
Copy Embed
vatikankatolik.id - Saluran dalam Bahasa Indonesia

| |

Bruder Peter Dimond, OSB

Kami sudah memproduksi video-video yang membantah “Ortodoksi” Timur serta doktrin sesatnya yang dikenal sebagai Palamisme. Palamisme adalah gagasan bidah bahwa dalam diri Allah, ada perbedaan riil antara esensi-Nya dan “energi-energi tak tercipta”-Nya. Gagasan ini berasal dari Gregorius Palamas dan perkara tersebut dibahas dalam video-video kami. Palamas dianggap sebagai seorang santo di kalangan berbagai sekte “Ortodoks” Timur, namun Gereja sejati, yakni Gereja Katolik, tidak menganggap Palamas santo, seperti yang akan kita lihat. Palamas sayangnya seorang bidah.

 Karena beberapa orang masih salah mengira bahwa agama Katolik kompatibel dengan Palamisme, dan bahkan bahwa orang Katolik boleh menghormati Gregorius Palamas sebagai seorang santo, saya ingin menunjukkan dalam video ini bahwa penghormatan kepada Palamas sudah dilarang sebelum Vatikan II. Ingin saya kutip pula berbagai teolog pra-Vatikan II yang mengenali dan mencela Palamisme, sama seperti kami, layaknya suatu bidah harus dicela sebagaimana adanya.

 Romo Joseph Pohle, wafat di tahun 1922, adalah anggota fakultas pendiri The Catholic University of America (Universitas Katolik Amerika). Ia juga berkontribusi pada The Catholic Encyclopedia (Ensiklopedia Katolik). Ia membuat banyak karya tulis yang terbit dengan imprimatur sebelum Vatikan II. Buku panduan teologinya digunakan di banyak seminari. Kami bukannya berkata bahwa Pohle itu infalibel atau benar dalam segala sesuatu, dia tidak demikian. Namun, dia itu terpelajar dan sungguh-sungguh benar pada perkara ini. Berikut yang dia katakan tentang kaum Palamit “Ortodoks” Timur serta tentang doktrin mereka.

Dia secara benar menyebut kaum Palamit sebagai kaum bidah. Berikut petikan dari karyanya tentang Sifat Allah yang Dapat Diketahui, Esensi dan Atribut-Atribut-Nya. Karya ini diberi imprimatur pada tahun 1910:

Romo Joseph Pohle, God:  His Knowability, Essence, And Attributes, A Dogmatic Treatise [Allah: Sifat-Nya yang Dapat Diketahui, Esensi-Nya dan Atribut-Atribut-Nya, Risalah Dogmatis], Imprimatur 1910:

“Dua abad kemudian, di kalangan Yunani skismatis, muncullah bidah kaum Palamit – yang disebut demikian karena nama penciptanya, Gregorius Palamos [Palamas]. Bidah ini tanpa rasa malu diproklamasikan sebagai suatu dogma skismatis oleh dua buah sinode Konstantinopel (1341 dan 1347 M). Wujud termurni kesalahan Palamit boleh dinyatakan seperti ini: Antara esensi (οὐσία) [baca: ousia] Allah dan aktivitas (ἐνέργεια) [baca: energeia] Allah, ada perbedaan riil, sebab aktivitas-Nya ini terpancar dari esensi-Nya sebagai sesuatu yang inferior, namun dalam suatu makna tertentu tetap merupakan keilahian (Θεότης).

[Menurut mereka,] Berbagai macam atribut Allah hanya semata-mata pancaran-pancaran Esensi Ilahi. Pancaran-pancaran itu istilahnya memadat dengan mengambil rupa suatu cahaya tak tercipta namun kasatmata, yang dilihat oleh Orang-Orang Terberkati di Surga melalui penglihatan badaniah. Cahaya ini sama dengan yang dilihat para murid di Gunung Tabor. Di bumi ini, nikmat surgawi tersebut hanya mungkin terjadi per anticipationem [melalui antisipasi], sebagai buah mati raga berat, di dalam ἡσυχία [ketenangan/kesunyian], yakni istirahat yang diperoleh dari doa kontemplatif.

