Dua saja! Hanya dua lantikan pertama Leo XIV yang kita perlu untuk membuktikan bahwa dia tidak Katolik sedikit pun. Berikut ini dari media lifesitenews:
“Leo XIV telah meneguhkan pemilihan seorang imam heterodoks pendukung ‘penahbisan perempuan’ untuk menjadi uskup baru di St. Gallen, Swiss. Romo Beat Grögli, pastor Katedral St. Gallen, akan menjadi uskup baru dioses tersebut ... Dia kuat mendukung ‘penahbisan perempuan’ ... Dalam sebuah konferensi pers menyusul pemilihannya, ia menegaskan kembali, ‘Akan datang imamat perempuan’ ... Grögli juga dilaporkan telah menyatakan dukungannya terhadap ‘pemberkatan’ homoseksual dan menyatakan bahwa Gereja hendaknya ‘menyesuaikan’ ajarannya soal pernikahan, seksualitas, moral, dan kontrasepsi.
Kesukaan Grögli dengan ‘penahbisan perempuan’ juga tercermin dalam perbuatan-perbuatannya. Dalam beberapa Misa Kudus yang direkam dalam video di Katedral St. Gallen yang dirayakan Grögli, kaum hawa membacakan Injil dan memberi khotbah ....”
Lantikan lain Leo XIV baru-baru ini menjadikan “Monsinyur” Renzo Pegoraro sebagai Presiden baru Akademi Kepausan untuk Kehidupan. Berikut dari artikel “National Catholic” Register milik EWTN yang judulnya demikian:
Sri Paus Lantik Orang Kepercayaan Uskup Agung Paglia sebagai Presiden Akademi Kepausan untuk Kehidupan
“Pelantikan Mons. Renzo Pegoraro yang sejak lama menjabat kanselir, tampaknya merupakan tanda keberlanjutan untuk menggantikan presidennya yang akan keluar jabatan. Masa jabatan presiden ini penuh gejolak dan mengundang kritik keras dari para pendukung pro-kehidupan … Mons. Pegoraro, 65, telah menjabat sejak 2011 sebagai kanselir Akademi Kepausan untuk Kehidupan, yang dilantik oleh Benediktus XVI. Dia melanjutkan posisinya di sepanjang masa jabatan Uskup Agung Paglia sebagai presiden yang penuh gejolak, dan ditandai dengan pelantikan para anggota yang pro-aborsi serta pernyataan-pernyataan bermasalah mengenai bunuh diri dengan bantuan dan juga kontrasepsi.”
Artikel itu kemudian berkata:
“Pada tahun 2022, Pegoraro berkata kepada The Wall Street Journal bahwa dia percaya kontrasepsi mungkin diizinkan ‘dalam kasus konflik antara kebutuhan untuk menghindari kehamilan karena alasan medis dan pelestarian kehidupan seks pasangan’ ... di tahun itu juga, Monsinyur Pegoraro tampaknya mendukung dua orang anggota akademi yang secara terbuka mendukung bunuh diri dengan bantuan ... pada tahun 2017 dan 2022, Paglia dan Pegoraro melantik anggota baru akademi, beberapa anggota secara terbuka mendukung aborsi atau menyatakan diri ateis. Salah satunya Dr. John Nkengasong, warga negara AS kelahiran Kamerun ... yang diberi selamat oleh CEO Planned Parenthood karena upayanya memperluas layanan aborsi.
“Lantikan lain Paglia dan Pegoraro adalah Sheila Tlou, mantan menteri kesehatan Botswana, yang bertugas di komite pengawasan bagi kelompok yang menawarkan ‘persediaan aborsi aman dan perawatan pasca-aborsi’ ... Judie Brown, juga mantan anggota akademi, serta presiden American Life League saat ini, menyebut lantikan itu ‘memurkakan‘ dan ‘lebih parah lagi ketika kita menyadari bahwa Akademi didirikan untuk memerangi aborsi.’”
