Pada tanggal 4 September 2016, Anti-Paus Fransiskus secara khidmat “menganonisasikan” Bunda Teresa dari Kalkuta. Walaupun hal ini akan mengejutkan bagi orang-orang yang kurang mengenal ajaran Katolik dan situasi masa kini, Bunda Teresa kenyataannya bukan seorang Katolik sejati. Ia sebenarnya mendukung bidah indiferentisme keagamaan secara terang-terangan. Indiferentisme keagamaan adalah suatu ajaran sesat yang telah dikutuk oleh Gereja.
Kepercayaan-kepercayaan Bunda Teresa tentang Allah, agama-agama non-Katolik, dan perkara keselamatan bertentangan dengan ajaran Katolik, seperti yang akan kita lihat. Memang benar, kepercayaan-kepercayaannya itu sama sekali tidak selaras dengan iman akan Yesus Kristus dan membuktikan bahwa ia sama sekali tidak memiliki Iman Katolik. Berikut beberapa fakta tentang apa yang dipercayai dan diamalkan oleh Bunda Teresa. Banyak dari hal-hal ini ditemukan dalam bukunya yang berjudul Jalan Sederhana. Buku itu memuat kata-kata Bunda Teresa dan disetujui olehnya. Bunda Teresa berkata pada halaman 16:
Bunda Teresa, Jalan Sederhana, PT Gramedia Pustaka Utama, 2019, hal. 16: “Saya selalu mengatakan, kita hendaknya menolong seorang Hindu untuk menjadi seorang Hindu yang lebih baik, seorang Islam untuk menjadi Islam yang lebih baik, seorang Katolik untuk menjadi Katolik yang lebih baik.”
Pernyataan ini menunjukkan kemurtadan Bunda Teresa dari iman Katolik. Berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi apostolik, Gereja Katolik mengajarkan bahwa agama-agama non-Kristiani berasal dari Iblis, dan bahwa para penganut agama-agama tersebut tidak akan diselamatkan.
Mazmur 96:5 - “Segala ilah orang-orang pagan adalah roh-roh jahat ….”
1 Tawarikh 16:26 - “Sebab segala ilah bangsa-bangsa adalah berhala: tetapi Tuhanlah yang menjadikan langit.”
1 Korintus 10:20 - “Tetapi hal-hal yang dipersembahkan oleh para penyembah berhala adalah persembahan kepada roh-roh jahat dan bukan kepada Allah. Dan aku tidak ingin kalian menjadi sekutu roh-roh jahat.”
Untuk memperoleh keselamatan, orang-orang perlu berkonversi kepada iman sejati akan Kristus, yakni iman Katolik. Bunda Teresa tidak percaya bahwa orang-orang harus menerima Yesus Kristus dan iman Katolik untuk mencapai kebaikan, pengudusan, dan keselamatan.
Tidak, Bunda Teresa menganjurkan orang-orang untuk tetap menjadi anggota dari agama-agama sesat satanik, termasuk agama-agama pagan yang menyembah berhala-berhala dan ilah-ilah sesat. Tindakan Bunda Teresa itu adalah suatu penolakan terhadap Yesus Kristus dan Injil. Kenyataannya, tindakan Bunda Teresa itu benar-benar satanik. Berikut ajaran Gereja Katolik.
Paus Paulus III, Surat Bulla Sublimis Deus, 29 Mei 1537: “ … manusia, menurut kesaksian Kitab Suci, telah diciptakan untuk menikmati kehidupan dan kebahagiaan kekal, yang tidak dapat diperoleh oleh seorang pun selain melalui iman akan Tuhan kita Yesus Kristus.... ‘Pergilah dan ajarlah semua bangsa.’ Ia berkata semua, tanpa pengecualian, karena semua orang mampu menerima doktrin-doktrin iman … Atas dasar otoritas apostolik Kami, Kami mendefinisikan dan mendeklarasikan melalui surat-surat ini … bahwa para Indian yang telah disebutkan dan bangsa-bangsa lain harus dikonversikan kepada iman akan Yesus Kristus melalui pengkhotbahan sabda Allah dan melalui teladan kehidupan yang baik dan suci.”
St. Polikarpus, 135 M, Surat kepada Jemaat di Filipi “Setiap orang yang tidak mengakui bahwa Yesus Kristus telah datang dalam daging adalah seorang Antikristus; barang siapa tidak mengakui kesaksian salib, ia adalah milik iblis; dan barang siapa menyesatkan perkataan Tuhan demi keinginan-keinginan dirinya sendiri, dan berkata bahwa tidak ada kebangkitan maupun penghakiman, orang semacam itu adalah anak sulung Setan.”
Konsili Trente, Sesi 6, Bab 3 tentang Justifikasi: “ … sehingga jika mereka tidak dilahirkan kembali di dalam Kristus, mereka tidak akan pernah dibenarkan ….”
Paus Paulus III, Konsili Trente, Sesi 5, tentang Dosa Asal: “ ... Iman Katolik kita, ‘yang tanpanya mustahil adanya untuk berkenan kepada Allah’ [Ibr. 11:6] ….” (Denz. 787)
Paus Pius IX, Konsili Vatikan I, Sesi 2, Pengakuan Iman, 1870: “Iman Katolik yang sejati ini, di luar mana tidak seorang pun dapat diselamatkan, yang sekarang saya akui dengan sukarela dan percayai dengan sungguh-sungguh ….”
Paus Inosensius III, Konsili Lateran IV, 1215: “Sesungguhnya, hanya terdapat satu gereja universal dari para umat beriman, di luar mana sama sekali tiada seorang pun yang diselamatkan.” Bahasa Latin: Una vero est fidelium universalis Ecclesia, extra quam nullus omnino salvatur.
Paus Eugenius IV, Konsili Florence, Sesi 8, 22 November 1439, Syahadat Atanasius: “Tetapi, adalah suatu hal yang juga diperlukan untuk keselamatan kekal, bahwa ia dengan setia percaya akan Penjelmaan Tuhan kita Yesus Kristus ….”
Paus Pius VIII, Traditi humilitati #4, 24 Mei 1829: “Untuk melawan para sofis yang berpengalaman ini orang-orang harus diajarkan bahwa pengakuan iman Katolik adalah satu-satunya yang benar, seperti yang dinyatakan oleh sang rasul: satu Tuhan, satu iman, satu pembaptisan … Bahwasanya tiada nama selain nama Yesus yang diberikan kepada manusia yang olehnya mereka dapat diselamatkan. Barang siapa percaya akan diselamatkan; barang siapa tidak percaya akan dikutuk.”
Paus Gregorius XVI, Mirari Vos (#13), 15 Agustus 1832: “Sebab sang Rasul telah memberi teguran bahwa ‘hanya ada satu Tuhan, satu iman, satu pembaptisan’ (Ef. 4:5); maka, semoga mereka menjadi takut, yakni, orang-orang yang membuat-buat gagasan bahwa dermaga keselamatan terbuka kepada orang-orang yang menganut agama apa pun. Hendaknya mereka sungguh-sungguh merenungkan kesaksian sang Juru Selamat sendiri, bahwa ‘barang siapa tidak bersama Kristus, ia melawan Kristus’ (Lukas 11:23) dan barang siapa tidak memanen bersama-Nya akan tercerai-berai dengan tidak bahagia. Dan itulah sebabnya, ‘jikalau mereka tidak menjaga iman Katolik utuh dan murni, tidak diragukan bahwa mereka akan binasa selamanya’ (Syahadat Atanasius).”
Paus Gregorius XVI, yang mengutip Paus St. Gregorius Agung, juga menyatakan hal berikut tentang dogma Di Luar Gereja Tidak Terdapat Keselamatan: “’Gereja yang kudus dan universal mengajarkan bahwa mustahil adanya untuk menyembah Allah secara benar kecuali di dalam dirinya [Gereja] dan menyatakan bahwa semua orang yang berada di luar dirinya tidak akan diselamatkan.’ Akta-akta resmi Gereja menyerukan dogma yang sama.” (Paus Gregorius XVI,Summo Iugiter Studio, 27 Mei 1832, tentang dogma tidak terdapat keselamatan di luar Gereja Katolik)
Paus Eugenius IV, Konsili Florence, “Cantate Domino,” 1441, ex cathedra: “Ia [Gereja Roma yang Kudus] dengan teguh percaya, mengakui dan berkhotbah bahwa ‘semua orang yang berada di luar Gereja Katolik, bukan hanya orang-orang pagan tetapi juga Yahudi atau bidah dan skismatis, tidak dapat mengambil bagian di dalam kehidupan kekal dan akan masuk ke dalam api yang kekal yang telah disiapkan untuk iblis dan para malaikatnya’, kecuali jika mereka bergabung ke dalam Gereja sebelum akhir hidup mereka … dan bahwa tidak seorang pun dapat diselamatkan, sebanyak apa pun ia telah berderma, walaupun ia telah menumpahkan darah dalam nama Kristus, kecuali jika ia telah bertekun di pangkuan dan di dalam kesatuan Gereja Katolik.”
Itulah ajaran Gereja Katolik, yang sama sekali ditolak oleh Bunda Teresa. Berikut beberapa kutipan lain di mana Bunda Teresa mengungkapkan bidah dan kemurtadannya. Di dalam wawancara tahun 1989 dengan Majalah Time, Bunda Teresa berkata: “Saya cinta semua agama.” Pernyataan yang sungguh satanik ini adalah suatu kemurtadan penuh. Pernyataan itu setara dengan berkata bahwa anda cinta antara lain kebohongan, dosa, penolakan terhadap Kristus, dan penyembahan berhala.