Dari situlah asal nama Hesikhas; dari situ jugalah julukan menghina … Umbilikan, yang disematkan pada kaum bidah ini oleh Barlaam yang terpelajar, Kepala Biara Juru Selamat Suci di Konstantinopel. Selain antara Hipostasis-Hipostasis [Pribadi-Pribadi] Ilahi, tidak boleh diakui adanya perbedaan riil dalam Ketuhanan, sebab seandainya di dalam Ketuhanan, ada perbedaan riil macam apa pun, Esensi Ilahi akan terdiri dari bagian-bagian yang berbeda, suatu kemustahilan. St. Bernardus dari Clairvaux dengan benar menelusuri pandangan yang salah ini sampai ke politeisme ....”

Pada bagian lain, Pohle menyebutkan hal berikut:

“ … bidah kaum Palamit dari abad keempat belas, yang menyatakan bahwa atribut-atribut ilahi dapat dilihat secara terpisah dari Substansi ilahi dalam rupa ‘jubah cahaya’ yang membungkus Ketuhanan.”

Seperti yang bisa kita lihat, Pohle mengartikulasikan posisi yang sama seperti posisi kami: yaitu Palamisme adalah bidah, dan bahwa Palamas adalah seorang bidah. Meski para pendukung Palamisme mencoba menyangkal hal berikut ini, Palamisme setara mengajarkan bahwa Allah bersifat komposit. Itu logisnya berbuntut Politeisme. Bahwa Palamisme setara mengajarkan bahwa Allah bersifat komposit (suatu pandangan yang bersifat bidah) jelas bagi siapa saja yang jujur dan akrab serta setia dengan ajaran Katolik pada perkara ini, dan akrab dengan Palamisme. Siapa saja yang memberi tahu anda bahwa Palamisme selaras dengan agama Katolik entah tidak tahu yang sedang dia katakan, atau tidak jujur dan berkompromi.

Seorang teolog pra-Vatikan II lainnya yang mengakui bahwa Palamisme adalah bidah, adalah Romo Martin Jugie, A.A. (1878-1954). Ia ini adalah salah satu orang paling terpelajar pada zamannya soal perkara-perkara yang menyangkut Ortodoksi Timur dan Palamisme. Ia merupakan profesor teologi dogmatis di Institut Oriental Kepausan di Roma, dari tahun 1917-1952.  Jugie menganggap Palamas sebagai seorang pembaru yang bidah. Ujarnya:

“Tidak terpungkiri bahwa sistem Palamas merupakan kebaruan dalam sejarah teologi Bizantina.” - Romo Martin Jugie, (dikutip dalam Gregory Palamas and the Making of Palamism in the Modern Age [Gregorius Palamas dan Terciptanya Palamisme di Zaman Modern], oleh Norman Russel, Oxford Univ. Press, 2019)

Jugie berkata bahwa Palamisme “sungguh merusak gagasan tentang Allah”, dan berujung pada

“kesalahan-kesalahan monster”. (Romo Martin Jugie, “Gregory Palamas” [“Gregorius Palamas”], Dictionnaire de Théologie Catholique (dikutip dalam Modern Orthodox Theology, Paul Ladouceur, Bab 5))

 Norman Russell, pengarang buku Gregory Palamas and The Making of Palamism in the Modern Age, menyebut posisi Romo Jugie soal Palamas, sebagai pandangan Katolik yang dominan pada waktu itu. Jadi, posisi Katolik yang dominan sebelum Vatikan II menganggap Palamisme sebagai kebaruan bidah dan doktrin sesat monster. Jugie juga bercerita tentang kaum Palamit dari abad XIV dan XV. Ujarnya, orang-orang ini

“membayangkan Allah secara antropomorfik [yakni, memiliki atribut-atribut manusia], dan menempatkannya dalam komposisi metafisika yang terdiri … dari substansi dan aksiden.” (Romo Martin Jugie, “The Palamite Controversy” [“Kontroversi Palamit”], Dictionnaire de Théologie Catholique (terjemahan: Peter Gilbert, https://bekkos.wordpress.com))

 Karena Palamisme begitu jelasnya berlawanan dengan kebenaran Kristiani tentang Allah, Jugie percaya bahwa cara ampuh untuk membuktikan bahwa Ortodoksi Timur merupakan agama sesat adalah dengan menganalisis Palamisme. Dan dia memang benar. Orang-orang perlu berkonversi menganut iman Kristus yang satu dan sejati, iman Katolik tradisional, demi beroleh keselamatan.