Jadi, “Akademi Kepausan untuk Kehidupan” tidak bekerja untuk melindungi kehidupan manusia, namun untuk menghancurkan kehidupan manusia. Semakin banyak bukti bahwa orang-orang ini tidak Katolik.
“Pada tahun 2022, akademi menerbitkan buku berjudul Theological Ethics of Life … yang berlawanan dengan ajaran-ajaran tetap Gereja tentang kontrasepsi dan teknologi reproduksi berbantuan. Di tahun itu juga, Uskup Agung Paglia semakin menuai kontroversi ketika menegaskan bahwa undang-undang aborsi Italia adalah ‘pilar masyarakat’ ... ia memberi pidato pada tahun 2023. Isinya tampak menyatakan bahwa dekriminalisasi bunuh diri dengan bantuan adalah ‘kebaikan bersama terbesar’ yang mungkin ada dalam situasi politik Italia saat ini ... Selama krisis COVID-19, Uskup Agung Paglia kembali menuai kecaman karena mengabaikan permasalahan etika soal vaksin dan karena dirinya dengan penuh semangat mempromosikan inokulasi anak-anak, meskipun ada masalah keamanan dan sekalipun gejala-gejalanya tidak terlihat pada anak-anak itu ...”
“Uskup” Hermann Glettler (yang telah mengaku sebagai Uskup Innsbruck, Austria sejak 2017) dikabarkan merupakan kandidat utama dalam pemilihan “Uskup Agung” baru Wina.
“Pada tahun 2017, dia [Glettler] menggelar pameran koleksi seni pribadinya di Graz, Austria. Termasuk dalam situs internet pribadinya, adalah film tentang pertunjukan musik di pameran Glettler Private yang menampilkan gambar patung Hati Kudus yang dirusak.”
“Ketika ditanya apakah dia [Glettler] terbuka mengizinkan orang-orang yang bercerai dan ‘menikah lagi’ untuk menyambut Komuni, dia menjawab ‘sangat'. Memberi Komuni kepada orang-orang yang pernikahannya telah gagal dan sekarang berada dalam hubungan baru ‘sangat, amat berdasar Injil,’ ujarnya.”
Di Januari 2019, dia [Glettler] mengumumkan bahwa dirinya hendak “menjadi tuan rumah bagi serangkaian seminar untuk para pasangan yang bercerai dan ‘menikah kembali’. Di akhir seminar itu, para pasangan akan diizinkan menyambut Komuni Kudus serta ‘perayaan rekonsiliasi dan pemberkatan ….’”
Dua bulan kemudian, sahabat Glettler membuat “Jam Yesus” dari korpus terbalik dengan lengan patah untuk dipasang di gereja di Innsbruck selama Masa Prapaskah. Pada hari Jumat Agung selama Pekan Suci Masa Prapaskah, Gereja memperingati wafat Yesus di kayu salib, perbuatan yang dilakukan Yesus demi menebus umat manusia. Gambar menghujat ini sengaja dipasang selama Masa Prapaskah untuk menghina Yesus.
“ … dia [Glettler] juga mengizinkan seorang seniman mendirikan perancah yang menampilkan tulisan berbunyi demikian, ‘Selama Allah berjanggut, aku akan menjadi feminis.’
Pada tahun 2020, dia [Glettler] berkata bahwa doktrin Gereja bahwa wanita tidak dapat ditahbiskan sebagai imam adalah ‘ketidaksetaraan‘ yang ‘sulit dicari pembenarannya’.” Glettler bertahun-tahun lalu juga menyerukan agar "diakon wanita" diadakan. Pada bulan Maret 2021, Glettler berkata:
“‘Hubungan sesama jenis dapat didasari kesetiaan dan pengabdian bersama ....’ ‘Sebagai gereja, kami hendak menyampaikan sambutan hangat serta menawarkan rumah rohani kepada semua orang gay dan lesbian serta orang-orang yang kurang percaya diri soal seksualitas mereka – tidak hanya ketika mereka selibat.’”[1]
Pernyataan Glettler ini dicuit ulang oleh promotor sodomi "Romo" James Martin.[2] Selama Masa Prapaskah tahun 2022, Glettler memasang “foto raksasa seorang aktivis pro-LGBT telanjang di atas altar di Gereja Santo Yohanes dari Nepomuk yang dibangun pada tahun 1727.[3] Berikut artikel dari organisasi Sekte Vatikan II yang lebih konservatif bernama TFP memohon uskup palsu ini menghapus foto mesum tersebut.