Juga, patut dicatat bahwa pernyataan satanik dari Bunda Teresa ini, bahwa ia cinta semua agama, menanggapi suatu pertanyaan yang khusus membahas agama Hindu. Hinduisme adalah agama pagan sesat yang menyembah berhala, dan ilah-ilah palsunya yang begitu banyak, seperti yang telah kita lihat, adalah iblis. Hinduisme menuntun orang-orang ke dalam Neraka. Bunda Teresa cinta agama Hindu, dan oleh karena itu ia cinta pemujaan iblis. Bunda Teresa kenyataaannya sering menyebutkan agama Hindu yang pagan itu dengan gaya bicara yang positif, seperti yang akan kita lihat.
Paus Leo XIII membuat suatu pernyataan khusus tentang Hinduisme yang menarik untuk dicermati. Sri Paus menyebutkan bagaimana St. Thomas Rasul dan misionaris agung dari ordo Yesuit yang bernama St. Fransiskus Xaverius mengonversikan orang banyak dari agama sesat Hinduisme. Di dalam konteks ini, Paus Leo XIII menyebutkan “mitos-mitos dan takhayul-takhayul jahat dari kaum Brahmana”, dan Sri Paus menyebut para penganut Hinduisme sebagai orang-orang yang “terpenjara dengan malang di dalam kegelapan takhayul.” Maka, Bunda Teresa cinta penyembahan berhala, paganisme, penyembahan iblis, dan takhayul-takhayul jahat yang membuat orang-orang tetap terpenjara di dalam kegelapan, dan ia juga cinta dusta serta kekejian-kekejian Islam dan segala agama sesat lainnya.
Paus Leo XIII, Ad Extremas (#1), 24 Juni 1893: “Benak Kami pertama-tama tertuju kepada Rasul Thomas yang terberkati yang secara pantas disebut sebagai perintis pengkhotbahan Injil kepada orang-orang Hindu. Lalu, Fransiskus Xaverius juga ... Dengan ketekunannya yang luar biasa, ia mengonversikan ratusan ribu orang Hindu dari mitos-mitos dan takhayul-takhayul jahat dari kaum Brahmana kepada agama yang sejati. ... bagaimanapun, di pelosok-pelosok Bumi yang amat terpencil, terdapat banyak orang yang masih terasing dari kebenaran, yang terpenjara dengan malang di dalam kegelapan takhayul.”[1]
Pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh postulator untuk sebab pemberian gelarnya sebagai “santa” juga mengakui bahwa Bunda Teresa “menghormati setiap orang, termasuk orang-orang ateis atau agnostik, dan menghormati iman yang mereka miliki atau bahkan ketidakberimanan mereka.”[2] Pandangan semacam itu adalah bidah, seperti yang akan kita lihat. Pernyataan resmi itu juga mengutip seorang Hindu yang mengenal Bunda Teresa selama 23 tahun. Orang Hindu itu berkata bahwa Bunda Teresa tidak pernah mencoba mengonversikan seorang pun ke dalam agama Katolik/Kristen dan bahwa Bunda Teresa mempromosikan hal berikut:
“Saya mengonversikan anda menjadi seorang Hindu yang lebih baik, atau seorang Muslim yang lebih baik, atau seorang Protestan yang lebih baik, atau seorang Katolik yang lebih baik, atau seorang Parsi yang lebih baik, atau seorang Sikh yang lebih baik, atau seorang Buddhis yang lebih baik.”[3]
Seperti yang telah kami tunjukkan, pernyataan semacam ini adalah bidah dan kemurtadan, yang sungguh satanik. Untuk mengungkapkan lebih lanjut bagaimana ia tidak mencoba mengonversikan seorang pun, tetapi bahwa ia ingin orang-orang pagan tetap menjadi pagan, dsb, Bunda Teresa berkata: “kami tidak berusaha untuk mengkhotbahkan agama.”
Bunda Teresa, Jalan Sederhana, 2019, hal. 16: “Bruder Vinod, yang mengelola rumah pusat kami untuk pasien lepra (Gandhiji Prem Nivas) di Titagarh, Calcutta, tahu mengapa kami tidak berusaha untuk mengkhotbahkan agama ….”
Paus Leo XIII, Satis Cognitum (#13), 29 Juni 1896: “Tidaklah dapat dipercayai bahwa anda menganut iman Katolik yang sejati, jika anda tidak mengajarkan bahwa iman Roma harus dianut.”
Bunda Teresa tidak percaya bahwa iman akan Yesus Kristus dan iman Roma harus dianut. Ia tidak menganut iman Katolik sejati – tanda titik. Patut pula untuk dicatat bahwa Konstitusi dari Ordo Bunda Teresa yang bernama Misionaris Cinta Kasih, menyatakan hal berikut:
“Kami tidak akan memaksakan Iman Katolik kami kepada seorang pun, tetapi [kami] memiliki rasa hormat yang mendalam terhadap semua agama ….”[4]
Rasa hormat terhadap semua agama atau agama-agama sesat adalah suatu asas Freemasonry dan suatu bidah yang terkutuk. Seperti yang diajarkan oleh Paus Leo XIII:
Paus Leo XIII, Custodidi Quella Fede (#15), 8 Desember 1892: “Setiap keakraban harus dihindari, bukan hanya dengan para penjangak fasik yang secara terbuka mempromosikan ciri khas dari sekte tersebut [sekte Masonik], tetapi juga dengan mereka yang bersembunyi di balik topeng toleransi universal, rasa hormat terhadap semua agama ….”
Pada halaman 73-74 dari buku Jalan Sederhana, Bunda Teresa berkata tentang orang-orang yang datang kepada mereka:
Bunda Teresa, Jalan Sederhana, 2019, hal. 73-74: “Para suster juga berusaha untuk menemukan apa agama mereka–sehingga ketika mereka meninggal mereka akan mendapatkan penguburan yang pantas: yang Katolik dimakamkan di kuburan Katolik, yang Islam di kuburan Islam, yang Hindu ke tempat pembakaran yang sangat dekat dengan tempat kami. Kebanyakan orang yang datang pada kami adalah orang-orang Hindu, maka kalau kami tidak mengetahui agama mereka, kami biasanya menyelenggarakan cara penguburan Hindu bagi mereka.”
Memberikan orang-orang penguburan Hindu atau Muslim adalah dosa berat terhadap iman, dan suatu tindak kemurtadan. Para suster yang sesat di bawah ordo Bunda Teresa tidak berusaha mencari tahu agama orang-orang untuk mencoba mengonversikan mereka kepada Kristus dan iman sejati-Nya. Tidak, mereka melakukannya untuk memberikan suatu penguburan kepada orang-orang seturut agama sesat apa pun yang mereka percayai. Itu adalah tindak kemurtadan. Bunda Teresa dan para anggota ordonya bahkan akan membantu orang-orang Hindu dan Muslim yang masih hidup, namun sekarat, untuk menyambut ritus-ritus seturut agama sesat mereka, termasuk menyediakan air dari Sungai Gangga kepada bibir orang-orang Hindu yang sekarat, dan bacaan Alquran kepada orang-orang Muslim yang sekarat. Perbuatan-perbuatan semacam itu adalah penolakan terhadap Kristus, dan sungguh satanik, dan dengan perbuatan-perbuatan jahat mereka itu, mereka membuat orang-orang pagan dan kafir terus berada dalam jalan menuju pengutukan.
Faktanya, di dalam Hinduisme, sungai Gangga dianggap sebagai perwujudan ilahi dari “dewi” Hindu Gangga. Orang-orang Hindu menyembah sungai Gangga. Maka, dengan memberikan kepada orang-orang Hindu air yang mereka sembah untuk ritus-ritus keagamaan mereka, pada waktu kematian, Bunda Teresa dan para susternya yang pemurtad itu secara langsung mengambil bagian dalam kemusyrikan dan penyembahan ilah pagan yang sesat.
Kathryn Spink, Mother Teresa – An Authorized Biography [Bunda Teresa - Biografi Resmi], halaman 54-55: “Bunda Teresa pernah melalui masa-masa di mana ia mengangkut orang-orang yang begitu menderita dalam gerobak buruh … orang-orang yang tidak lagi dapat dirawat diberi kesempatan untuk meninggal secara bermartabat, dengan menerima ritus-ritus seturut iman mereka: umat Hindu diterimakan air dari Sungai Gangga pada bibir mereka; umat Muslim diberi bacaan-bacaan dari Alquran; dan umat Kristen yang jarang dijumpai diterimakan ritus-ritus terakhir mereka.”
Pada halaman 17 dari buku Jalan Sederhana, Bunda Teresa mengutip seorang anggota ordonya untuk menjelaskan bagaimana mereka berdoa dengan para anggota dari berbagai macam agama. Berikut penjelasan tentang bagaimana mereka melakukan bacaan mereka; yang terkadang diambil dari Alkitab dan kadang kala dari “teks-teks Kitab Suci lain”.
Bunda Teresa, Jalan Sederhana, 2019, hal. 17: “Kami memiliki 475 jiwa di sekitar kami–30 keluarga Katolik dan selebihnya Hindu, Islam, Sikh–semua berbeda agama. Akan tetapi, mereka semua datang dan mengikuti doa-doa kami. Pada pagi hari pukul 7, setiap orang berkumpul selama tiga puluh menit. Dan kami membaca beberapa kutipan Injil atau teks-teks Kitab Suci lain-buku apa pun dapat kami baca. Seorang pasien kadang-kadang akan memberikan suatu sharing kecil. Saya tidak pernah menemui masalah dengan seseorang dari agama lain untuk berdoa bersama.”