Jugie juga mencatat bahwa:

“Awal mula Palamisme bisa didapati dalam mistikisme palsu yang mulai merembes ke dalam monastisisme Bizantina kira-kira sekitar waktu Gereja Bizantina sendiri mematahkan mata rantai terakhir yang dahulu menghubungkannya dengan Gereja Roma ....” (Romo Martin Jugie, “The Palamite Controversy” [“Kontroversi Palamit”], Dictionnaire de Théologie Catholique (terjemahan: Peter Gilbert, ibid.))

Gregorius Palamas mereka doktrin sesat tentang Allah, demi menyesuaikan Allah dengan mistikisme palsunya serta kecongkakan dirinya.

Ada beberapa kaum bidah liberal yang mengklaim bahwa Palamas tidak mengajarkan adanya perbedaan riil dalam diri Allah antara esensi dan energi-energi, namun hanya perbedaan formal yang diajarkan oleh Skotus. Itu omong kosong. Harap dicatat, ya: saya bukannya mendukung pembedaan formal yang diajarkan oleh Skotus. Saya hanya semata-mata menyatakan bahwa Palamas melangkah jauh melampaui pembedaan formal Skotus, ketika sedang mengartikulasikan posisi kebaruannya itu.

Seperti yang disadari secara benar oleh Pohle, Jugie dan lain-lain, Palamas mengajarkan perbedaan riil dalam diri Allah sendiri, antara esensi dan energi-energi-Nya, dan itu setara bidah bahwa Allah bersifat komposit (seperti yang sudah kami tunjukkan dalam video-video kami yang lain). Setiap orang jujur yang membaca Triade atau 150 Pasal Palamas, dan tahu apa itu perbedaan riil, akan melihat bahwa Palamas mengajarkan adanya perbedaan riil dalam diri Allah antara esensi dan energi-energi-Nya.

“ … energi Allah … tidak tercipta dan bukanlah esensi-Nya ....” – Bab 82

“ ... energi ilahi berbeda dengan esensi ilahi, sebab energi-Nya menghasilkan hal lain yang tidak identik dengan pangkalnya.” – Bab 142

“ … energi-Nya dalam banyak cara berbeda dengan esensi ilahi.” – Bab 143

Gregorius Palamas, Seratus Lima Puluh Pasal

 Bahkan, pada poin ini, Profesor Simeon Vailhé dari Konstantinopel, menyatakan dalam sebuah artikel di tahun 1909 yang terbit di Catholic Encyclopedia, bahwa Palamas “menganut pandangan bahwa dalam diri Allah, ada perbedaan riil antara Esensi Ilahi dan atribut-atribut-Nya, dan Palamas menganggap rahmat sebagai salah satu propria Ilahi, dengan demikian menjadikannya sebagai sesuatu yang tak tercipta dan tak terbatas. Kesalahan-kesalahan monster ini dicela oleh Barlaam orang Kalabria ....” (Siméon Vailhé, The Catholic Encyclopedia [Ensiklopedia Katolik], “Greek Church” [“Gereja Yunani”], 1909)

 Pengarang yang sama dalam artikel Catholic Encyclopedia yang sama itu juga, lalu berkata bahwa:

“Konflik-nya bermula di tahun 1338 dan baru berakhir pada tahun 1368, dengan dikanonisasinya Palamas secara khidmat [yakni, oleh kaum skismatis Timur] dan diakuinya bidah-bidah Palamas secara resmi. Ia dideklarasikan sebagai ‘doktor suci’ dan ‘salah satu dari para Bapa Gereja teragung’, dan karya-karya tulisnya diproklamasikan sebagai ‘panduan infalibel Iman Kristiani’. Tiga puluh tahun berisi kontroversi tiada henti dan konsili-konsili sarat pertentangan berakhir dengan kebangkitan politeisme.” (Siméon Vailhé, The Catholic Encyclopedia [Ensiklopedia Katolik], “Greek Church” [“Gereja Yunani”], 1909)

Maka artikel Catholic Encyclopedia tahun 1909 ini dengan benar mengidentifikasi Palamisme sebagai bidah, kesalahan monster dan pandangan yang berujung pada politeisme. Sang pengarang juga mencatat bahwa doktrin-doktrin sesat Palamisme diakui secara resmi oleh sekte-sekte skismatis Timur itu, suatu bukti lain yang jelas bahwa sekte-sekte itu bukan Gereja sejati.