Minta Uskup Glettler Tarik Foto Mesum Aktivis Homoseksual dari atas Tabernakel
TFP berkata:
“Uskup Hermann Glettler, uskup Katolik Innsbruck, Austria, baru saja memasang foto menghujat di atas altar di Gereja Universitas yang bersejarah [yang didedikasi kepada] Santo Yohanes dari Nepomuk. Gambar itu ditempatkan di Gereja sebagai dekorasi ‘Masa Prapaskah’. Foto ini ditampilkan di atas bekas altar utama dan menggambarkan David Apakidze ... Apakidze, seorang aktivis homoseksual, punya akun Instagram dengan banyak gambar mesum. Dia mendukung transgenderisme dan aborsi, dengan berkata, ‘Aborsi adalah tindakan sakral di mana seorang wanita kembali menuntut hak reproduksi ….’ Uskup Glettler secara khusus memilih gambar tersebut dan berkata bahwa gambar itu ‘adalah simbol puasa dan Paskah yang sangat kuasa!' ... Dia [Glettler] telah mengampanyekan pemberkatan bagi pasangan sesama jenis ....”[4]
Pada tahun 2023, Glettler menempatkan benda yang disebutnya sebagai “kain Prapaskah” di atas altar sebuah gereja di "diosesnya”. Kain itu menampilkan jantung babi dibungkus dengan kondom.[5] Itu adalah upaya mencemooh Hati Kudus Yesus.
Glettler mengklaim bahwa dia menerima "umpan balik yang sangat positif" atas “karya seni” itu.[6] Perhatikan juga, yang disebut-sebut "tabernakel"- nya berbentuk piramida.
Di sini Glettler memamerkan “jubah” yang dikenakan oleh para imam Katolik palsu seperti dirinya.[7]
Berikut beberapa “karya seni” yang disetujui Glettler untuk gereja-gereja.[8]
Patung keji ini ditempatkan di Katedral Linz di Austria. Orang jahanam perancangnya mengklaim bahwa patung itu adalah gambaran Santa Perawan Maria yang sedang bersalin. Ada orang yang kemudian bisa menghancurkan patung itu tanpa tertangkap. Glettler si pemurtad itu menyebut tindak penghancuran patung keji tersebut menjijikkan dan menambahkan pernyataan berikut: “ ... tidak ada yang bisa membenarkan tindak mengerikan ini.”[9]
Glettler juga berpendapat bahwa katak yang disalib adalah karya seni.[10]
Terlepas dari semua aktivitas anti-Katolik dan keyakinan bidah yang dianut Glettler, orang-orang bodoh yang keras kepala percaya bahwa Sekte Vatikan II adalah Gereja Katolik berpikir bahwa si bidah manifes ini harus dianggap sebagai orang Katolik. Fakta bahwa Glettler memegang posisi terkemuka dalam Sekte Vatikan II membuktikan bahwa Sekte Vatikan II adalah Sekte non-Katolik.
Jika Glettler terpilih untuk "memimpin Keuskupan Agung Wina", dia akan menjadi penerus "Kardinal" Christoph Schönborn yang "memimpin Keuskupan Agung" itu dari 1995 hingga 2025. Schönborn undur diri tahun ini karena usianya sudah mencapai 80 tahun. Bertahun-tahun, lalu kami mempos video yang mengekspos Schönborn si pemurtad itu. Berikut beberapa cuplikan dari video tersebut.