Tindakannya itu adalah sinkretisme dan suatu dosa berat. Partisipasi di dalam ibadat atau perkumpulan-perkumpulan non-Katolik secara eksplisit dikutuk di dalam ajaran Katolik.
Paus Pius XI, Mortalium Animos (#10), 6 Januari 1928: “ … Takhta Apostolik ini tidak pernah mengizinkan umat-umatnya untuk mengambil bagian di dalam perkumpulan-perkumpulan orang-orang non-Katolik.”
Paus Pius XI, Mortalium Animos (#2), 6 Januari 1928, mengutuk perkumpulan-perkumpulan antaragama seperti acara-acara Assisi: “Oleh sebab itu, mereka mengadakan rapat-rapat, pertemuan-pertemuan, konferensi-konferensi yang dihadiri oleh para hadirin yang cukup banyak jumlahnya; orang-orang tersebut mengundang untuk berdiskusi semua orang tanpa pandang bulu, orang-orang kafir dari segala kalangan, orang-orang Kristiani … Upaya-upaya semacam itu sama sekali tidak boleh disetujui oleh orang-orang Katolik, karena upaya-upaya tersebut berlandaskan pendapat yang sesat bahwa semua agama kurang lebih baik dan terpuji … Orang-orang tersebut bukan hanya sepenuhnya tersesat di dalam kesalahan, tetapi orang-orang yang menganut opini semacam itu juga menolak agama yang sejati; mereka menyesatkan gagasan tentang agama sejati … Jelas sekali, oleh karena itu, bahwa dengan bergabung bersama para pendukung dan penyebar doktrin-doktrin semacam itu, seseorang sepenuhnya meninggalkan agama yang diwahyukan secara ilahi.”
Dan hal ini terutama benar sehubungan dengan orang-orang yang menyembah ilah-ilah sesat dari paganisme. Bunda Teresa bukan hanya mendukung doa bersama para penyembah berhala dan orang-orang kafir semacam itu, tetapi ia juga mengizinkan mereka untuk mengkhotbahkan dan membaca teks-teks kitab “suci” mereka.
Pada halaman 25, Bunda Teresa berkata:
Bunda Teresa, Jalan Sederhana, 2019, hal. 25: “Ada begitu banyak agama dan masing-masing mempunyai jalan yang berbeda untuk mengikuti Allah.”
Tidak. Satu-satunya jalan untuk mengikut Allah adalah lewat Yesus Kristus dan Gereja yang didirikan-Nya, Gereja Katolik.
Pada halaman 11, Bunda Teresa berkata:
Bunda Teresa, Jalan Sederhana, 2019, hal. 11: “Apa pun agama kita, kita harus berdoa bersama.”
Dengan ucapan ini, Bunda Teresa kembali menganjurkan para penganut agama pagan untuk berdoa kepada berhala-berhala mereka.
Pada halaman 51, Bunda Teresa mengatakan hal berikut tentang orang-orang homoseksual:
Bunda Teresa, Jalan Sederhana, 2019, hal. 51: “Orang sering bertanya pada saya apa pendapat saya mengenai homoseksual, sebagai contoh, dan saya selalu menjawab bahwa saya tidak mengadili orang.”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Bunda Teresa mendukung perbuatan dosa berat dan juga merupakan ungkapan kemurtadannya. Pernyataan ini membuktikan pula bahwa dengan percaya orang-orang dapat mengikuti Allah dan memperoleh keselamatan di dalam agama-agama sesat, Bunda Teresa secara pasti percaya bahwa orang-orang dapat diselamatkan walaupun mereka melakukan segala jenis dosa berat dalam hal moral, sebab banyak dari agama yang didukungnya sebagai jalan untuk mengikut Allah mengizinkan kejahatan seperti kontrasepsi, berbagai dosa seksual, dll.
1 Korintus 6:9-11 - “Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat!Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Dan beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu. Tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita.”
1 Korintus 1:2 - “ … kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus….”
1 Korintus 10:6-11 - “Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat, dan supaya jangan kita menjadi penyembah-penyembah berhala, sama seperti beberapa orang dari mereka, seperti ada tertulis: ‘Maka duduklah bangsa itu untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria.’ Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas dua puluh tiga ribu orang. Dan janganlah kita mencobai Tuhan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka mati dipagut ular. Dan janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut. Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba.”
Dengan demikian, Bunda Teresa percaya dan mengajarkan bahwa ajaran Yesus Kristus tentang pernikahan dan moral sama sekali tidak penting. Ia mewartakan suatu injil yang sesat.
Pada halaman 67, Bunda Teresa menyebutkan bahwa di salah satu pusatnya, berdiri sebuah patung Mahatma Gandhi, seorang Hindu pagan dan penyembah berhala. Bunda Teresa berkata:
Bunda Teresa, Jalan Sederhana, 2019, hal. 67: “ … kami telah mempunyai sebuah pusat yang sangat bagus yang disebut Gandhiji Prem Nivas … Persis di tengah-tengah halaman berdiri patung Gandhi.”
Ini adalah gambar Bunda Teresa yang menghormati Gandhi, seorang pagan dan penyembah berhala yang menolak Yesus Kristus. Tidak diragukan bahwa tindak menghormati Gandhi dan memajang patungnya adalah tindak-tindak kemurtadan.
St. Thomas mengajarkan bahwa seandainya seseorang menghormati kubur Muhammad, ia akan dianggap sebagai seorang pemurtad.
St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae, Bagian II-II, Pertanyaan 12, Artikel 1: “ … seandainya seseorang ... menghormati kubur Muhammad, ia akan dianggap sebagai seorang pemurtad.”
Tindakan-tindakan Bunda Teresa hanya dalam perkara yang satu ini pun setara dengan menghormati kubur Muhammad, apalagi pernyataan-pernyataannya yang lain yang jelas bidah dan murtad.
Ini adalah gambar Bunda Teresa yang menyembah Buddha pada tanggal 7 Oktober 1975 pada perayaan hari ulang tahun ordonya ke-25.
Perayaan-perayaan ulang tahun perak atau “perayaan-perayaan” ulang tahun ke-25 dari ordonya berlangsung selama sebulan. Termasuk dalam “perayaan-perayaan” tersebut adalah hal-hal berikut:
Kathryn Spink, Mother Teresa – An Authorized Biography [Bunda Teresa, Biografi Resmi], HarperCollins, 2011, hal. 148-149: “Doa-doa dipanjatkan bersama kaum Muslimin, Sikh, Parsi dan Jain. Pada akhir dari suatu ibadat yang diselenggarakan di dalam kuil Buddhis, biarawan kepala dari Mahabodhi Society mempersembahkan kepada Bunda Teresa dua batang lilin elektrik, lambang karyanya, yang ujarnya akan menyala untuk selamanya … di dalam sinagoga Yahudi, Bunda Teresa diberikan hak istimewa untuk memasuki ‘Ruang Mahakudus’. Bunda Teresa memandang segala doa yang dipanjatkan di seluruh dunia sebagai ‘hadiah yang terbaik bagi Allah’.”
Tentang perkara ini, suatu kutipan dari Konsili Elvira pada tahun 305 menarik untuk dipertimbangkan. Walaupun Konsili Elvira hanyalah suatu konsili regional, dan pernyataan tentang larangan menerima Komuni sampai mati hanyalah suatu kebijakan disiplin, kutipan ini mencerminkan iman Gereja Katolik tentang jahatnya paganisme dan penyembahan berhala.
Konsili Elvira, 305 M: “Telah didekretkan bahwa orang-orang yang berusia dewasa, yang setelah menerima Pembaptisan, pergi ke kuil-kuil pagan untuk menyembah berhala, yang merupakan suatu kejahatan yang mematikan dan puncak kefasikan, tidak diizinkan menyambut komuni bahkan pada saat kematian.”[5]
Di dalam suratnya pada tahun 1978 kepada Perdana Menteri India, Bunda Teresa menuliskan:
Kathryn Spink, Mother Teresa – An Authorized Biography [Bunda Teresa, Biografi Resmi], HarperCollins, 2011, hal. 155: “Anda menyebut-Nya ISWARA, beberapa orang menyebut-Nya ALLAH [dalam agama Islam, , beberapa orang hanya menyebut-Nya Allah, tetapi kita semua harus mengakui bahwa Ialah yang menciptakan kita untuk hal-hal yang lebih besar: untuk mengasihi dan untuk dikasihi.”
Jadi, Bunda Teresa menyetarakan berhala Hindu Iswara dan berhala orang Muslim dengan Allah yang sejati. Pernyataan semacam itu membuktikan lebih lanjut bahwa Bunda Teresa bukan orang Kristen, melainkan seorang penyembah berhala dan pemurtad yang menyamakan Allah yang sejati dengan berbagai berhala serta roh-roh jahat. Mother Teresa – An Authorized Biography atau Bunda Teresa, Biografi Resmi juga mengatakan:
Kathryn Spink, Mother Teresa – An Authorized Biography [Bunda Teresa, Biografi Resmi], HarperCollins, 2011, hal. 239-240: “Bapak Presiden [negeri Albania] kenyataannya meminta Bunda Teresa untuk membuka enam gereja yang sebelumnya digunakan untuk tujuan-tujuan sekuler. Hal ini dilakukannya dan ia segera mendesak agar sebuah mesjid juga dibuka kembali untuk orang-orang Muslim.”
Para biarawati yang pemurtad dari ordo Bunda Teresa juga menyapu dan membersihkan mesjid tersebut guna mempersiapkannya untuk ibadat sesat orang-orang Muslim.