Berikut kutipan menarik dari seorang penulis Ortodoks Timur, yang merangkum beberapa perlawanan pra-Vatikan II terhadap Palamas.

Imam Yesuit François Richard menerjemahkan karyanya ke dalam bahasa Yunani … di dalamnya, ia menuduh Palamas atas bidah. Didesaknya orang-orang Kristen Ortodoks agar membakar Triadenya [karya Palamas] dan juga Ibadat kepada Palamas … Di tahun 1635, Denis Pétau menyebut ajaran-ajaran Palamas doktrin-doktrin konyol … dan dari antara mereka yang setuju dengannya, terdapat orang-orang berhaluan Latin dan kaum Uniat … Sementara itu, para siswa Yunani Kolese St. Atanasius di Roma didesak agar menganatema Para Kudus Gereja Ortodoks yang anti-Latin, seperti Palamas.”

  • John Sanidopoulos, Gregory Palamas in Eastern and Western Theological Thought: A Summary [Gregorius Palamas dalam Pemikiran Teologis Timur dan Barat: Sebuah Rangkuman]

 Denis Pétau (Dionisius Petavius), yang menyebut ajaran-ajaran Palamas sebagai doktrin-doktrin konyol, dikatakan oleh Catholic Encyclopedia (Ensiklopedia Katolik) sebagai salah seorang teolog paling terkemuka di abad ke-17. Kutukan-kutukan terhadap Palamisme yang dinyatakan oleh para teolog pra-Vatikan II ini seharusnya tidak mengejutkan, ketika anda mempertimbangkan bahwa Palamas, bersama doktrin-doktrin konyolnya yang lain, mengajarkan adanya beberapa energi yang punya permulaan, namun tetap tak tercipta.

Gregorius Palamas, Triade:
“ … dari pihak kita, kita tahu bahwa meskipun semua energi Allah tak tercipta, tidak semuanya tak berawal.”

Ini jelas-jelas bidah; karena, setiap orang Kristen harus percaya dan mengakui bahwa segala sesuatu yang mulai ada itu diciptakan dan bahwa Allah tidak bisa berubah di dalam keilahian-Nya.

Konsili Nicea, 325, Kanon Dogmatis:
“Dan bagi mereka yang berkata bahwa ada suatu kala ketika Ia [Putra Allah] tidak ada, atau bahwa sebelum diri-Nya dilahirkan Ia tidak ada, atau bahwa Ia dijadikan dari hal-hal yang dahulunya tidak ada, atau bahwa hakikat atau esensi-Nya berbeda [dari Bapa] atau bahwa Ia adalah ciptaan, atau mereka yang menyatakan diri-Nya dapat mengalami alterasi atau perubahan, Gereja Katolik dan Apostolik menganatemakan mereka.”

Kalau Allah mulai mempunyai energi-energi baru tak tercipta, lantas Allah tidak bersifat imutabel secara mutlak di dalam keilahian-Nya. Namun konsili-konsili menyatakan bahwa Allah bersifat imutabel dalam keilahian-Nya.

Konsili Efesus, Surat III St. Sirilus kepada Nestorius, 431:

“Kita tidak berkata bahwa daging-Nya berubah menjadi kodrat Ketuhanan atau bahwa Sabda Allah yang tak terungkapkan itu berubah menjadi kodrat daging. Sebab Dia (sang Sabda) tidak dapat teralterasi dan sama sekali tidak dapat berubah dan senantiasa sama adanya sebagaimana yang dikatakan Kitab Suci.”

Coba anda baca Konsili Nicea, Efesus atau Kalsedon atau St. Atanasius, dan akan anda temukan bahwa segala sesuatu yang berubah itu diciptakan, berlawanan dengan pernyataan bidah Palamas.

Surat St. Sirilus kepada Yohanes dari Antiokhia, yang diterima oleh Konsili Kalsedon, 451:
“ … mereka sangat gila kalau mengandaikan bahwa ‘bayangan perubahan’ dapat dibayangkan sehubungan kodrat ilahi sang Sabda. Sebab Ia senantiasa tetap merupakan diri-Nya sendiri dan belum pernah berubah, tidak juga Ia pernah bisa berubah, tidak juga Ia mampu berubah.”