[Wartawan:] Uskup tertinggi Austria memuji yang disebut-sebut pernikahan gay. Kardinal Wina Christoph Schönborn memberi tahu majalah Jerman pekan lalu bahwa pernikahan sesama jenis mempertegas kebaikan pernikahan. Kardinal pro-gay tersebut berkata, "Saya pribadi terharu karena di saat pernikahan tengah kehilangan daya tariknya, para pasangan yang merasakan dan mewujudkan ketertarikan sesama jenis itu rindu memiliki wujud kemitraan tertinggi.” Schönborn telah menimbulkan skandal bagi para umat Katolik Austria dengan mengizinkan ibadat-ibadat doa bertema gay di Katedralnya yang menampilkan para aktivis homoseksual berbicara dari mimbar.
Tanggal 30 November 2018, “Kardinal” Schönborn dan pemburit bernama Gery Keszler menyelenggarakan konser galang dana di Katedral St. Stefanus, di Wina.
[Christine Niles:] Seorang kardinal Austria sedang dikecam karena membiarkan katedralnya dinistakan. Umat Katolik mengecam Kardinal Christoph Schönborn karena menyelenggarakan konser amal di Katedral St. Stefanus di Wina pekan lalu, yang menampilkan seorang aktor pro-gay telanjang dada menari diiringi musik rok di atas pembatas altar, diapit aktor-aktor berpakaian seperti setan.[11] Seorang imam Austria berkata, “Kami tidak takut lagi kepada Yang Mahakuasa. Kami menginjak-injak jiwa-jiwa yang dipercayakan kepada kami.”
Donasi hampir senilai 70 ribu Euro terkumpul di acara ini.
Tanggal 1 Desember 2017, Schönborn mengizinkan “ratu drag transgender Conchita Wurst” berpidato di Katedral St. Stefanus.
Pada tahun 2014, Schönborn memuji “ratu drag” yang sama itu juga karena memenangkan kontes menyanyi Eurovision.
Schönborn: "Saya gembira atas kesuksesan besar Tom Neuwirth dengan kreasi artistiknya, Conchita Wurst, dan saya akan mendoakan dia ... Tidak semua orang yang terlahir laki-laki merasa laki-laki dan itu juga berlaku untuk perempuan. Orang-orang seperti itu berhak mendapat rasa hormat yang sama dengan yang kita semua berhak punya sebagai manusia.”[12]
Pada tahun 2012, Schönborn meneguhkan “pemilihan Florian Stangl – seorang pria 26 tahun yang hidup dalam kemitraan sesama jenis teregistrasi – untuk posisi dewan paroki”.[13]
[Wartawan “Katolik”:] Dalam sebuah kuliah di Milan, Italia, Schönborn memuji dirinya sendiri karena telah membela anggota dewan paroki Wina, seorang homoseksual yang hidup berkohabitasi. Schönborn menggambarkan orang tersebut dan mitranya yang cabul itu sebagai, “dua pria muda yang murni”.
Dalam sebuah wawancara tahun 2019, Schönborn menyatakan:
“Saya pribadi terharu, karena di saat pernikahan tengah kehilangan daya tariknya, para pasangan homoseksual yang berkohabitasi menginginkan wujud kemitraan tertinggi ini.” [14]
Mengenai “serikat sipil” homoseksual, Schönborn menyatakan:
“Sejujurnya, kami sudah menerimanya sejak lama ... Jika mayoritas di parlemen menginginkannya, maka negara hendaknya menjalankannya demikian.”