Paus Eugenius IV menyebut Islam sebagai “sekte Mahomet yang keji”. Paus Kalikstus III menyebut Islam sebagai “sekte iblis dari Mahomet yang terkutuk dan tidak beriman”, dan ia menyatakan bahwa pengikut agama Islam adalah orang-orang pagan. Paus Klemens V menyebut ritus-ritus Muslim di dalam mesjid sebagai suatu aib dan penghinaan. Ia berkata bahwa tindak memanggil secara publik nama yang nista dari Muhammad yang kafir menimbulkan suatu skandal yang besar dan menyinggung kemegahan ilahi, dan bahwa tindakan semacam itu harus secara tegas dilarang, berdasarkan kewajiban yang mendesak dari penghakiman ilahi. Paus Pius II menyebut ritus-ritus Islamik sebagai “kekejian-kekejian Mahometan”.
Paus Eugenius IV, 1434: “ … terdapat harapan bahwa begitu banyak pengikut sekte Mahomet [Muhammad] yang keji akan berkonversi kepada iman Katolik.”
Paus Kalikstus III, 1455: “ … sekte iblis dari Mahomet yang terkutuk dan tidak beriman [Islam] ….”
Paus Klemens V, Konsili Vienne, 1311-1312: “Adalah suatu penghinaan kepada nama yang kudus dan sebuah aib kepada iman Kristiani bahwa di beberapa bagian dunia tertentu yang tunduk kepada para pangeran Kristiani di mana para Saracen [yaitu pengikut agama Islam] tinggal … para pendeta Saracen, yang sering disebut sebagai Zabasala, di dalam bait-bait atau mesjid-mesjid mereka, di mana para Saracen bertemu untuk menghormati Mahomet yang kafir, memuji dan memanggil namanya dengan suara lantang setiap harinya pada jam-jam tertentu dari suatu tempat yang tinggi ... Hal ini membawa kehinaan kepada iman kita dan menimbulkan suatu skandal yang besar kepada para umat beriman. Praktik-praktik ini tidak dapat ditolerir tanpa menyinggung kemegahan ilahi. Maka, dengan persetujuan konsili suci ini, Kami secara ketat melarang praktik-praktik semacam itu mulai saat ini di negeri-negeri Kristiani. Kami memerintahkan kepada semua pangeran Katolik, kepada mereka masing-masing dan semuanya ... Mereka harus secara tegas melarang invokasi publik nama Mahomet yang nista.”
Paus Pius II, Sambutan, 26 September 1459: “Di kota kerajaan di dunia Timur, mereka telah membantai penerus Konstantinus dan para rakyatnya, menistakan bait-bait Tuhan, mencemari Gereja Yustinianus yang mulia, dengan kekejian-kekejian Mahometanmereka … Setiap keberhasilan dari sang Sultan Islamik hanya akan menjadi sebuah batu loncatan kepada yang selanjutnya, sampai ia telah menguasai semua Pemimpin Monarki dari Dunia Barat, menggulingkan Iman Kristiani, dan memberlakukan hukum dari nabi palsunya di atas seluruh dunia.”
Buku Jalan Sederhana juga menyingkapkan bahwa di Kalkuta, di rumah Misionaris Cinta Kasih bagi pasien tuberkulosis, terdapat sebuah patung Maria seukuran manusia yang memiliki “raut wajah seorang India dengan jubah … India … yang berpijak di atas bunga teratai besar merah muda yang sedang mekar.”[6]
Bunga teratai adalah suatu lambang yang penting di dalam agama-agama pagan Buddhisme dan Hinduisme. Maka, ordo Bunda Teresa, “Misionaris Cinta Kasih”, menggunakan simbol agama pagan. Itu adalah perbuatan yang satanik. Penggunaan simbol ini oleh mereka adalah suatu ungkapan penyembahan berhala yang mereka pelajari dari sang pemurtad Bunda Teresa dan sekte Vatikan II yang murtad, yang merupakan Kontra-Gereja akhir zaman (yakni, sang Pelacur Babel).
Bunda Teresa juga terkadang mengutus para susternya untuk retret di tempat seorang pria yang bernama Bede Griffiths, seorang biarawan “Benediktin” yang pemurtad yang pada dasarnya mencoba mencampurkan agama Kristen dan Hinduisme. Griffiths bahkan menggunakan “kitab suci” Hindu sebagai bagian dari apa yang disebut-sebut sebagai ibadatnya.
Kathryn Spink, Mother Teresa – An Authorized Biography [Bunda Teresa - Biografi Resmi], HarperCollins, 2011, hal. 153: “Di dalam sebuah asrama di wilayah selatan India, di tepian Sungai Kaveri yang suci, Dom Bede Griffiths, seorang biarawan Benediktin dari Inggris telah mengambil jalan hidup seorang Sanyasin … Bunda Teresa terkadang mengutus para susternya untuk retret-retret singkat di sana.”
Pada halaman 30 dari Jalan Sederhana, Bunda Teresa berkata:
Bunda Teresa, Jalan Sederhana, 2019, hal. 30: “Anak-anak yang belum lahir tergolong di antara yang termiskin dari antara para miskin ... Mereka begitu dekat dengan Allah.”
Pernyataan itu menentang dogma yang telah didefinisikan oleh Konsili Florence bahwa sebelum mereka dibaptis, anak-anak tidaklah dekat dengan Allah, tetapi berada di bawah kuasa Iblis akibat dosa asal. Ini adalah dogma yang sudah didefinisikan, yakni bahwa anak-anak dan orang-orang lain tidak dapat diselamatkan tanpa pembaptisan air. Tetapi, seorang bidah seperti Bunda Teresa tidak percaya akan hal tersebut.
Paus St. Inosensius, 414 M: “Tetapi, hal yang diberitahukan oleh Fraternitas anda tentang apa yang dikhotbahkan oleh para pengikut Pelagius, bahwa bahkan tanpa rahmat Pembaptisan, bayi-bayi dapat dikaruniai dengan pahala kehidupan kekal, adalah hal yang sangat bodoh.”
St. Agustinus, Surat kepada Hieronimus, 415 M: “Barang siapa akan berkata bahwabahkanbayi-bayi yang meninggalkan hidup ini tanpa mengambil bagian di dalam Sakramen [Pembaptisan] akan dibuat hidup di dalam Kristus sungguh-sungguh menentang khotbah sang Rasul dan mengutuk segenap Gereja ....”
Paus St. Zosimus, Konsili Kartago, Kanon tentang Dosa dan Rahmat, 417 M: “Oleh karena itu, telah diputuskan bahwa barang siapa berkata bahwa untuk alasan ini Tuhan berkata: ‘Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal’ [Yohanes 14:2]: sehingga perkataan itu mungkin dapat dimengerti bahwa di dalam kerajaan Surga akan terdapat tempat pertengahan atau suatu tempat lain di mana ... bayi-bayi hidup, yang telah meninggalkan hidup ini tanpa pembaptisan, yang tanpanya mereka tidak dapat memasuki kerajaan Surga, yang adalah kehidupan kekal, terkutuklah dia.”
Paus Eugenius IV, Konsili Florence, Sesi 11, 4 Februari 1441: “Memang benar bahwa sehubungan dengan anak-anak … tiada suatu obat lain pun yang dapat membantu mereka selain sakramen pembaptisan yang melaluinya mereka telah dirampas dari kuasa Iblis [dosa asal] dan dipungut sebagai anak-anak Allah ….”
Paus Paulus III, Konsili Trente, Tentang Dosa Asal, Sesi V: “Barang siapa berkata bahwa bayi-bayi yang baru dilahirkan tidak boleh dibaptis bahkan jika mereka telah dilahirkan kepada orang tua yang telah dibaptis; atau berkata bahwa mereka memang dibaptis demi pengampunan dosa, tetapi tidak memiliki bekas dosa asal dari Adam yang perlu dibersihkan oleh permandian kelahiran kembali agar mereka dapat memperoleh kehidupan kekal, dengan konsekuensi yang pasti bahwa di dalam kasus mereka, terdapat suatu bentuk pembaptisan untuk pengampunan dosa yang tidak benar, melainkan salah, terkutuklah dia.”
Pada halaman yang berikutnya, Bunda Teresa berkata:
Bunda Teresa, Jalan Sederhana, 2019, hal. 31: “Kami mengajarkan keluarga berencana alamiah kepada orang-orang miskin di banyak rumah pusat kami di seluruh dunia.”
Bunda Teresa bahkan berbangga diri tentang berapa banyak anak yang ia cegah kelahirannya lewat Keluarga Berencana Alami. Perbuatannya ini sangat jahat. Seperti yang ditunjukkan di dalam video kami, Keluarga Berencana Alami: Tipuan Pengendalian Kelahiran, Keluarga Berencana Alami adalah suatu praktik dosa pengendalian kelahiran yang bertentangan dengan ajaran Katolik tentang tujuan utama tindak perkawinan.
Paus Pius XI, Casti Connubii (# 17, 54, dan 59), 31 Desember 1930 :
“Tujuan utama pernikahan adalah prokreasi dan pendidikan anak-anak.”
“Itulah sebabnya, karena tindak-tindak perkawinan secara kodrati memiliki tujuan utama untuk menghasilkan anak-anak, orang-orang yang dalam pelaksanaannya secara sengaja melenyapkan kekuatan-kekuatan alaminya serta meninggalkan tujuannya, mereka berbuat dosa yang melawan kodrat dan melakukan suatu perbuatan yang memalukan dan yang secara intrinsik tercela.”
“ … dalam penggunaan hak-hak perkawinan, juga terdapat tujuan-tujuan sekunder … Suami dan istri tidak dilarang untuk mempertimbangkan tujuan-tujuan itu SELAMA TUJUAN-TUJUAN TERSEBUT DIKEMUDIANKAN DARIPADA TUJUAN UTAMANYA ….”