St. Atanasius, Diskursus I Melawan Kaum Arian, Bab 10, #36, 356 M:
“Sebab … dalam memaknai … bahwa kodrat segala sesuatu yang … tercipta dan dapat teralterasi dan berubah, namun mengecualikan Putra dari hal-hal ini … Kitab Suci … mengajarkan bahwa diri-Nya mengubah segala sesuatu yang lain, dan Ia sendiri tidak berubah.”

Kalau anda membela ajaran Palamas yang jelas-jelas bidah, bahwa ada energi-energi tertentu yang bermula namun tetap tak tercipta, yang dia tuangkan lebih dari satu kali dalam Triade, lantas anda benar-benar orang bodoh dan bidah. Palamas juga mengajarkan bahwa yang disebut-sebut “energi-energi tak tercipta”, dilampaui dan dilebihi secara tak terhingga oleh esensi ilahi. Lantas jelas bahwa “energi-energi” dan esensi ilahi yang mereka sebut itu tidak mungkin Allah yang sama.

Ada kutipan-kutipan lain yang bisa kami sajikan, namun yang sudah kami sediakan ini seharusnya cukup untuk menunjukkan orang bahwa orang-orang sebelum Vatikan II yang akrab dengan perkara-perkara ini dan setia dengan ajaran Katolik setidak-tidaknya soal doktrin Allah, mengakui dengan benar bahwa Palamisme adalah bidah.

Meski demikian, bagaimana persoalannya dengan fakta bahwa pada periode pasca-Vatikan II, Palamas dihormati sebagai santo oleh beberapa orang yang mengaku Uniat (maksudnya, orang-orang tertentu yang mengaku diri anggota gereja-gereja Ritus Timur yang mengaku bersekutu dengan Roma)? Itu praktik Sekte Vatikan II, yang bukan Gereja Katolik sejati, seperti yang dibahas dengan rinci dalam materi kami. Perlu diketahui bahwa Palamas dulu dihormati oleh kaum skismatis Timur tertentu tidak lama setelah kematiannya. Ketika beberapa kelompok skismatis Timur itu berkonversi menjadi Katolik, mereka sayangnya tidak membuang penghormatan kepada si bidah Palamas itu dari kalender-kalender mereka. Namun, pada tahun 1720, diadakanlah sebuah sinode provinsial penting dari Gereja Uniat yang disebut Sinode Zamość / Sinode Zamostia.

Dekret-dekret Sinode Zamość dari tahun 1720 ini diteguhkan oleh Paus Benediktus XIII dalam sebuah konstitusi apostolik, seperti yang diutarakan oleh Paus Pius XII dalam surat ensikliknya di tahun 1945 tentang bangsa Rutenia.

Paus Pius XII, Orientales Omnes Ecclesias (#18), 23 Des. 1945:
“ … pada tahun 1720, uskup metropolitan serta para uskup lain Gereja Rutenia bertemu pada konsili di Zamość demi dengan semampu-mampu mereka dan melalui kebijakan bersama, menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang kian meningkat dari para umat beriman; dari dekret-dekret konsili ini – yang diteguhkan oleh pendahulu Kami, Benediktus XIII, di dalam Konstitusi Apostolik Apostolatus officium tertanggal 19 Juli 1724 – muncullah faedah yang tiada kecil adanya bagi komunitas Rutenia.”

Dan ternyata, sinode Uniat Zamość ini menghapus penghormatan kepada Gregorius Palamas dan bahkan melarang penyebutan namanya. Seorang penulis “Ortodoks” Timur, ketika menulis soal Ritus Timur Rutenia pada abad ke-16 dan ke-18, mencatat hal berikut:

“Konsili Zamość (1720) mendekretkan agar penghormatan dan bahkan penyebutan nama ... Gregorius [Palamas] dilarang dalam Gereja Uniat.”

- Maria Takala-Roszczenko, The 'Latin' within the 'Greek': The Feast of the Holy Eucharist in the Context of Ruthenian Eastern Rite Liturgical Evolution in the 16th-18th Centuries [“Latin” dalam “Yunani”: Pesta Ekaristi Kudus dalam Konteks Evolusi Liturgis Ritus Timur Rutenia di Abad ke-16 dan ke-18], hal. 92.