Pada tahun 2010 Schönborn menyatakan:
“Hendaknya kita lebih mengutamakan kualitas hubungan homoseksual”, dan menambahkan: “Hubungan stabil tentu lebih baik daripada kalau seseorang memilih berhubungan seks bebas.”[15]
Pada tahun 2015,
“Kardinal Schönborn berbicara ... tentang seorang teman gaynya yang, setelah melalui banyak hubungan sementara, sekarang berada dalam hubungan stabil. ‘Ini adalah perbaikan’, ujarnya.”[16]
Pada tahun 2006,
“ … rektor [‘Romo’ Faber] dari katedral Katolik [St. Stefanus] Wina ... menetapkan upacara untuk memberkati ‘pasangan, tunangan, dan orang-orang yang sedang jatuh cinta’ termasuk para mitra homoseksual.”[17]
Pada tahun 2018, sebuah foto yang menggambarkan wanita-wanita lesbian berciuman di depan sebuah gereja ditampilkan di “Museum Katedral” Schönborn. Di sana ditampilkan pula sebuah gambar menghujat: “gambar wanita hampir telanjang bulat berpose sebagai Kristus Bangkit”.[18] Pada tahun 2013 Schönborn menyatakan: “Kemitraan sesama jenis itu mungkin ada dan mereka perlu mendapat rasa hormat, dan bahkan perlindungan hukum perdata.”[19]
Pada tahun 2015, Schönborn menyatakan:
“ ... dalam pasangan, dalam kemitraan de facto, dalam diri para kohabitan, siapa kita ini sehingga bisa menilai bahwa dalam diri mereka, unsur-unsur kebenaran dan pengudusan tidak ada?”[20]
Schönborn adalah salah satu penyetir utama di balik dokumen Amoris Laetitia.
["Imam:"] Dan siang ini kita mendapat berkat karena boleh didatangi Kardinal Schönborn. Beliau sungguh merupakan salah seorang penyetir utama di balik Amoris Laetitia.
Anti-Paus Fransiskus merekomendasikan orang-orang agar membaca presentasi Schönborn tentang Amoris Laetitia.
[Fransiskus:] Saya merekomendasi anda sekalian agar membaca presentasi yang dibuat oleh Kardinal Schönborn, seorang teolog hebat.
Schönborn setuju dengan Fransiskus dalam Amoris Laetitia (#305) bahwa “ ... dimungkinkanlah bahwa di dalam suatu situasi objektif dosa ... seseorang dapat hidup dalam rahmat Allah ....”
[Schönborn:] 305, di mana Paus Fransiskus mengatakan, “Karena faktor-faktor yang mengondisikan dan meringankan, dimungkinkanlah bahwa di dalam suatu situasi objektif dosa –yang mungkin tidak bersalah secara subjektif, atau sepenuhnya bersalah– seseorang dapat hidup dalam rahmat Allah, dapat mencintai dan dapat juga bertumbuh, dalam hidup yang penuh rahmat dan amal kasih, dengan menerima bantuan Gereja untuk tujuan ini. Dan di sini, pada catatan kakinya beliau sertakan perkataan singkat ini, ‘Dalam kasus-kasus tertentu, hal ini dapat mencakup bantuan sakramen-sakramen.’”
Schönborn adalah murid “Kardinal” Ratzinger (Anti-Paus Benediktus XVI) dan merupakan “sahabat” lamanya.
[Schönborn:] Dan kemudian, Joseph Ratzinger yang menjadi guru saya dan sejak itu, saya sekarang mengenal beliau selama 42 tahun. Saya akui, saya bisa berkata, hal pertama yang beliau katakan kepada saya setelah pemilihan tahun 2005, ketika beliau terpilih sebagai Paus, beliau berkata, “Mari kita jaga persahabatan kita.” Sungguh suatu kehormatan besar untuk mengenal dan bekerja dengan beliau.
Schönborn setuju dengan Benediktus XVI, bahwa “Gereja tidak tumbuh dengan berproselitisme [berupaya mengonversikan orang], namun dengan ketertarikan.”
[Schönborn:] Paus Benediktus sering berkata, Gereja tidak tumbuh dengan berproselitisme, namun dengan ketertarikan.