Umat Katolik tidak diizinkan mempraktikkan Keluarga Berencana Alami, walaupun sekte Vatikan II, yang adalah Kontra-Gereja akhir zaman tentunya menganjurkan praktik itu. Dan praktik dosa pengendalian kelahiran dalam bentuk KBA dipromosikan di dalam sumber-sumber yang falibel bahkanpada tahun-tahun sebelum Vatikan II, pada masa di mana modernisme berkembang di abad ke-20.
Pada halaman 6 dari buku Jalan Sederhana serta halaman 59 dari buku ini dalam bahasa Inggris, Bunda Teresa mengajarkan doktrin sesat bahwa semua orang adalah anak-anak Allah, termasuk orang-orang pagan.
Bunda Teresa, Jalan Sederhana, 2019, hal. 6: “Dia adalah Bapa bagi kita semua apa pun agama kita. Kita semua diciptakan oleh Allah dan kita adalah anak-anak-Nya.”
Dan:
Bunda Teresa, A Simple Path, 1995, Ballantine Books, hal. 59: “Allah tidak terpisahkan dari Gereja karena Dia ada di mana-mana dan dalam segalanya, dan kita semua adalah anak-anak-Nya - Hindu, Muslim, maupun Kristen.”
Pernyataan ini adalah bidah. Seseorang hanya menjadi anak Allah melalui Yesus Kristus dan iman yang satu dan sejati akan Yesus Kristus, dan jalan untuk masuk ke dalam iman tersebut, yang harus dilalui untuk menjadi seorang anak Allah, adalah Pembaptisan.
Kolose 2:12-13 - “ ... karena kalian telah dikuburkan dengan Dia di dalam pembaptisan, yang olehnya kalian juga dibangkitkan bersama dengan-Nya melalui iman itu [ διὰτῆςπίστεως ]. Dan kalian, yang dahulu mati di dalam pelanggaran-pelanggaran kalian dan ketidakbersunatan secara lahiriah, Allah menjadikan kalian hidup bersama dengan-Nya, setelah Ia mengampuni kita dari segala pelanggaran kita.”
Galatia 3:26-27 - “ ... sebab di dalam Kristus Yesus, kamu semua adalah anak-anak Allah melalui iman itu[ διὰτῆςπίστεως ]. Karena kamu semua, yang dibaptis ke dalam Kristus, telah mengenakan Kristus.”
Efesus 2:8-9 - “ ... oleh rahmat kalian telah diselamatkan melalui iman itu [ διὰ τῆς πίστεως ] – dan hal ini terjadi bukan karena hasil usaha kalian sendiri, melainkan karunia Allah – bukan karena hasil perbuatan, sehingga tidak seorang pun boleh bermegah diri.”
Berikut beberapa kutipan untuk membantah ajaran sesat Bunda Teresa.
1 Yohanes 2:23- “Tidak seorang pun yang menyangkal Putra memiliki Bapa ….”
Yohanes 1:12- “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya.”
Paus Leo XII, Ubi Primum (#22), 5 Mei 1824: “’Barang siapa mendengarkan kalian, ia mendengarkan Aku; dan barang siapa menolak kalian, ia menolak Aku’; dan Rasul Paulus memperingatkan ‘Gereja adalah tiang penyangga dan landasan kebenaran.’ Sehubungan dengan kata-kata tersebut, St. Agustinus berkata: ‘Barang siapa didapati tanpa Gereja, ia akan terasing dari kalangan anak-anak; dan barang siapa tidak memiliki Gereja sebagai Ibundanya, ia juga tidak akan memiliki Allah sebagai Bapanya.’”[7]
Paus Leo XII, Ubi Primum (#14), 5 Mei 1824: “Allah yang Mahabenar, yang bahwasanya adalah kebenaran yang terluhur sendiri, sang Penyelenggara yang Mahabaik dan Mahabijak, tidak mungkin menyetujui semua sekte yang mengajarkan doktrin-doktrin sesat yang saling bertentangan dan berkontradiksi, serta menganugerahkan imbalan-imbalan abadi kepada orang-orang yang mengakui doktrin-doktrin sesat tersebut … dengan Iman Ilahi Kami percaya akan satu Tuhan, satu Iman, satu Pembaptisan, dan bahwa tiada nama lain yang diberikan di bawah Surga kepada manusia selain nama Yesus Kristus dari Nazaret, yang di dalamnya kita harus diselamatkan, dan oleh karena itu Kami mengakui bahwa tidak terdapat keselamatan di luar Gereja.”
Seperti yang dapat kita lihat, Bunda Teresa adalah seorang bidah notorius yang secara terang-terangan menolak dogma Katolik tentang diperlukannya Yesus Kristus dan iman Katolik untuk keselamatan, dan Bunda Teresa juga melawan ajaran Gereja tentang jahatnya agama-agama lain. Bunda Teresa memang seorang pemurtad kelas kakap dan seorang promotor indiferentisme keagamaan yang terburuk. Ia percaya bahwa orang sama sekali tidak perlu percaya akan Yesus Kristus dan menolak agama-agama sesat. Faktanya, di dalam bukunya, sewaktu Bunda Teresa menganjurkan atau menyebutkan doa-doa Katolik/Kristiani tertentu, ia juga menyebutkan bahwa orang-orang dapat menggunakan doa-doa non-Kristiani jika mereka tidak percaya akan agama Kristen.
Contohnya, pada halaman 18, Bunda Teresa, sang pemurtad kelas kakap itu, menganjurkan orang-orang untuk tidak menyebut nama Yesus dalam doa jika mereka tidak percaya akan Dia.
Bunda Teresa, Jalan Sederhana, 2019, hal. 18: “Berikut ini adalah doa yang kami ucapkan setiap hari dari buku doa kami … Anda dapat menggantikan kata ‘Yesus’ dengan ‘Allah’ jika Anda bukan orang Kristen.”
Bunda Teresa percaya bahwa seseorang dapat sampai kepada Allah tanpa Yesus Kristus. Ajarannya ini adalah ajaran Antikristus.
1 Yohanes 4:3- “ … setiap roh yang tidak mengakui Yesus tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh Antikristus.”
1 Yohanes 5:12- “ … barang siapa tidak memiliki Putra Allah, ia tidak memiliki hidup ….”
Yohanes 3:36- “ … barang siapa tidak taat kepada Putra, ia tidak akan melihat hidup, tetapi murka Allah tetap tinggal di atas dirinya.”
Yohanes 8:24- “ … sebab jikalau kalian tidak percaya bahwa Akulah Dia, kalian akan mati dalam dosa-dosa kalian.”
Yohanes 14:6- “Yesus berkata kepada mereka: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak seorang pun datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”
Matius 18:17: “Dan jika ia menolak untuk mendengarkan Gereja, hendaknya ia kalian anggap layaknya seorang pagan dan seorang pemungut cukai.”
Mother Teresa – An Authorized Biography juga mengutip Bunda Teresa yang berkata:
Kathryn Spink, Mother Teresa – An Authorized Biography {Bunda Teresa, Biografi Resmi}, HarperCollins, 2011, hal. 253: “Kami tidak pernah mencoba membuat orang-orang yang menerima [bantuan] untuk berkonversi memeluk agama Kristen.”
Seseorang yang menolak bahkan satu dogma pun melakukan dosa berat, dan menyebabkan dirinya sendiri secara otomatis terdepak keluar dari Gereja Katolik dan kehilangan segala iman ilahi.
Paus Leo XIII, Satis Cognitum (#9), 29 Juni 1896: “Tidak semua orang yang semata-mata tidak percaya akan hal-hal ini (yakni, bidah-bidah yang telah disebutkan) dengan demikian dapat menganggap atau menyebut dirinya sendiri Kristen Katolik. Sebab mungkin terdapat atau mungkin muncul bidah-bidah lainnya yang tidak disebutkan di dalam karya kami ini, dan barang siapa menganut satu pun dari bidah-bidah tersebut, ia bukan seorang Kristen Katolik.’”
Paus Leo XIII, Satis Cognitum (#9), 29 Juni 1896: “ … adakah seseorang yang dapat diizinkan untuk menolak satu pun dari kebenaran-kebenaran itu, tanpa, akibat penolakannya itu sendiri, terjerembap ke dalam bidah secara terbuka? Tanpa memisahkan dirinya sendiri dari Gereja dan tanpa menolak seluruh doktrin Kristiani segenap-genapnya? … barang siapa berselisih dengan kebenaran yang diwahyukan secara ilahi bahkan dalam satu pasal pun, niscaya ia meninggalkan iman sepenuhnya, karena ia menolak untuk tunduk kepada Allah yang adalah kebenaran yang terluhur dan motif formal dari iman itu sendiri.”
Sayangnya, seperti yang dibuktikan tanpa keraguan oleh fakta-fakta ini, Bunda Teresa bukanlah umat beriman sejati, melainkan seorang kafir yang satanik. Kami berharap bahwa ia dahulu berbeda, tetapi demikianlah kenyataan tentang dirinya. Ia adalah seorang pemurtad yang menyangkal Yesus Kristus dan agama Katolik. Ia seorang wanita yang satanik dan seorang nabiah palsu yang terutama bagi sekte Vatikan II, yang adalah Kontra-Gereja akhir zaman.
1 Petrus 5:13 - “Gereja yang berada diBabel, yang terpilih bersama dengan kalian, memberi salam kepada kamu sekalian ….”
Wahyu 18:2 - “ … ‘Sudah jatuh, sudah jatuh, Babel yang agung! Dan ia telah menjadi tempat tinggal para iblis dan penjara segala roh yang najis, dan penjara setiap burung yang najis, dan penjara setiap binatang yang najis dan yang dibenci.’”