Seperti itulah pendapat Gereja Katolik sejati tentang Palamas: yakni Palamas adalah seorang bidah, bukan santo. Hanya ketika sudah tahun 1970-an lah, menyusul Vatikan II dan di bawah Anti-Paus Paulus VI, penghormatan kepada Gregorius Palamas, yang tadinya sudah dengan benar dikutuk oleh orang-orang Katolik pra-Vatikan II, dipulihkan bagi beberapa kalangan yang menggunakan buku-buku liturgis Ritus Timur.

Karena Sekte Vatikan II bukanlah Gereja Katolik, dan Paulus VI adalah seorang Anti-Paus yang secara terbuka bidah, seperti yang dibahas dengan rinci oleh materi kami, dipulihkannya penghormatan kepada Gregorius Palamas setelah Vatikan II tentunya sama sekali tidak valid bagi orang-orang Katolik sejati. Kenyataan bahwa Sekte Vatikan II menghormati si bidah Palamas, dan Anti-Paus Yohanes Paulus II secara khusus memuji Palamas sebagai santo, hanyalah salah satu contoh lain bagaimana Sekte Vatikan II bukanlah Gereja Katolik sejati, melainkan Kontra-Gereja akhir zaman yang sudah dinubuatkan, Pelacur Babel. Yang sedang terjadi di Roma sekarang adalah penggenapan nubuat-nubuat akhir zaman tentang Binatang Kitab Wahyu dan Pelacur Babel.

Kami berencana membuat lebih banyak video lain yang membahas berbagai aspek lain pada topik ini, namun harap tonton video-video kami sebelumnya, yang memberi bantahan secara jelas terhadap Palamisme. Salah satu hal yang kami tunjukkan dalam sebuah video yang lalu, adalah surat-surat Paus St. Agato, yang diterima pada Konsili Konstantinopel III, meremukkan Palamisme. Pada surat St. Agato kepada Kaisar, Sri Paus mengajarkan bahwa segala sesuatu yang dinyatakan secara esensi tentang Tritunggal, seperti kehendak, aktivitas/energi, kuasa, kemuliaan, dsb., mengacu kepada kodrat tunggal Allah.

Paus St. Agato, Surat kepada Kaisar, Konsili Konstantinopel III:
“Dan segala sesuatu yang dinyatakan secara esensi tentang Tritunggal Mahakudus yang sama itu, hendaklah kita memahaminya dalam jumlah tunggal, sebagai sesuatu yang mengacu kepada satu kodrat milik tiga pribadi sehakikat, sebab hal ini telah diajarkan oleh akal biasa.”

 “ ... kami mengakui bahwa Tritunggal Mahakudus yang tak terpisahkan, yakni Bapa, Putra dan Roh Kudus, adalah satu ilah dengan satu kodrat dan hakikat atau esensi, dengan demikian kami mengakui diri-Nya memiliki satu kehendak, daya, aktivitas, kekuasaan, kemegahan, kekuatan dan kemuliaan kodrati ....”

Ajaran Sri Paus itu menentang Palamisme, yang menyatakan bahwa atribut-atribut ilahi, energi tak tercipta, kemuliaan, dsb. bukanlah kodrat ilahi. Begitu pula, dalam Surat St. Agato dan Sinode 125 Uskup di Roma, yang juga diterima oleh Konsili Konstantinopel III, ada ajaran eksplisit bahwa esensi atau kodrat ilahi yang tunggal itu adalah kemuliaan ilahi, kehendak esensial, aktivitas/energi esensial, dll.

Paus St. Agato, Surat Agato dan Sinode 125 Uskup di Roma:
“ … kami mengakui Allah Bapa, Allah Putra, Allah Roh Kudus, bukan tiga ilah namun satu Allah … satu substansi dalam tiga pribadi, yang empunya satu esensi atau substansi atau kodrat, yaknisatu ilah, satu keabadian, satu kuasa, satu pemerintahan, satu kemuliaan, satu penyembahan, satu kehendak dan aktivitas esensial milik Tritunggal Mahakudus yang tak terpisahkan, yang menciptakan, menyelenggarakan dan menopang segala sesuatu.”

Ajaran itu sama sekali membantah Palamisme, yang mengajarkan, antara lain, bahwa atribut-atribut ilahi, kemuliaan tak tercipta dan aktivitas/energi tak tercipta bukanlah esensi atau kodrat ilahi.

SHOW MORE