Schönborn si pemurtad merupakan anggota organisasi lintas agama “Elijah Board of World Religious Leaders”. “Kardinal Schönborn aktif dalam dialog dengan Gereja-Gereja Ortodoks dan sangat berminat dalam hubungan Yahudi-Kristen”.[21]
Schönborn berpendapat bahwa kita tidak akan diadili atas dasar agama kita.
[Schönborn:] Menurut saya, kita tidak akan diadili soal agama kita, namun soal pertanyaan: Apa yang sudah anda lakukan demi kebutuhan keadilan di dunia? Sudah berbuat apa anda untuk orang-orang lapar di dunia? Sudah berbuat apa anda untuk para pengungsi? Sudah berbuat apa anda untuk kebutuhan ekologis planet kita?
Schönborn berguru selama empat tahun kepada filsuf Yahudi, Emmanuel Levinas.
[Schönborn:] Saya tidak berani berkata bahwa saya bersahabat secara pribadi dengan Emmanuel Levinas, tetapi saya dulu adalah muridnya selama empat tahun. Namun saya dulu duduk ibadat kata di kakinya setiap dua pekan ketika dia datang untuk memberi kuliah, dan terkhusus kuliah-kuliahnya tentang eksegesis rabinik.
Schönborn setuju dengan pernyataan Fransiskus dalam EvangeliiGaudium bahwa kita harus “melepaskan alas kaki kita di depan tanah kudus orang lain.”
[Schönborn:] Untuk semua orang, berlakulah yang beliau katakan dalam Evangelii Gaudium: kita harus melepaskan alas kaki kita di depan tanah kudus orang lain.
Lihatlah Anti-Paus Benediktus XVI tanpa alas kaki, berdoa di dalam masjid.
[Schönborn:] Ini gambaran Alkitab ketika Musa melepas alas kakinya untuk tanah kudus tempat kehadiran Allah. Kehadiran Allah dalam diri setiap orang. Lepaskanlah alas kaki di depan tanah kudus orang lain.
Pada tahun 2013, organisasi B’nai B’rith memberi Schönborn sebuah Menorah atas “pencapaian humaniter yang luar biasa”.
“[Schönborn berkata:] ‘Ada banyak hal yang kita inginkan bersama-sama … seperti rasa hormat terhadap kebebasan, rasa hormat terhadap keyakinan agama setiap orang … Ibu Schönborn membesarkan dia dan saudara-saudaranya ‘dengan kecintaan besar terhadap Yudaisme dan Israel’ ...’ Rabi Kepala Paul Chaim Eisenberg merujuk pada moto kardinal itu, ‘Vos autem dixi amicos’ (Namun Aku memanggil kalian sahabat).[22]
Schönborn memberi tahu seorang “sahabat” Muslim yang sedang dalam perjalanan ke Makkah, “Di wajahmu aku melihat cemerlangnya sukacita peziarahanmu.”
[Schönborn:] Tetapi kami bertemu lagi; saya berkata, “Ayatullah, di wajahmu aku melihat cemerlangnya sukacita peziarahanmu.” Kemudian, dia sangat tersentuh dan berkata, “Aku akan mendoakanmu di Makkah.”
Dia berkata bahwa kita tidak boleh menyalahkan orang Muslim karena ingin mengambil alih Eropa:
[Schönborn:] Tidak ada jaminannya bagi kita bahwa Eropa akan lolos dari kenyataan: bahwa banyak orang di dunia Islam menganggap Eropa sebagai buah yang matang untuk diambil alih oleh Islam. Ini fakta! Dan kita tidak boleh menyalahkan mereka, karena mereka yakin berbuat sesuatu yang baik, sesuai dengan kehendak Allah, kalau mereka melakukannya dengan mengambil alih.
Pada tahun 2007, “Keuskupan Agung” Schönborn mengizinkan upacara Muslim Sufi dengan "penari darwis berputar”.