Kenyataannya, dengan indiferentisme keagamaannya dan dukungannya terhadap penyembahan berhala, Bunda Teresa menjadi suatu simbol yang tepat bagi kekudusan palsu untuk sebuah Kontra-Gereja yang ekumenisme sesat dan indiferentisme keagamaannya merupakan ciri-ciri khas dari kemurtadannya. Bunda Teresa dicintai dunia dan orang-orang kafir di seluruh dunia tepatnya karena ia adalah seorang nabiah palsu.
Kathryn Spink, Mother Teresa – An Authorized Biography {Bunda Teresa, Biografi Resmi}, HarperCollins, 2011, hal. 158: “Beberapa orang yang lebih terbiasa dengan cara pikir Hindu memilih untuk melihat ‘reinkarnasi Yesus’ dalam dirinya [dalam diri Bunda Teresa], orang-orang Muslim mengelu-elukannya sebagai ‘jiwa yang telah berevolusi’, dan orang-orang dari segala agama dan denominasi bersiap diri untuk mengakuinya sebagai ‘orang kudus’. Dalam kata-kata Presiden Negeri India, Presiden Giri, Bunda Teresa adalah ‘salah satu dari jiwa-jiwa yang terbebaskan yang telah melampaui segala batasan ras, agama, kepercayaan dan bangsa.’”
Lukas 6:26 - “Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.”
Yohanes 15:18-19 - “Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu.”
Mustahil adanya bagi seseorang untuk percaya bahwa apa yang dilakukan oleh Bunda Teresa adalah perbuatan yang kudus. Bunda Teresa pastinya adalah orang fasik, tidak kudus, dan berada dalam keadaan dosa berat.
Ya, Bunda Teresa memang memberi makanan kepada orang-orang secara jasmani, tetapi ia merampas hal yang terpenting dan yang paling diperlukan bagi jiwa-jiwa dan bagi jiwanya sendiri, yaitu iman sejati dan pengetahuan yang diperlukan untuk memperoleh keselamatan. Dengan demikian, Bunda Teresa bukanlah sahabat mereka yang sejati, melainkan musuh mereka, karena ia membuat banyak orang terus melangkah dalam jalan menuju pengutukan kekal melalui injil sesatnya dalam bentuk indiferentisme keagamaan dan rasa hormat terhadap agama-agama sesat. Perbuatan-perbuatan jasmani tanpa iman sejati tidak menghasilkan manfaat bagi seseorang untuk memperoleh keselamatan.
Paus Pius XI, MortaliumAnimos (#9), 6 Januari 1928: “ … fondasi dari kasih adalah iman yang murni dan tidak ternodai ….”
Paus Pius X, Editae Saepe #28, 26 Mei 1910: “Itulah sebabnya, perbuatan-perbuatan baik yang berasal dari kelurusan jasmaniah semata tiada bedanya dari kebajikan yang palsu; perbuatan-perbuatan semacam itu sendiri tidaklah bertahan lama ataupun cukup untuk memperoleh keselamatan.” (Editae Saepe # 28, 26 Mei 1910)
Paus St. Pius X, Editae Saepe #21, 26 Mei 1910: “Perhatian yang terutama dan terbesar dari para gembala haruslah terpusat kepada hal-hal yang berkenaan dengan iman Katolik, demi menjaga agar iman yang diakui dan diajarkan oleh Gereja Roma yang Kudus ini, iman yang tanpanya mustahil adanya untuk berkenan kepada Allah, tetap murni dan tidak ternodai.”
Tentang ruangan-ruangan di mana ia berkarya, Bunda Teresa berkata:
Kathryn Spink, Mother Teresa – An Authorized Biography [Bunda Teresa, Biografi Resmi], HarperCollins, 2011, hal. 54: “Ini adalah kuil Hindu yang sangat terkenal dan orang-orang dahulu datang ke sini untuk beribadat dan beristirahat, maka saya kira ini adalah tempat yang terbaik bagi sahabat-sahabat kami untuk dapat beristirahat sebelum mereka masuk ke dalam Surga; maka saya langsung menerimanya.”
Dengan demikian, Bunda Teresa tampaknya percaya bahwa semua orang akan masuk Surga, termasuk orang-orang Hindu.
Pada halaman 37 dari buku Jalan Sederhana, Bunda Teresa menyiratkan suatu kepercayaan akan bidah bahwa semua manusia masuk Surga. Ia berkata:
Mother Teresa, Jalan Sederhana, 2019, hal. 37: “Ketika meninggal kita akan bersama dengan Allah dan bersama dengan semua orang yang kita kenal yang telah mendahului kita: keluarga dan teman-teman kita akan ada di sana menantikan kita. Surga pasti suatu tempat yang indah.”
Pernyataan ini membuat ajaran tentang keberadaan Neraka dan bahwa orang-orang masuk ke dalamnya sama sekali tidak berguna. Tidak seperti ajaran sesat Bunda Teresa, kebanyakan orang kenyataannya masuk Neraka. Orang-orang yang meninggal di luar iman sejati atau di dalam dosa berat tidak akan diselamatkan. Seperti yang diajarkan Yesus Kristus, sedikit orang yang diselamatkan.
Paus St. Gregorius III (739 M): “ … ada tertulis bahwa sempitlah pintu dan sesaklah jalan yang menuntun kepada kehidupan.”
Paus St. Gregorius Agung (600 M): “Semakin banyak orang yang jahat, semakin kita harus menanggung mereka dengan kesabaran; karena di tempat pengirikan, sedikit gandum yang dibawa ke dalam lumbung, tetapi tinggilah tumpukan jerami yang akan terbakar oleh api.”
William Thomas Walsh, Our Lady of Fatima [Bunda Maria dari Fatima], hal. 94: “Lucia menemukan Jacinta duduk sendiri, diam dan sangat termenung, tidak memandang apa-apa. ‘Apakah yang kamu pikirkan, Jacinta?’ Jacinta menjawab: ‘Tentang perang yang akan terjadi. Banyak sekali orang yang akan meninggal. Dan hampir semuanya akan masuk Neraka.”
Matius 7:13-14 - “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya."
Beberapa orang mungkin bertanya: bagaimana mungkin wanita semacam itu “dikanonisasikan”. Jawabannya Bunda Teresa tidak dikanonisasikan oleh Gereja Katolik dan oleh seorang Paus yang valid. Tidak, ia “dikanonisasikan” oleh Anti-Paus Fransiskus dan sekte Vatikan II, yang adalah Kontra-Gereja akhir zaman, seperti yang dijelaskan oleh materi kami. Segala situasi ini telah dinubuatkan. Tentang perkara itu, mohon menonton video kami, antara lain, Babel Sudah Jatuh, Sudah Jatuh.
Harus ditekankan pula bahwa sewaktu Anti-Paus Fransiskus yang sesat “menganonisasikan” sang pemurtad Bunda Teresa, ia menggunakan formula kanonisasi yang khidmat yang pada dasarnya sama kata-demi-kata dengan formula kanonisasi yang digunakan sebelum Vatikan II. Suatu terjemahan bahasa Indonesia dari formula bahasa Latin yang digunakannya adalah sebagai berikut:
Anti-Paus Fransiskus “menganonisasikan” Bunda Teresa secara khidmat: “Demi penghormatan kepada Allah Tritunggal yang Terberkati, demi pemuliaan iman Katolik, dan demi pertumbuhan hidup Kristiani, dengan otoritas dari Tuhan kita Yesus Kristus, dan dari Rasul-Rasul Kudus, Petrus dan Paulus, dan dari diri kami sendiri, setelah membuat pertimbangan yang matang dan memanjatkan banyak doa demi mendapatkan pertolongan Ilahi, dan setelah meminta nasihat dari banyak dari para Uskup saudara-saudara kami, kami mendeklarasikan dan mendefinisikan Beata Teresa dari Kalkuta sebagai seorang santa dan kami menjadikannya sebagai anggota dari para Santo-Santa, dan mendekretkan agar ia dihormati sebagai demikian oleh segenap Gereja. Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus.”[8]
Formula ini tentunya khidmat. Formula ini pada dasarnya sama dengan formula yang digunakan oleh para Paus yang valid sebelum Vatikan II. Sewaktu formula ini diucapkan oleh seorang Paus yang sejati, pernyataan ini bersifat infalibel.
Karena Bunda Teresa sudah pasti bukan seorang santa, melainkan seorang bidah dan pemurtad notorius, penggunaan formula “kanonisasinya” ini merupakan bukti lain yang mutlak dan infalibel bahwa Fransiskus bukanlah seorang Paus sejati melainkan seorang anti-Paus.
St. Robertus Bellarminus, De Romano Pontifice, II, 30: “Seorang Paus yang adalah bidah secara manifes [terang-terangan] secara otomatis berhenti menjadi Paus dan kepala, layaknya ia berhenti menjadi seorang Kristiani dan seorang anggota dari tubuh Gereja. Maka dari itu, ia dapat dihakimi dan dihukum oleh Gereja. Ini adalah ajaran dari semua Bapa Kuno yang mengajarkan bahwa para bidah manifes langsung kehilangan semua yurisdiksi.”