“Bagi Reverendus Rupprecht ‘sangat istimewa’ bahwa dia dapat menyambut kelompok Islam ke gerejanya. Senang rasanya melihat umat Islam ‘mengalami spiritualitas’ di gereja Katolik [, ujarnya].”[23]
Schönborn berbicara tentang kunjungan ke masjid.
[Schönborn:] Saya tidak akan pernah lupa pertama kalinya melihat umat Buddha berdoa di kuil mereka. Ketika saya pertama kali masuk masjid dan melihat doa di masjid.
Pada tahun 2012, Schönborn bertemu Dalai Lama, yang juga menghadiri “misa” Schönborn.
“ … Kardinal [Schönborn] menjelaskan bahwa dirinya dengan senang hati mengumumkan kehadiran seorang tamu istimewa di antara mereka, Paduka Suci Dalai Lama, seorang pria yang digambarkannya sangat menghormati para penganut setiap keyakinan.”[24]
[Schönborn:] “Tentu saja, beberapa orang di dunia menyangkal keberadaan Allah, dan kita harus menghormati hati nurani serta keyakinan mereka.”
Schönborn telah mengizinkan musik rok dan pop dimainkan di “Keuskupan Agung”-nya.
Di sini Schönborn menghadiri “misa” dengan balon.
“Imam” di "Keuskupan Agung" Schönborn ini mengangkat sebuah majalah porno selama ceramahnya kepada kelompok pemuda yang mencakup anak-anak muda.
Schönborn mengizinkan para penyanyi musikal “Sister Act” bernyanyi dan menari di Katedral St. Stefanus.
Tanggal 5 Oktober 2018, Katedral Wina menjadi tempat pertunjukan disko – yang secara resmi diberi label “doa ekumenis”.
“Pengkhotbah Protestan Pete Greig memberi tahu orang banyak bahwa Kardinal Wina Schönborn berkata kepadanya sebelumnya, ‘Siapa sangka sembilan tahun lalu, bahwa acara-acara ekumenis semacam ini bisa berlangsung?’” – gloria.tv/en.news
Sebuah kantor berita para “uskup” Austria melaporkan bahwa pada pidato di 29 September 2018, Schönborn berkata, “Mungkin suatu hari nanti [saya akan menahbiskan] wanita juga menjadi diakon”.
“Ini bukan pertama kalinya Kardinal Schönborn mempromosikan gagasan menahbiskan wanita untuk diakonat. Di bulan April 2018, dia tidak hanya berbicara soal diakon perempuan, dia bahkan mengusulkan imam dan uskup perempuan.” – LifeSiteNews
Terbukti dalam video ini bahwa “Kardinal” Christoph Schönborn seorang pemurtad. Dia bukan kardinal sejati Gereja Katolik. Dia justru pemimpin Sekte Vatikan II.
[Schönborn:] Yohanes 15:15. Jadi, mereka yang betul-betul mengenal Alkitab mungkin tahu moto saya. Yaitu waktu Yesus berkata di Ruang Atas, “Aku tidak lagi memanggil kamu hamba (budak, pelayan), namun Aku memanggil kalian sahabat.” Jadi saya mengambilnya dalam bahasa Latin. Vos autem dixi amicos. Kalian – Aku telah memanggil kalian sahabat. Itulah moto saya.
“Hai, kamu para pezina, tidak tahukah kamu bahwa persahabatan dengan dunia berarti permusuhan dengan Allah? Karena itu, siapa pun yang ingin bersahabat dengan dunia, dia menjadikan dirinya musuh Allah .” – Yakobus 4:4
“Kamu adalah sahabat-sahabat-Ku, jika kamu melakukan hal-hal yang Kuperintahkan kepadamu.” – Yohanes 15:14
Sekte Vatikan II, yang saat ini beroperasi di bawah Anti-Paus Leo XIV, bukan Gereja Katolik, namun merupakan Kontra-Gereja akhir zaman (Pelacur Babel).