St. Robertus Bellarminus: “Prinsip ini adalah prinsip yang teramat pasti. Seorang non-Kristiani sama sekali tidak dapat menjadi Paus, seperti yang diakui oleh Gaetanus sendiri (ib. C. 26). Alasan untuk hal ini adalah ia tidak bisa menjadi kepala dari sesuatu yang di dalamnya ia bukan seorang anggota; akan tetapi, barang siapa bukan seorang Kristiani bukanlah anggota Gereja, dan seorang bidah manifes bukan seorang Kristiani seperti yang diajarkan secara jelas oleh St. Siprianus (lib. 4, epist. 2), St. Atanasius (Scr. 2 cont. Arian), St. Agustinus (lib. De grat. Christ. Cap. 20), St. Hieronimus (contra Lucifer.) dan lain-lain; maka, seorang bidah manifes tidak dapat menjadi Paus.”
St. Fransiskus De Sales (Abad ke-17), Doktor Gereja: “Tetapi sewaktu ia [Sri Paus] adalah seorang bidah secara eksplisit, ia secara ipso facto jatuh dari pangkatnya dan berada di luar Gereja ....”
St. Antoninus (1459): “Dalam kasus di mana Sri Paus menjadi seorang bidah, ia akan menyadari bahwa dirinya, oleh karena kenyataan itu sendiri dan tanpa vonis lainnya, terpisah dari Gereja. Sebuah kepala yang terpisah dari sebuah tubuh tidak mungkin, selama kepala itu tetap terpisahkan, merupakan kepala dari tubuh yang sama, yang darinya kepala itu terpenggal. Maka dari itu, seorang Paus yang akan terpisah dari Gereja akibat bidah, ia, akibat kenyataan itu sendiri, berhenti sebagai kepala Gereja. Ia tidak dapat menjadi seorang bidah dan tetap menjadi Paus, sebab, karena ia berada di luar Gereja, ia tidak dapat memiliki kunci-kunci Gereja.”
Seperti yang dikatakan oleh formula tersebut, semua orang yang menerima Anti-Paus Fransiskus sebagai Paus harus menghormati Bunda Teresa sebagai seorang santa, seorang wanita yang adalah seorang pemurtad non-Kristiani. Dan tentang poin ini, janganlah anda disesatkan oleh para tradisionalis palsu tertentu yang bidah, yang menyatakan bahwa sekte Vatikan II memiliki para Paus yang valid, tetapi bahwa kanonisasi mereka tidak valid, akibat perubahan kecil terhadap proses yang mendahului deklarasi kanonisasi yang dibuat pada masa pasca-Vatikan II. Argumen ini sama sekali salah.
Seperti yang diketahui oleh orang-orang yang sungguh percaya akan ajaran Katolik dan infalibilitas Kepausan, proses yang mendahului kanonisasi sama sekali tidak berdampak kepada infalibilitas dari deklarasi khidmat itu sendiri. Allah melindungi tindak yang khidmat dari seorang Paus sejati dalam hal semacam itu. Seandainya pun proses yang mendahului deklarasi tersebut diubah secara drastis atau dihapuskan sama sekali, tidak akan ada bedanya.
Sewaktu seorang Paus sejati mengucapkan formula khidmat tersebut, ia dilindungi oleh Allah sehingga tidak dapat mengucapkan deklarasi yang salah, tidak peduli kajian atau penelitian yang mendahului tindak kanonisasi tersebut. Itulah Infalibilitas Kepausan. Itulah arti dan jaminan infalibilitas Kepausan. Banyak dari kaum tradisionalis palsu menolak hal ini, seperti Serikat St. Pius X dan kelompok-kelompok yang serupa, karena mereka tidak percaya akan Kepausan dan Infalibilitas Kepausan. Maka, orang sama sekali tidak dapat berkata bahwa Fransiskus adalah seorang Paus yang sejati dan pada waktu yang sama menolak “kanonisasi” khidmatnya tanpa menyangkal ajaran-ajaran dan prinsip-prinsip Katolik.
Prospero Lambertini, yang di kemudian hari menjadi Paus Benediktus XIV (1740-58 M), Tentang Beatifikasi dan Kanonisasi: “Seandainya seseorang berani menyatakan bahwa Sri Paus telah membuat kesalahan dalam kanonisasi yang satu atau yang lain, kami berkata bahwa orang itu adalah seorang bidah, atau setidaknya lancang, penyebab skandal bagi segenap Gereja, penghina para kudus, penyokong para bidah yang menyangkal otoritas Gereja dalam menganonisasikan para kudus, menikmati bidah dengan mengadakan kesempatan bagi orang-orang kafir untuk menghina para umat beriman, menyatakan suatu pandangan yang salah dan patut dikenakan penalti-penalti yang amat berat.”
St. Alfonsus Liguori, The Great Means of Salvation and Perfection [Jalan Agung untuk Mencapai Keselamatan dan Kesempurnaan], 1759: “Menganggap bahwa Gereja dapat membuat kesalahan dalam kanonisasi adalah suatu dosa atau bidah, menurut St. Bonaventura, Bellarminus, dan lain-lain; atau setidaknya suatu kesalahan yang sangat dekat dengan bidah, menurut Suarez, Azorius, Gotti, dsb.; karena Sri Paus yang Berdaulat, menurut St. Thomas, dibimbing oleh pengaruh yang infalibel dari Roh Kudus dalam suatu cara yang istimewa sewaktu menganonisasikan santo-santa.”
Karena tindakan khidmat Anti-Paus Fransiskus dalam “kanonisasi” ini jelas tidak dilindungi dari kesalahan, hal ini membuktikan bahwa ia bukanlah seorang Paus sejati. Tentunya, semua tindakan Fransiskus tidak valid karena ia adalah seorang Anti-Paus dan seorang bidah notorius.Kanonisasi sesat Bunda Teresa, seorang wanita yang satanik dan pemurtad yang mencengangkan ini adalah suatu tanda lain menunjukkan bagaimana kota Roma telah diambil alih pada akhir zaman pada masa Kemurtadan Besar.
Kanonisasi sesat ini menyebabkan banyak orang yang mengaku diri Katolik percaya bahwa indiferentisme keagamaan – yang memang adalah dukungan terhadap paganisme dan penyembahan berhala – menuntun kepada Surga dan kekudusan, walaupun sebenarnya paham itu menuntun orang-orang kepada pengutukan. Mohon mencatat pula bahwa tindak kemurtadan ini berlangsung di Basilika St. Petrus, dan disiarkan serta disebarkan ke seluruh dunia dari termpat itu. Sebabnya, Basilika St. Petrus adalah bait Allah yang telah diambil alih pada masa kemurtadan terakhir sesuai dengan nubuat, seperti yang dibahas materi kami.
Di samping itu, seandainya pun seseorang mengesampingkan prinsip-prinsip Infalibilitas Kepausan hanya demi tujuan argumentasi, sewaktu mempertimbangkan makna dari “kanonisasi” Bunda Teresa, tindak “kanonisasi” itu sendiri tetap membuktikan bahwa sekte Vatikan II bukanlah Gereja Katolik, melainkan sekumpulan orang yang tidak beriman, bidah, dan pemurtad. Sebabnya adalah Bunda Teresa bukan orang Kristen, seperti yang telah kami tunjukkan. Wanita itu adalah semacam penganut agama pagan non-Kristiani yang mengaku dirinya menerima unsur-unsur Kekristenan, tetapi ia pastinya bukan seorang Kristen. Semua kelompok yang telah mencermati kehidupan Bunda Teresa, dan menganggap bahwa wanita non-Kristiani itu telah diselamatkan walaupun ia tidak pernah terbukti berkonversi kepada iman yang sejati, apalagi menganggap Bunda Teresa sebagai seorang “santa”, kelompok semacam itu adalah suatu Gereja palsu. Kelompok itu adalah gerombolan orang yang tidak beriman. Kelompok itu bukanlah Gereja Katolik, yang adalah Gereja yang satu dan sejati yang tidak terdiri dari para bidah.
Paus Inosensius III, Eius exemplo, 18 Desember 1208: “Dari hati kami percaya dan dari mulut kami mengakui Gereja yang satu, yang tidak terdiri dari para bidah, melainkan Gereja Roma yang Kudus, Katolik, dan Apostolik di luar mana kami percaya bahwa tidak seorang pun diselamatkan.”
Di hadapan fakta-fakta ini, orang-orang yang menerima Bunda Teresa sebagai seorang santa, wanita non-Kristiani dan pemurtad notorius itu, adalah para bidah; dan seperti yang telah kita lihat, dengan menolak “kanonisasi” palsunya, suatu perbuatan yang harus dilakukan, seseorang secara pasti diharuskan untuk mengakui kebenaran bahwa Fransiskus, rekan pemurtad Bunda Teresa, adalah seorang Anti-Paus non-Katolik dan bahwa sekte Vatikan II bukanlah Gereja Katolik.
Paus Paulus IV, Surat Bulla Cum ex Apostolatus Officio, 15 Februari 1559: “ … jika pada waktu kapan pun tampak bahwa Uskup mana pun, walaupun ia bertindak sebagai seorang Uskup Agung, Patriark, atau Primat; atau Kardinal mana pun dari Gereja Roma yang telah disebutkan dahulu, atau, seperti yang telah disebutkan, duta besar Paus mana pun, ataupun bahkanSri Paus Roma, sebelum promosinya atau pengangkatannya sebagai Kardinal atau Paus Roma, telah menyimpang dari Iman Katolik atau jatuh ke dalam suatu bidah: promosi atau pengangkatan tersebut, bahkan jika tidak ditentang dan tercapai lewat persetujuan yang bulat suara dari semua Kardinal, tidak sah, batal dan tidak bernilai ….”
The Catholic Encyclopedia [Ensiklopedia Katolik], “Papal Elections [Pemilihan Paus]” 1914, Vol. 11, hal. 456: “Tentunya, pemilihan seorang bidah, skismatis, atau perempuan [sebagai Paus] bersifat batal dan tidak valid.”
Sekte Vatikan II kenyataannya adalah Kontra-Gereja akhir zaman yang telah dinubuatkan, dan nubuat-nubuat akhir zaman tentang hal itu telah digenapi di depan mata kepala kita, seperti yang ditunjukkan oleh materi kami.
Wahyu 18:2 - “Dan ia [sang malaikat] berseru dengan suara yang kuat, ‘Sudah jatuh, sudah jatuh, Babel yang agung! Dan ia telah menjadi tempat tinggal para iblis dan penjara segala roh yang najis, dan penjara setiap burung yang najis, dan penjara setiap binatang yang najis dan yang dibenci.’”
Demikian pula, komentar-komentar dari salah satu organisasi tradisionalis palsu yang bernama The Remnant dalam perkara ini sangat menarik untuk dipertimbangkan. Setelah Bunda Teresa “dikanonisasikan”, The Remnant mencatat “modernisme” yang dianut oleh Bunda Teresa, namun demikian, organisasi itu tetap menyebut Bunda Teresa sebagai wanita yang “kudus”, “suci”, dan “pemberani”. Tindakan itu satanik. Orang-orang yang mengambil posisi semacam itu di hadapan kenyataan-kenyataan ini, seperti kelompok The Remnant, adalah orang-orang tak beriman yang jahat. Organisasi tradisionalis palsu yang sama ini mempos klip audio dari seorang “imam” yang bidah yang mereka promosikan. Ia mengungkapkan “kekagumannya” akan Bunda Teresa dan bahkan menyebut sang pemurtad non-Kristiani itu sebagai seorang “santa”.
Klip audio yang dipos oleh The Remnant:
“Gereja telah menganonisasikan Bunda Teresa, Bunda Teresa dari Kalkuta. Harus saya akui bahwa saya memiliki rasa sayang tertentu kepadanya dan kekaguman akan dirinya dalam banyak hal … maka pada pagi berikutnya saya mempersembahkan Misa untuk para biarawati [dari ordo] Cinta Kasihnya, tetapi Bunda Teresa tidak hadir. Bagaimanapun, saya tetap kagum akan kesalehan mereka, dan devosi mereka … Ada banyak hal yang terpuji dan mengagumkan sehubungan dengan Bunda Teresa … dan ini sama sekali bukan suatu kritik terhadap seorang santa ….”
Mereka bukan milik Allah, melainkan milik Iblis. Mereka bukan orang Katolik, melainkan bidah. Mereka menolak iman Katolik. Mereka adalah guru-guru sesat yang menuntun orang-orang kepada bidah dan Neraka dengan, antara lain, membuat orang tetap berada di dalam Kontra-Gereja Vatikan II. Mereka menuntun orang-orang sehingga percaya bahwa mereka dapat sungguh-sungguh menjadi “tradisional” atau “konservatif” di dalam sekte Vatikan II walaupun kenyataannya tidak demikian. Sikap semacam itu juga menyingkapkan bahwa para pengikut Kontra-Gereja Vatikan II yang berkeras kepala, termasuk para “tradisionalis” terus mengakui para Anti-Paus pemurtad di hadapan fakta-fakta ini persisnya karena mereka tidak memiliki iman. Mereka tidak percaya akan Yesus Kristus. Mereka tidak setia terhadap ajaran Katolik, dan mereka tidak menolak ajaran sesat dan para bidah.
Kami juga dihubungi melalui email oleh seorang wanita yang memberi tahu kami bahwa dua imam dari lembaga sesat CMRI menasihatinya untuk berdoa demi beristirahatnya jiwa Bunda Teresa, seolah-olah seorang pemurtad publik dan seorang non-Kristiani seperti Bunda Teresa mungkin telah dapat diselamatkan tanpa berkonversi kepada iman sejati. Perbuatan mereka itu satanik. Ini adalah suatu contoh lain yang mencolok tentang ketidakberimanan dan bidah dari kelompok tradisionalis palsu layaknya CMRI, yang menolak ajaran dogmatis Gereja tentang perlunya iman Katolik dan Pembaptisan untuk memperoleh keselamatan.
Para tradisionalis palsu lainnya berusaha keras untuk menghindari kesimpulan ini dengan menyatakan bahwa kanonisasi hanyalah berarti bahwa seseorang diselamatkan atau berada dalam Surga, tetapi bahwa kanonisasi bukanlah suatu dukungan terhadap kehidupan orang tersebut, seolah-olah pandangan bahwa sang pemurtad Bunda Teresa berada dalam Surga adalah pandangan yang dapat diterima. Tetapi, argumen ini sama sekali salah. Seperti yang diajarkan oleh Paus Pius XI, santo-santa selalu menjadi “ … teladan yang tersempurna bagi segala kelas dan profesi, bagi segala keadaan dan kondisi kehidupan …."
Paus Pius XI, Divini Illius Magistri (#99), 31 Desember 1929: “Santo-santa bahwasanya telah selalu merupakan, adalah, dan akan senantiasa menjadi penderma yang teragung bagi masyarakat, dan teladan yang tersempurna bagi setiap kelas dan profesi, bagi setiap keadaan dan kondisi kehidupan, dari petani yang sederhana dan tak terdidik sampai cendekiawan dan sastrawan, dari pengrajin yang rendah sampai pemimpin militer, dari orang miskin, bapa keluarga, sampai raja yang memimpin para rakyat dan bangsa-bangsa, dari anak-anak perempuan yang miskin dan ibu rumah tangga sampai para ratu dan permaisuri.”
Makna dari kanonisasi bukan hanya bahwa seseorang diselamatkan, tetapi juga bahwa orang tersebut adalah teladan untuk iman dan cara yang tepat untuk hidup selama masa hidupnya sebagai seorang Katolik. Seandainya seseorang berkonversi di kemudian hari dalam hidupnya, orang itu menjadi teladan untuk iman dan cara yang tepat untuk hidup di masa setelah ia berkonversi. Karena Bunda Teresa “dikanonisasikan” untuk kehidupannya dan karyanya sebagai seorang biarawati, apa yang disebut-sebut kanonisasinya itu adalah pernyataan yang khidmat dari sekte Vatikan II bahwa perbuatan dan kepercayaan Bunda Teresa di sepanjang masa karirnya dengan “Misionaris Cinta Kasih” adalah teladan iman dan moral yang dapat diikuti demi memperoleh kekudusan dan keselamatan – walaupun kenyataannya, itu adalah teladan bidah, indiferentisme, dan kemurtadan yang satanik.
Maka para pengikut anti-Paus Vatikan II sama sekali tidak dapat menghindari makna “kanonisasi” dari seorang bidah notorius dan pemurtad satanik seperti Bunda Teresa. Perbuatan semacam itu tentunya membuktikan bahwa sekte Vaitkan II bukanlah Gereja Katolik dan bahwa Fransiskus adalah seorang Anti-Paus – walaupun kenyataan itu sudah sering kali dibuktikan.
Karena sama sekali tidak ada bukti dalam tata lahir bahwa Bunda Teresa telah meninggalkan kemurtadannya dan berkonversi kepada iman Katolik, ia bukan hanya tidak dapat dianggap seorang santa, tetapi juga tidak seorang pun boleh menganggap Bunda Teresa berada di Surga ataupun berdoa kepadanya. Bunda Teresa harus dianggap telah mati sebagai orang kafir yang berada di luar Gereja Katolik, demikianlah kenyataan tentang Bunda Teresa di sepanjang hidupnya.
Paus St. Gregorius Agung, Moralia, Buku 34: “Maka dari itu, terdapat alasan yang sama, dengan demikian, untuk tidak mendoakan orang-orang yang terkutuk ke dalam api yang kekal, dan alasan yang sama itu jugalah yang berlaku dalam perihal tidak mendoakan iblis dan para malaikatnya yang telah diserahkan ke dalam hukuman abadi. Dan inilah alasan yang berlaku sekarang, bahwa para kudus tidak berdoa untuk orang-orang kafir dan orang-orang fasik yang mati; sebab mereka tidak menghendaki jasa-jasa doa mereka disisihkan, di hadirat sang Hakim yang adil, atas nama orang-orang yang mereka ketahui sudah diserahkan ke dalam hukuman yang kekal.”
St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae, Suppl. Pertanyaan 71, Artikel 5: “Gregorius berkata (Moralia xxxiv): Maka, terdapat alasan yang sama untuk tidak berdoa (yakni, setelah hari penghakiman) untuk orang-orang yang terkutuk ke dalam api yang abadi, dan alasan yang sama itu jugalah yang berlaku dalam perihal tidak mendoakan iblis dan para malaikatnya yang telah diserahkan ke dalam hukuman abadi, dan oleh karena alasan ini para kudus tidak berdoa bagi orang-orang kafir dan orang-orang fasik yang mati, sebab, memang benar, karena mereka tahu bahwa orang-orang tersebut sudah terkutuk ke dalam hukuman yang kekal, mereka tidak ingin memohon bagi mereka dengan jasa dari doa-doa mereka ....”
Mohon menyimak materi kami untuk informasi lebih lanjut tentang bagaimana hal yang sedang terjadi di Roma pada masa kini telah dinubuatkan. Sekte Vatikan II bukanlah Gereja Katolik, melainkan Kontra-Gereja akhir zaman yang telah dinubuatkan. Mohon menyimak bagaimana penggenapan nubuat-nubuat ini di Roma membuktikan bahwa Gereja Katolik adalah Gereja Yesus Kristus yang satu dan sejati di luar mana tidak terdapat keselamatan.